Ada bermacam-macam jenis Pajak Penghasilan (PPh) tergantung dari objek dan subjek yang dikenakan. Ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pajak penghasilan ini, berikut ulasan lengkap mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPh hingga contoh perhitungan PPh.
Klikpajak by Mekari akan mengulas secara mendalam terkait Pajak Penghasilan, apa saja jenis-jenis PPh yang ada di Indonesia, penggunaan jenis PPh sesuai dengan objek dan subjeknya, juga contoh perhitungan dari setiap jenis PPh, serta batas waktu pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa PPh.
Apa Saja Pajak Penghasilan, Jenis PPh, Objek dan Subjek PPh?
Ingin mengetahui lebih mendalam tentang Pajak penghasilan, dan apa saja jenis-jenis PPh, kemudian yang termasuk dalam objek PPh, subjek PPh, hingga berapa besar tarif PPh, temukan jawabannya dalam uraian secara komprehensif mengenai pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak ini.
Anda akan dipandu mengenai pemahaman pajak penghasilan ini dari dasarnya, yakni pengertian dan jenis pajak penghasilan yang ada hingga contoh perhitungan PPh yang dapat dijadikan panduan untuk menghitunganya.
Apa itu Pajak Penghasilan?
Definisi Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dibebankan atas suatu penghasilan yang diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri.
Dasar hukum PPh adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. UU ini mengalami empat kali perubahan, yakni:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan.
Kategori Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan dibedakan menjadi beberapa kategori yakni PPh yang dikenakan pada wajib pajak orang pribadi, yang terbagi atas pegawai serta bukan pegawai maupun pengusaha dan PPh yang dibebankan atas penghasilan wajib pajak badan atau perusahaan, hingga objek yang dikenakan PPh itu sendiri.
Ilustrasi penghasilan yang jadi objek Pajak Penghasilan
Apa Saja Objek Pajak Penghasilan
Secara garis besar, objek pajak penghasilan di sini dikelompokkan menjadi tiga kategori, yang akan mengarah pada jenis-jenis PPh yang menjadi kewajiban wajib pajak, yakni:
Penghasilan sebagai Objek Pajak
Objek PPh dalam UU PPh dirincikan sebagai berikut:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang industri, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
- Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
- Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
- Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun
- Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk industri, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
- Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
17. Penghasilan dari usaha berbasis industri
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
19. Surplus Bank Indonesia.
Penghasilan yang Dikenakan PPh Final
Sedangkan penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan bersifat final adalah:
- Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
- Penghasilan berupa hadiah undian
- Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi industri yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
- Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
- Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Subjek pajak penghasilan adalah setiap warga wajib pajak
Siapa Saja Subjek Pajak Penghasilan
Subjek PPh adalah orang atau pihak yang bertanggungjawab atas pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak maupun bagian tahun pajak.
Subjek pajak penghasilan artinya orang yang harus membayar pajak penghasilan dan disebut sebagai Wajib Pajak (WP).
Status sebagai WP ini ditetapkan dengan cara yang bersangkutan mendaftarkan diri terlebih dahulu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Pendaftaran diri sebagai WP dilakukan di KPP tersebut harus sesuai dengan wilayah domisili yang bersangkutan.
Jenis Subjek PPh
Merujuk pada UU PPh, subjek pajak penghasilan terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya:
Orang Pribadi
Orang pribadi adalah subjek pajak penghasilan bagi yang mencakup orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun di luar Indonesia.
Subjek PPh Orang Pribadi (OP) ini terdiri terdiri dari:
Subjek PPh OP Dalam Negeri
Subjek PPh OP Dalam Negeri ini berlaku bagi yang telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Besar PTKP yang ditetapkan sebesar:
- Rp15.84.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi
- Rp1.320.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
- Rp15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam 8 ayat (1)
- Rp1.320.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga
Subjek PPh OP Luar Negeri
Subjek PPh OP Luar Negeri ini berlaku bagi yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia maupun melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Warisan yang belum terbagi
Apa maksud dari warisan yang belum terbagi ini sebagai subjek pajak?
Masih merujuk pada UU PPh No. 36/2008, yang dimaksud warisan belum terbagi sebagai subjek pajak PPh di sini agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal warisan tersebut tetap dilaksanakan.
“Artinya, warisan yang di tinggalkan oleh subjek pajak dalam negeri ini mengikuti status pewaris. Katika warisan yang di tinggalkan oleh pewaris tersebut belum dibagikan kepada ahli waris, bisa saja memberikan penghasilan meski pewaris tersebut telah meninggal.”
Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Jika warisan itu telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Sedangkan warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, maka tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti.
Kenapa? Karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
Note: Apakah Anda baru merintis usaha? Ketahui Solusi Pajak bagi ‘Startup’ yang Lagi Bakar Duit
Badan
Badan adalah subjek pajak yang merupakan orang dan/atau modal sebagai satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Badan bisa berupa perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, firma, kongsi, koperasi, dan lainnya.
Subjek PPh Badan adalah sebagai subjek pajak penghasilan ini terdiri dari:
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
- Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Badan Usaha Tetap (BUT)
Subjek PPh BUT adalah subjek pajak penghasilan yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak padan badan dalam negeri.
BUT ini merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
BUT wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak untuk mendapatkan NPWP. Kemudian menyampaikan SPT sebagai sarana pelaporan besarnya pajak terutang dalam satu tahun pajak.
Selain itu, pengenaan pajaknya dilaksanakan atas penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif umum seperti yang berlaku pada subjek pajak badan dalam negeri.
Ilustrasi pengusaha UMKM yang juga dikenakan Pajak Penghasilan
Apa Saja Jenis Pajak Penghasilan?
Pajak penghasilan ini terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan objek dan subjek yang dikenakan PPh. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh, di antaranya:
1. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 21
Definisi PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
Objek PPh Pasal 21
Objek pajak penghasilan pasal 21 di antaranya:
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima industri secara teratur berupa uang industri atau penghasilan sejenisnya
- Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan industri yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat industri, tunjangan hari tua
- Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah industri atau upah yang dibayarkan secara bulanan
- Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
- Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
Subjek yang dikenakan PPh 21
Jenis PPh 21 ini dikenakan pada wajib orang pribadi yang menerima penghasilan seperti penjelasan definisi PPh tersebut. Kategori subjek yang dikenakan PPh 21 ini seperti pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun maupun pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pekerja dan peserta kegiatan.
Subjek Pemotong PPh 21
Namun jenis PPh yang dibebankan atau dikenakan wajib pajak orang pribadi tersebut tidak dibayarkan sendiri oleh yang bersangkutan.
Akan tetapi jenis PPh 21 ini dipotong atau dipungut oleh perusahan/pemberi kerja melalui pemotongan pajak PPh Pasal 21.
Pihak pemotong/perusahaan/pemberi kerja kemudian menyetorkan atau membayarkan PPh 21 yang dipotong dari wajib pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan kena pajak tersebut ke kas negara.
Berikutnya, sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 21, akan memperoleh bukti pemotongan PPh Pasal 21 dari pihak yang memotong penghasilan tersebut.
Ilustrasi Pajak Penghasilan yang dikenakan pada kegiatan ekspor-impor
2. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 22
Definisi PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.
Objek PPh Pasal 22
Objek PPh Pasal 22 sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 adalah:
- Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir
- Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya
- Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran
- Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh KPA
- Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
- Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, yang merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi
- Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor
- Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir
- Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
- Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan.
Subjek yang dikenakan PPh 22
Jenis PPh 22 ini dikenakan pada wajib pajak badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.
Subjek pemotong PPh 22
Subjek yang memotong PPh Pasal 22 ini terbagi menjadi dua kategori utama, yakni:
Pemungut atau yang memotong PPh 22
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
- PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero)
- Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
Note: Diperpanjang hingga Desember 2020, manfaatkan insentif pajak berupa Importir Terdampak COVID-19 Bebas PPh 22 Impor, Ini Syaratnya
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh 22 saat penjualan
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan ndustry antara dan industri hilir
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
- Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan;
- Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan PMK No. 90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Ilustrasi Pajak Penghasilan yang dipotong dari perolehan hadiah
3. Pajak penghasilan Jenis PPh Pasal 23
Definisi jenis PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Objek PPh Pasal 23
Objek jenis PPh atau pajak penghasilan pasal 23 ini di antaranya:
- Dividen
- Bunga
- Royalti
- Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi
- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan
- Imbalan sehubungan dengan jasa industri, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Khusus untuk objek PPh 23 Jasa
Secara terinci yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015, khusus untuk objek PPh 23 Jasa di antaranya:
- Penilai (appraisal)
- Aktuaris
- Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
- Hukum
- Arsitektur
- Perencanaan kota dan arsitektur landscape
- Perancang (design)
- Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT)
- Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas)
- Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas)
- Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
- Penebangan hutan
- Pengolahan limbah
- Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services)
- Perantara dan/atau keagenan
- Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)
- Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
- Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
- Mixing film
- Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder
- Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
- Pembuatan dan/atau pengelolaan website
- Internet termasuk sambungannya
- Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program
- Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
- Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
- Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat
- Maklon
- Penyelidikan dan keamanan
- Penyelenggara kegiatan atau event organizer
- Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan
- Pembasmian hama
- Kebersihan atau cleaning service
- Sedot septic tank
- Pemeliharaan kolam
- Katering atau tata boga
- Freight forwarding
- Logistik
- Pengurusan dokumen
- Pengepakan
- Loading dan unloading
- Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis
- Pengelolaan parkir
- Penyondiran tanah
- Penyiapan dan/atau pengolahan lahan
- Pembibitan dan/atau penanaman bibit
- Pemeliharaan tanaman
- Permanenan
- Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan
- Dekorasi
- Pencetakan/penerbitan
- Penerjemahan
- Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 UU PPh
- Pelayanan pelabuhan
- Pengangkutan melalui jalur pipa
- Pengelolaan penitipan anak
- Pelatihan dan/atau kursus
- Pengiriman dan pengisian uang ke ATM
- Sertifikasi
- Survey
- Tester
- Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Subjek yang dikenakan PPh 23
Jenis PPh Pasal 23 ini dikenakan pada:
- Wajib pajak dalam negeri
- BUT
Subjek pemotong PPh 23
Pihak atau subjek yang memungut atau memotong jenis PPh Pasal 23 terbagi menjadi dua kategori, yakni:
Pemotong PPh 23 Bentuk Badan
- Badan pemerintah
- Subjek pajak badan dalam negeri
- Penyelenggara kegiatan
- Bentuk usaha tetap
- Atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
Pemotong PPh 23 oleh Orang Pribadi
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa saja) yang ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh 23.
Harus ada Surat Keputusan Penunjukan (SKP) yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP), namun tidak ada format baku yang tersedia, yaitu:
- Akuntan
- Arsitek
- Dokter
- Notaris
- Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
- Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
Ilustrasi Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan dari bunga obligasi/surat berharga
4. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final
Definisi PPh Pasal 4 ayat (2) atau juga disebut PPh Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas beberapa jenis penghasilan yang didapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final serta tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang.
Istilah ‘Final’ di sini artinya pemotongan pajaknya dilakukan hanya sekali dalam sebuah masa pajak.
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)/PPh Final
Objek jenis PPh atau pajak penghasilan pasal 4 ayat )2) atau PPh Final ini dikenakan pada jenis tertentu dari penghasilan atau pendapatan berupa:
- Penghasilan berupa bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan lainnya serta diskonto sertifikat Bank Indonesia
- Penghasilan berupa bunga dari obligasi swasta dan obligasi negara (SUN/Surat Utang Negara)
- Penghasilan berupa bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing
- Penghasilan berupa hadiah berupa lotre/undian
- Penghasilan dari transaksi saham/dividen dan surat berharga lainnya
- Penghasilan dari transaksi industri perdagangan di bursa
- Penghasilan dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan mitranya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
- Penghasilan dari transaksi atas pengalihan ndus dalam bentuk tanah dan/atau bangunan
- Penghasilan dari usaha jasa konstruksi
- Penghasilan dari usaha real estate
- Penghasilan dari sewa atas tanah dan/atau bangunan
- Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Subjek yang dikenakan PPh 4 ayat (2)/PPh Final
Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final.
Objek penghasilan yang dipotong PPh Final atau pajak UKM adalah usaha dengan total peredaran bruto (omzet) kurang dari hingga Rp4,8 miliar dalam setahun.
Subjek pemotong PPh 4 ayat (2)/PPh Final
Pemungutan jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu.
Pihak pemungut ini terdiri dari wajib pajak badan yang ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2) dan wajib padak orang pribadi yang merupakan pemungut PPh pasal 4 ayat (2) tanpa ditunjuk, di antaranya:
Wajib Pajak Badan
Sebagai pemungut, wajib pajak badan ini ditunjuk untuk memotong jenis PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya:
- Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk
- Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli
- Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi
- Penyelenggara undian
- Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk sekali pembayar dividen
- Pengusaha jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan pemotong pajak
Wajib Pajak Orang Pribadi
Sebagai pemungut, wajib pajak orang Pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya:
- Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak
- Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar untuk objek pajak pengalihan hak atas tanah/bangunan
Wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:
- Akuntan, arsitek, notaris, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas
- Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan, yang telah terdaftar sebagai wajib pajak dalam negeri
Alur pemotongan PPh 4 ayat (2)
Pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan.
Namun jika WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut.
Apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek jenis PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka WP tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut
Ilustrasi pengusaha UMKM yang dikenakan Pajak Penghasilan
5. Pajak Penghasilan Jenis PPh Final PP 23/2018
Jenis PPh Final ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Objek PPh Final PP 23/2018
Objek yang pajak pernghasilan final berdasarkan PP 23/2018 ini adalah penghasilan dari usaha yang dijalankan dengan jumlah penghasilan atau omzet/peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar dalam setahun.
Subjek yang dikenakan PPh Final PP 23/2018
Sedangkan pihak atau subjek yang dikenakan jenis PPh Final PP 23/2018 ini adalah para pelaku usaha yakni usaha kecil dan menengah (UKM).
Subjek pemotong PPh Final PP 23/2018
Pelaku usaha sebagai subjek yang dikenakan jenis PPh Final PP 23/2018 ini menyetorkan sendiri kewajiban pajaknya setiap bulan pada tahun pajak berjalan.
Ilustrasi kapal pesiar yang merupakan pengangkutan pelayaran jadi objek Pajak Penghasilan
6. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 15
Definisi PPh Pasal 15 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut dari wajib pajak yang bergerak pada industri-industri tertentu yang ditetapkan dalam UU PPh.
Objek PPh Pasal 15
Objek jenis PPh atau yang dikenakan pajak penghasilan pasal 15 di antaranya:
- Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima dari charter penerbangan dalam negeri
- Penghasilan yang diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal, baik dari Indonesia maupun dari luar negeri untuk usaha pelayaran
- Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia maupun luar negeri untuk usaha pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri
- Nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri yang punya kantor perwakilan di Indonesia dari penyerahan barang pada orang pribadi atau badan di Indonesia
- Jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk pemakaian bahan baku
Subjek yang dikenakan PPh 15
Jenis PPh 25 ini dikenakan pada:
- Perusahaan pelayaran
- Perusahaan pelayaran dalam negeri
- Perusahaan pelayaran asing
- Perusahaan maskapai penerbangan internasional
- Perusahaan asuransi asing
- Wajib pajak luar negeri/asing yang memiliki kantor perdagangan perwakilan di Indonesia tapi tidak memiliki perjanjian bilateral di bawah perjanjian pajak Indonesia (P3B/Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda)
- Pihak yang melakukan kemitraan dalam bentuk perjanjian bangun-guna-serah (BOT/build-operate-transfer)
Subjek pemotong PPh 15
Sedangkan untuk pihak atau subjek yang memotong jenis PPh Pasal 15 adalah:
- Pencharter yang merupakan badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, untuk objek pajak charter penerbangan dalam negeri
- Perusahaan pelayaran yang apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak, pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang
- Bagi perusahaan pelayaran dalam hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang
- Dalam hal pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh terutang
- Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang membayar/mencharter wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang untuk usaha pelayaran/penerbangan luar negeri
- Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib menyetor sendiri untuk usaha pelayaran/penerbangan luar negeri
- Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (contract manufacturing) internasional, yang merupakan wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk mainan anak-anak, dengan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis dan penentuan imbalan jasa dari pihak pemesan yang berkedudukan di luar negeri dan mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak. PPh terutang disetor sendiri oleh wajib pajak.
Ilustrasi gedung perkantoran salah satu objek Pajak Penghasilan dari penilaian kembali aktiva tetap
7. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 19
Dalam UU PPh No. 36/2008, pada Pasal 19 disebutkan:
(1) Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga.
(2) Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
Atas dasar itulah, diterbitkannya PMK No. 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan.
Artinya, perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.
Objek PPh 19 atau objek penilaian kembali aktiva
Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap:
- Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan
- Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak
Subjek PPh 19
Jenis PPh Pasal 19 ini dikenakan pada wajib pajak badan dalam negeri dan BUT, tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat.
Penghasilan dari saham yang diperoleh di luar negeri jadi objek Pajak Penghasilan
8. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 24
Definisi PPh Pasal 24 adalah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri, di mana pembayaran pajaknya bisa dikreditkan.
Sehingga jumlah pajak yang dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah dibayarkan di luar negeri tersebut. Dengan demikian tidak terkena pajak berganda.
Objek PPh Pasal 24
Objek pajak penghasilan jenis PPh Pasal 24 ini dikenakan atas:
- Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang memberikan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
- Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
- Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak.
- Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
- Penghasilan BUT adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
- Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
- Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada.
- Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu BUT adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Penghasilan luar negeri yang bisa jadi pengurang pajak
Sumber penghasilan kena pajak yang bisa digunakan untuk memotong utang pajak di Indonesia adalah:
- Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
- Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda bergerak.
- Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak.
- Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
- Pendapatan dari BUT di luar negeri.
- Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan.
- Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
- Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha tetap (BUT).
Subjek yang dikenakan PPh 24
Jenis PPh 24 ini dikenakan pada wajib pajak yang memiliki sumber penghasilan sebagai objek PPh Pasal 24.
Subjek pemotong PPh 24
Pihak atau subjek yang memotong pajak penghasilan jenis PPh Pasal 24 adalah wajib pajak badan maupun orang pribadi pemberi penghasilan atau dari pengalihan harta/aset di luar negeri.
Ilustrasi pedagang pengecer yang juga sebagai subjek Pajak Penghaslian
9. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 25
Definisi PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran setiap bulannya dalam tahun pajak berjalan dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun.
Objek PPh Pasal 25
Objek yang dikenakan pajak penghasilan pasal 25 ini adalah suatu penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan wajib pajak.
Subjek yang dikenakan PPh 25
Jenis PPh 25 ini dikenakan pada:
- Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha, seperti sebagai pedagang pengecer atau penyerahan jasa
- Wajib pajak badan yang melakukan suatu kegiatan usaha, seperti sebagai pedagang pengecer atau penyerahan jasa
Subjek pemotong PPh 25
Pajak penghasilan jenis PPh Pasal 25 ini tidak ada pihak yang memungut atau pemotongnya, akan tetapi wajib pajak badan atau wajib pajak pribadi yang melakukan usaha ini menyetor sendiri kewajiban PPh 25 ini dan tidak bisa diwakilkan.
Ilustrasi warga negara asing yang bekerja di Indonesia jadi objek Pajak Penghasilan
10. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 26
Definisi pajak penghasilan pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain BUT dari pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, dan perwakilan perusahaan luar negeri.
Objek PPh Pasal 26
Objek atau penghasilan yang dikenakan jenis PPh Pasal 26 di antaranya:
- Dividen
- Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
- Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
- Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
- Imbalan dan penghargaan
- Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
- Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
- Keuntungan karena pembebasan utang
Subjek yang dikenakan PPh 26
Jenis PPh 26 ini dikenakan pada dua kategori wajib pajak yakni seorang individu atau perusahaan sebagai wajib pajak luar negeri yakni:
- Pengoperasian Usaha di Indonesia
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- Memperoleh Penghasilan dari Indonesia
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pemotong PPh 26
Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran, seperti gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya kepada wajib pajak Luar Negeri, wajib memotong pajak penghasilan pasal 26 atas transaksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam PPh 26 ini.
Ilustrasi menghitung Pajak Penghasilan Kurang Bayar
11. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 29
Definisi PPh Pasal 29 adalah pajak penghasilan atau PPh Kurang Bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (jenis PPh Pasal 21, jenis PPh 22, jenis PPh 23, jenis PPh 24) dan PPh Pasal 25.
Subjek yang dikenakan PPh Pasal 29
Jenis PPh 29 ini dikenakan pada:
- Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu
- Wajib pajak badan
Aturan melunasi kekurangan pembayaran pajak terutang
Wajib pajak wajib melunasi kurang bayar pajak yang terutang tersebut sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh.
Jika tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak itu wajib dilunasi paling lambat 31 Maret bagi wajib pajak orang pribadi atau 30 April bagi wajib pajak badan setelah tahun pajak berakhir.
Jika tahun buku tidak dengan tahun kalender, misal dimulai dari 1 Juli hingga 30 Juni tahun depan, maka kekurangan wajib pajak harus dilunasi paling lambat 30 September bagi wajib pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi wajib pajak badan.
Karyawan Indonesia dan karyawan warga negara asing jadi subjek Pajak Penghasilan
12. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 21/26
Definisi PPh Pasal 21/26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Subjek pemotong PPh Pasal 21/26
Pihak pemotong atau yang memungut pajak penghasilan pasal 21/26 ini sesuai UU PPh terkait jenis PPh 21 dan PPh pasal 26 ini sama seperti yang sudah dijelaskan di atas.
PPh Pasal 23/26
Pengertian dari jenis PPh Pasal 23/26 adalah pajak penghasilan yang berasal dari transaksi badan usaha Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan perusahaan terkait jenis transaksi tertentu sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Terkait objek dan subjek yang dikenakan serta pemotong PPh Pasal 23/26 sesuai UU PPh untuk jenis PPh Pasal 23 dan PPh pasal 26 ini sama seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Ilustrasi pajak penghasilan atau Pajak Penghasilan
Berapa Tarif Pajak Penghasilan (Tarif PPh)?
Setiap jenis-jenis PPh ditetapkan besar tarif pajak berbeda-berbeda sesuai ketentuan yang berlaku dalam UU PPh. Berikut besar tarif PPh dari masing-masing pajak penghasilan:
1. Tarif PPh 21
Tarif PPh Pasal 21 berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 yang memiliki NPWP dan tidak punya NPWP, adalah:
Tarif PPh 21 memiliki NPWP
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh No. 36/2008, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif. Atau sama halnya dengan tarif PPh Pasal 21 dengan ketentuan besar tarif adalah:
- 5% untuk penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 per tahun
- 15% untuk penghasilan Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 per tahun
- 25% untuk penghasilan Rp250.000.000 sampai Rp500.000.000 per tahun
- 30% untuk penghasilan di atas Rp500.000.000 per tahun
- Untuk WP yang tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dikenakan tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP
Tarif PPh 21 tanpa NPWP
Bagi wajib pajak yang menerima penghasilan namun tidak memiliki NPWP, maka tarif pajak penghasilannya dikenakan 20% lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan terhadap yang memiliki NPWP, yakni:
- Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 20% lebih tinggi dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.
- Ketentuan di atas diterapkan untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.
- Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Desember, selisih pengenaan tarif sebesar 20% lebih tinggi tersebut diperhitungkan untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.
Ilustrasi tarif Pajak Penghasilan Impor
2. Tarif PPh 22
Besar tarif atau pungutan pajak penghasilan pasal 22 adalah:
Atas impor:
- Bagi yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor
- Bagi non-API = 7,5% x nilai impor
- Bagi yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang
Atas pembelian barang
Pembelian barang ini dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD, yakni:
= 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final)
Atas penjualan hasil produksi
Penjualan hasil produksi ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
- Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
- Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
- Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
- Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
Atas penjualan hasil produksi
Penjelasan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
- Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final
- Selain penyalur/agen bersifat tidak final
Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan, yaitu:
= 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir
Impor beberapa komoditas tersebut bagi importir yang menggunakan API, dengan tarif sebesar:
= 0,5% x nilai impor.
Atas penjualan
- Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20 miliar
- Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10 miliar
- Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
- Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
- Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5 miliar dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk (BM) yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud di atas yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
Ketentuan ini berlaku untuk pemungutan PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final.
Ilustrasi tarif pajak hadiah
3. Tarif PPh 23
Besar tarif pajak penghasilan pasal 23 ditetapkan sebesar:
- 15% dari DPP untuk pajak dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan
- 2% dari DPP untuk objek pajak lainnya
- 100% atau dua kali lipat tarif standar PPh 23, jika tidak memiliki NPWP
Pengenaan tarif PPh 23 yang mengalami kenaikan 2 kali lipat tarif standar karena tak punya NPWP ini maka besar tarifnya menjadi:
- 30% dari DPP untuk pajak dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan
- 4% dari DPP untuk objek pajak lainnya
Jumlah transaksi yang akan dikenakan angka tarif PPh yang naik 2 kali lipat ini adalah jumlah bruto sebelum Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Tarif Khusus PPh 23
Pada tarif kategori objek pajak hadiah dan penghargaan diterapkan ketentuan khusus, yakni:
- 25% dari DPP jika hadiah undian atau lotre yang dianggap sebagai penghasilan
- 20% dari DPP jika penerima hadiah dan penghargaan ekspatriat, dan bukan termasuk BUT internasional
- 15% dari DPP jika penerima adalah sebuah organisasi, termasuk BUT
- Hadiah lainnya dan penghargaan, termasuk penghargaan karier akan dikenakan tarif yang sama seperti halnya tarif pajak yang berlaku menurut PPh 21
4. Tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2)
PPh Final Pasal 4 ayat (2) ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi atau lainnya yang telah ditentukan pada objek-objek PPh 4 ayat (2) ini, di antaranya:
- 20% untuk penghasilan dari deposito, tabungan, diskonto SBI (Surat Berharga Indonesia)
- 5%-15% untuk penghasilan dari bunga obligasi
- 0-10% untuk penghasilan dari simpanan koperasi
- 0,1% untuk penghasilan atas penjualan saham
5. Tarif PPh Final PP 23/2018
Besar tarif PPh Final untuk UKM berdasarkan PP No. 23/2018 ditetapkan sebesar 0,5% dari penghasilan atau total omzet penjualan (peredaran bruto) per bulan. Pembayaran PPh Final PP 23/2018 ini dibayarkan pada tanggal 10 setiap bulannya.
Ilustrasi usaha penerbangan yang jadi objek Pajak Penghasilan
6. Tarif PPh 15
Besar tarif pajak penghasilan pasal 15 di antaranya:
Atas ‘charter’ penerbangan dalam negeri
- PPh terutang = 30% x Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NTPN)
- NTPN = 6% x Peredaran Bruto
- Tarif efektif PPh terutang = 1,8% x peredaran bruto (1,8% berasal dari 6% x 30%)
- Pelunasan PPh sebesar 1,8% ini merupakan pembayaran PPh Pasal 23 yang dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Atas pelayanan dalam negeri
- PPh terutang = 30% NTPN
- NTPN = 4% x Peredaran Bruto
- Tarif efektif PPh terutang = 30% x 4% Peredaran Bruto = 1.2% x Peredaran Bruto dan bersifat final
Atas pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri
- Penghasilan neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri ditetapkan sebesar = 6% dari peredaran bruto
- Besarnya pajak penghasilan bagi wajib pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri sebesar = 2,6% dari peredaran bruto dan bersifat final
Atas kantor perwakilan dagang asing di Indonesia
- Penghasilan neto = 1% dari nilai ekspor bruto
- Pajak penghasilan terutang = 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final
- Khusus dari negara mitra P3B = tarif pajak terutang disesuaikan tarif BPT (Branch Profit Tax) dari suatu BUT tersebut
Atas kegiatan usaha jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anak
- Penghasilan neto sebesar = 7% dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku
- PPh terutang sebesar = 2,1% dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku
- Ketentuan tarif norma sebesar = 7% berlaku sepanjang wajib pajak tidak mengadakan perjanjian penentuan harga transfer dengan DJP
7. Tarif PPh 19
- Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan PPh bersifat final sebesar = 10%
- Perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus PPh yang terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran paling lama 12 bulan sesuai ketentuan
8. Tarif PPh 24
Karena PPh Pasal 24 merupakan sebagai pengurang jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, maka perhitungan tarifnya menggunakan Pasal 17 ayat 1 UU PPh, yakni tarif pajak progresif.
9. Tarif PPh 25
Tarif jenis PPh Pasal 25 wajib pajak orang pribadi pengusaha atau badan tertentu adalah 0,75% dari jumlah peredaran bruto per bulan dari masing-masing tempat usaha. Pajak ini bersifat tidak final, sehingga dapat dikreditkan pada akhir tahun pajak.
Ilustrasi tarif Pajak Penghasilan yang berlaku
10. Tarif PPh 26
Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Akan tetapi jika mengikuti perjanjian pajak (tax treaty) atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif dapat berubah, sesuatu ketentuan yang berlaku.
Pengenaan tarif pajak penghasilan pasal 26 ini juga didasarkan dari DPP atau jumlah bruto penghasilan. Besar tarif PPh 26 ditetapkan sebesar:
Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Jumlah Bruto
Tarif 20 persen dari jumlah bruto yang dikenakan atas:
- Dividen
- Bunga (termasuk premium, diskonto, insentif terkait jaminan pembayaran pinjaman)
- Royalti, sewa, dan pendapatan lain terkait penggunaan aset/harta
- Imbalan/insentif terkait jasa, pekerjaan, dan kegiatan
- Hadiah dan penghargaan
- Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
- Premi swap dan transaksi lindung lainnya
- Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Perkiraan Penghasilan Neto
Tarif 20 persen dari perkiraan penghasilan neto ini dikenakan atas:
1. Penghasilan dari laba bersih atas pendapatan dari penjualan aset di Indonesia dengan nilai lebih dari Rp10 juta untuk setiap jenis transaksi berupa: perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil dan motor, kapal pesiar dan pesawat terbang ringan.
2. Besarnya perkiraan penghasilan neto ini untuk penjualan harta dengan jumlah persentase sebesar 25% dari harga jual.
3. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang pada perusahaan asuransi di luar negeri. Besar perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah:
- 0% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi asuransi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang
- 10% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang
- 5% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang
- Pengalihan atau penjualan saham. Besarnya perkiraan penghasilan neto ini 25% dari harga jual.
Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Laba Bersih Penjualan atau Pengalihan Saham Perusahaan
Laba bersih penjualan atau pengalihan saham perusahaan ini adalah antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan. Atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau BUT didirikan di Indonesia
Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak dari BUT di Indonesia
Tarif PPh 26 dari penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari BUT di Indonesia ini adalah yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak, suatu BUT di Indonesia.
Pengenaan tarif ini dikecualikan atas penghasilan tersebut jika penghasilan itu ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
- Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta Pendiri
- Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut
- Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya paling lama 1 tahun sejak perusahaan tersebut didirikan
- Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersial
Tarif PPh 26 sebesar 0% hingga kurang dari 20%
Tarif ini diberlakukan untuk negara-negara yang berada dalam perjanjian pajak (tax treaty) dengan Indonesia yang dikenal sebagai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Ilustrasi menghitung PPh
Contoh Perhitungan dan Penggunaan tarif Pajak Penghasilan
Seperti apa rumus dan contoh perhitungan dari masing-masing jenis pajak penghasilan tersebut, berikut rinciannya:
1. Rumus dan Contoh Perhitungan PPh 21
Karena pajak penghasilan pasal 21 merupakan pajak progresif, maka contoh perhitungannya seperti berikut ini:
Memiliki NPWP
Pak Kelik seorang pekerja lepas dan memiliki penghasilan kena pajak sebesar Rp95.000.000 dan Pak Kelik memiliki NPWP.
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah:
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah: |
= 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000 |
= 15% x Rp45.000.000 = Rp6.750.000 |
= Rp2.500.000 + Rp6.750.000 |
= Rp9.250.000 |
Tidak Memiliki NPWP
Pak Kelik pekerja bebas dengan gaji yang diterima sebesar Rp95.000.000, namun Pak Kelik tidak memiliki NPWP.
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika wajib pajak tidak memiliki NPWP adalah:
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika wajib pajak tidak memiliki NPWP adalah: |
= 5% x 120% x Rp50.000.000 = Rp3.000.000 |
= 15% x 120% x Rp45.000.000 = Rp8.100.000 |
= Rp3.000.000 + Rp8.100.000 |
= Rp11.100.000 |
2. Rumus dan Contoh Perhitungan PPh 22
Kali ini Klikpajak hanya mengambil contoh untuk perhitungan PPh Pasal 22 atas Impor Barang, dengan ilustrasi sebagai berikut:
PT AAA mengimpor barang dari Italia dengan harga faktur senilai US$200.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak termasuk dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam PMK No. 16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri sebesar 5% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 10% dari harga faktur.
Bea Masuk dan bea masuk tambahan masing-masing sebesar 15% dan 7%. Kurs pajak pada saat itu sebesar Rp14.000. Maka, perhitungan PPh Pasal 22 yang dipungut Ditjen Bea Cukai adalah:
No. | Diketahui | Perhitungan | Nilai (US$) |
a | Harga faktur (cost) | US$200.000 | |
b | Biaya asuransi (insurance) | (5% x US$200.000) | US$$10.000 |
c | Biaya angkut (freight) | (10% x US$200.000) | US$20.000 |
CIF |
(cost, insurance & freight) | (a+b+c) | US$230.000 |
d | CIF (dalam rupiah) | (US$230.000 x Rp14.000) | Rp3.220.000.000 |
e | Bea masuk | (15% x Rp3.220.000.000) | Rp483.000.000 |
f | Bea masuk tambahan | (10% x Rp3.220.000.000) | Rp225.400.000 |
Nilai Impor | (d+e+f) | Rp3.928.400.000 |
Perhitungan jika PT AAA memiliki API
= Tarif PPh 22 bagi yang memiliki API x Nilai Impor |
= 2,5% x 3.928.400.000 |
= Rp98.210.000 |
Perhitungan jika PT AAA tidak memiliki API
= Tarif PPh 22 bagi yang tidak memiliki API x Nilai Impor |
= 7,5% x Rp3.928.400.000 |
= Rp294.630.000 |
3. Rumus dan Contoh Perhitungan PPh 23
Note: Untuk ilustrasi perhitungan PPh Pasal 23 ini selengkapnya bisa Anda lihat di Ulasan Lengkap Pajak Penghasilan Pasal 23/26, Tarif, Penggunaan dan Perhitungannya
4. Rumus dan Contoh Perhitungan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Sebagai ilustrasi, Pak Kelik menyimpan uang di Bank AAA dalam bentuk deposito sebesar Rp500.000.000 dengan tingkat bunga 8% per tahun. Atas deposito tersebut, Pak Kelik menerima bunga setiap bulannya sebesar Rp40.000.000.
Maka PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong Bank AAA adalah:
Pajak deposito per bulan: |
= Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) untuk deposito x bunga per bulan |
= 20% x Rp40.000.000 |
= Rp8.000.000 |
Pajak deposito per tahun: |
= Pajak bunga deposito per bulan x 12 bulan |
= Rp8.000.000 x 12 |
= Rp96.000.000 |
5. Rumus dan Contoh Perhitungan PPh Final PP 23/2018
Note: Sebagai gambaran pengenaan PPh Final PP 23/2018 pada UKM, selengkapnya bisa Anda lihat tentang Bagaimana Cara Menghitung PPh Pengusaha?
6. Rumus dan Contoh Perhitungan PPh 15
Salah satu contoh perhitungan PPh Pasal 15 ini adalah untuk penerbangan dalam negeri, dengan ilustrasi sebagai berikut:
PT AAA merupakan perusahaan tekstil asal Jakarta menyewa pesawat terbang dari perusahaan penerbangan PT BBB di Semarang. Biaya sewa atau carter pesawat tersebut adalah Rp150.000.000. PT BBB merupakan perusahaan penerbangan dalam negeri.
Maka, PPh Pasal 15 terutang adalah:
= Tarif PPh Pasal 15 untuk penerbangan dalam negeri x Biaya Sewa Pesawat |
= 1,8% x Rp150.000.000 |
= Rp2.700.000 |
7. Rumus dan Contoh Perhitungan PPh 24
PT AAA di Indonesia sebagai pemegang saham tunggal dari BBB Inc., di Swiss. BBB Inc., pada 2020 memperoleh keuntungan sebesar US$250.000. Pajak penghasilan badan yang berlaku di Swiss adalah 8,5% dan pajak dividen di Swiss sebesar 35%.
Maka, perhitungan pajak atas dividen tersebut adalah:
Keuntungan BBB Inc. | = US$250.000 | |
Pajak penghasilan atas BBB Inc. | = 8,5% x US$250.000 | = US$21.250 (-) |
Laba setelah pajak | = US$228.750 | |
Pajak atas dividen | = 35% x US$228.750 | = US$80.062,5 (-) |
Dividen yang dikirim ke Indonesia | = US$148.687,5 |
PPh yang dikreditkan atas seluruh PPh terutang PT AAA adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima di luar negeri, yakni US$80.062,5.
Sedangkan PPh Badan atas BBB Inc., sebesar US$21.250 tidak dapat dikreditkan terhadap PPh Terutang atas PT AAA, karena pajak tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima PT AAA dari luar negeri, melainkan PPh yang dikenakan atas keuntungan BBB Inc., di Swiss.
8. Rumus dan Contoh Perhitungan PPh 25
Ada beberapa cara perhitungan untuk PPh Pasal 25 ini tergantu tempat tinggal dan tempat usahanya yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yakni:
Tempat tinggal dan tempat usaha berada di dalam satu KPP
Pak Kelik punya tempat tinggal yang digunakan sebagai tempat usaha sebagai pedagang pengecer di KPP A dan tidak memilih dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23/2018, maka wajib mendaftarkan NPWP di KPP A. Pak Kelik memiliki omzet sebesar Rp100.000.000 pada Juni 2020. Maka Pak Kelik hanya diterbitkan NPWP domisili saja, tidak perlu diterbitkan NPWP cabang.
Maka, perhitungannya adalah:
= 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor |
= 0,75% x Rp100.000.000 |
= Rp750.000 |
Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak pada akhir tahun.
Tempat tinggal dan tempat usaha berbeda KPP
Pak Kelik punya tempat tinggal di wilayah KPP A dan tempat usaha sebagai pedagang pengecer di wilayah KPP B, dan tidak memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23/2018. Maka Pak Kelik mendaftarkan NPWP di KPP A sebagai NPWP domisili dan juga mendaftarkan NPWP di KPP B sebagai NPWP Cabang/NPWP Lokasi.
Di KPP A, Pak Kelik tidak memiliki kewajiban PPh Pasal 25, sedangkan di KPP B, Pak Kelik punya kewajiban PPh Pasal 25. Pak Kelik memiliki omzet usaha di wilayah KPP B sebesar Rp80.000.000.
Maka, perhitungannya adalah:
= 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor |
= 0,75% x Rp80.000.000 |
= Rp600.000 |
Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak pada akhir tahun. Sedangkan pelaporan SPT Tahunan dilakukan di KPP A.
Tempat tinggal dan tempat usaha di lebih dari satu KPP
Pak Kelik punya tempat tinggal di KPP A, memiliki 2 tempat usaha sebagai pedagang pengecer di KPP B dan satu tempat usaha lainnya di wilayah KPP C. Pak Kelik tidak memilih dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23/2018.
Maka di KPP A, Pak Kelik diterbitkan NPWP domisili, tidak ada kewajiban PPh Pasal 25. Di KPP B diterbitkan 2 NPWP Cabang atas masing-masing tempat usaha dan memiliki kewajiban PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto dari masing-masing tempat usaha.
Di KPP C diterbitkan 1 NPWP Cabang atas 1 tempat usaha, PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto. Maka, perhitungannya adalah:
Lokasi | Omzet Sebulan | PPh Pasal 25 OPPT |
Usaha 1 di KPP B | Rp25.000.000 | Rp187.500 |
Usaha 2 di KPP B | Rp50.000.000 | Rp375.000 |
9. Rumus dan Contoh Perhitungan PPh 26
Note: Ilustrasi perhitungan PPh Pasal 26 ini selengkapnya bisa Anda lihat di Ulasan Lengkap Pajak Penghasilan Pasal 23/26, Tarif, Penggunaan dan Perhitungannya
Ilustrasi lapor SPT Pajak Penghasilan secara online
Jatuh Tempo Pembayaran dan Pelaporan Pajak
Berikut adalah batas waktu pembayaran pajak penghasilan, penyetoran pajak yang dipungut dan penyampaitan SPT Masa/Tahunan Pajak Penghasilan:
Penyampain SPT Tahunan PPh Badan
1. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan adalah paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak:
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan apabila dalam satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP.
2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan
PPh harus dibayar lunas sebelum SPT disampaikan.
Penyampaian SPT Masa
a. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lama 20 hari setelah akhir Tahun Pajak:
b. Tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
c. Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak untuk SPT Masa, yaitu:
- Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
- Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
- Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.
- Batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk SPT Masa, selengkapnya dalam tabel berikut ini;
No | Jenis Pajak | Batas Pembayaran (Paling Lambat) | Batas Pelaporan |
(Pasal 2 PMK 242/PMK.03/2014) | UU Bidang Perpajakan | ||
1 | PPh Pasal 4 (2) Setor Sendiri | Tgl. 15 bulan berikutnya | Tgl. 20 bulan berikutnya |
2 | PPh Pasal 4 (2) Pemotongan | Tgl. 10 bulan berikutnya | Tgl. 20 bulan berikutnya |
3 | PPh Pasal 15 Setor Sendiri | Tgl. 15 bulan berikutnya | Tgl. 20 bulan berikutnya |
4 | PPh Pasal 15 Pemotongan | Tgl. 10 bulan berikutnya | Tgl. 20 bulan berikutnya |
5 | PPh Pasal 21 | Tgl. 10 bulan berikutnya | Tgl. 20 bulan berikutnya |
6 | PPh Pasal 23/26 | Tgl. 10 bulan berikutnya | Tgl. 20 bulan berikutnya |
7 | PPh Pasal 25 | Tgl. 15 bulan berikutnya | Tgl. 20 bulan berikutnya |
8 | PPh 22 Impor Setor Sendiri (dilunasi bersama dengan Bea Masuk, PPN, PPnBM) | Saat penyelesaian dokumen PIB | – |
9 | PPh Pasal 22 Impor yang Pemungutan oleh Bea Cukai | 1 hari kerja berikutnya | Hari kerja terakhir minggu berikutnya |
10 | PPh Pasal 22 Pemungutan oleh Bendaharawan | Hari yang sama dengan pembayaran atas penyerahan barang | 14 hari setelah masa pajak berakhir |
11 | PPh Pasal 22 Migas | Tgl. 10 bulan berikutnya | Tgl. 20 bulan berikutnya |
12 | PPh Pasal 22 Pemungutan oleh WP Badan Tertentu | Tgl. 10 bulan berikutnya | Tgl. 20 bulan berikutnya |
13 | PPN & PPnBM | Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir & sebelum SPT Masa PPN disampaikan | Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir |
14 | PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri | Tgl. 15 bulan berikutnya | Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir |
15 | PPN atas Kegiatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean | Tgl. 15 bulan berikutnya setelah saat terutang pajak | Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir |
16 | PPN & PPnBM Pemungutan Bendaharawan | Tgl. 7 bulan berikutnya | Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir |
17 | PPN dan/atau PPnBM Pemungutan oleh Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN | Harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui KPPN | – |
18 | PPN & PPnBM Pemungutan Selain Bendaharawan | Tgl. 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir | Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir |
19 | PPh 25 WP Kriteria Tertentu yang dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa (Pasal 3 ayat (3B) UU KUP) | Harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir | 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir |
20 | Pembayaran masa selain PPh 25 WP Kriteria tertentu yang dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa (Pasal 3 ayat (3B) UU KUP) | Harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak | 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir |
d. Ketentuan terkait SPT Masa PPh Pasal 25:
1. Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah:
- WP OP yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas
- WP OP yang dalam satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP (kepada WP ini juga dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan)
2. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 melalui bank persepsi atau kantor pos persepsi dengan sistem pembayaran secara online dan Surat Setoran Pajak (SSP)-nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka SPT Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.
Penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
1. Batas waktu penyampaian SPT-nya adalah paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak
- Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
- Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan adalah WP OP yang dalam satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT disampaikan.
Agar lebih mudah menghitung, membayar dan melaporkan SPT pajak, gunakan aplikasi pajak online dari Klikpajak.id.
Klikpajak.id adalah Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau Application Service Provider (ASP) mitra resmi DJP yang disahkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2018.
Contoh fitur aplikasi pajak online Klikpajak
Fitur Lengkap Klikpajak: Bayar dan Lapor Pajak dalam Satu Platform
Kenapa mengurus semua perpajakan lebih mudah di Klikpajak?
Klikpajak.id memiliki fitur lengkap yang memudahkan urusan perpajakan Anda, mulai dari membuat e-Faktur, bukti potong, membuat Kode Billing, bayar billing hingga melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak hanya dalam satu platform.
Berikut fitur-fitur Klikpajak yang memudahkan Anda melakukan administrasi perpajakan menggunakan aplikasi pajak online mitra resmi DJP ini.
a. Anda Bisa Membuat e-Faktur Tanpa ‘Install’ Aplikasi
Karena berbasis web, Anda dapat membuat e-Faktur tanpa harus melakukan update atau menginstal aplikasi terlebih dahulu.
Seperti diketahui, mulai 1 Oktober 2020 DJP telah mewajibkan pengguna e-Faktur client desktop harus update e-Faktur 3.0 karena e-Faktur versi 2.2 telah ditutup.
Note: Ini perbedaan e-Faktur 3.0 dan e-Faktur 2.2.
Melalui e-Faktur Klikpajak, Anda dapat memanfaatkan fitur prepopulated pada e-Faktur 3.0 tanpa harus repot-repot melakukan instalasi dengan download patch terbaru untuk update fitur DJP ini.
“Langsung gunakan aplikasinya, biar Klikpajak yang mengurus sistemnya untuk mempermudah pembuatan e-Faktur dan pelaporan SPT Masa PPN Anda.”
Karena Klikpajak merupakan aplikasi pajak berbasis web (web based) yang didukung dengan teknologi cloud.
Cloud computing atau komputasi awan adalah teknologi yang menjadikan internet sebagai pusat server untuk mengelola data dan juga aplikasi pengguna.
Melalui teknologi cloud, Anda bisa menggunakan aplikasi tanpa harus mengunduh (download) dan memasang (install) aplikasi terlebih dahulu.
Bahkan pembuatan dan pengelolaan e-Faktur Anda semakin cepat karena salah satu kelebihan Klikpajak adalah terintegrasi dengan aplikasi akuntansi online Jurnal by Mekari – Simple Online Accounting Software.
Anda dapat menarik data langsung dari pembukuan atau laporan keuangan Jurnal.id tanpa harus keluar masuk platform lagi.
Tentu saja, hal ini semakin menghemat waktu Anda, bukan?
Cara Membuat e-Faktur dan Pelaporan SPT Masa PPN
Jadi, kemudahan berlipat Anda dapatkan dengan menggunakan e-Faktur Klikpajak adalah:
- Langsung menggunakan aplikasi e-Faktur tanpainstall terlebih dahulu
- Tidak perlu input data satu per satu secara manual saat membuat e-Faktur karena bisa langsung menarik data transaksi dari laporan keuangan ‘online’
- Membuat e-Faktur dan menyampaikan SPT Masa PPN lebih praktis dengan sistem yang terintegrasi dengan Jurnal.id
Untuk mengetahui bagaimana cara membuat e-Faktur, bayar PPN dan melaporkan SPT Masa PPN, lihat tutorialnya di SINI.
Lebih jelasnya bagaimana cara membuat:
- Cara membuat Faktur Keluaran
- Membuat Faktur Pengganti
- Cara membuat Faktur Pajak Pembatalan
- Membuat Faktur Pajak Retur
- Cara menghapus ‘Draft’ Faktur Pajak
Berikut panduan langkah-langkah membuat berbagai jenis Faktur Pajak melalui e-Faktur ‘Online’.
Contoh fitur membuat Faktur Pajak dan Lapor SPT Masa PPN di e-Faktur Klikpajak
b. Anda Bisa Membuat Bukti Potong PPh 23/26 di e-Bupot Klikpajak
Klikpajak juga dilengkapi fitur e-Bupot yang memudahkan Anda menerbitkan Bukti Potong dan mengelola bukti pemotongan dalam jumlah banyak lebih mudah.
Bahkan melalui fitur e-Bupot Klikpajak, Anda dapat langsung menarik data laporan keuangan elektronik yang akan dibuatkan bukti pemotongan pajaknya maupun pelaporan SPT PPh 23/26.
Wajib e-Bupot
Seperti diketahui, baik WP Pengusaha Kena Pajak (PKP) maupun Non-PKP yang melakukan transaksi yang mengharuskan membuat bukti pemotongan PPh 23/26 wajib menggunakan e-Bupot mulai 1 Oktober untuk masa pajak September 2020.
Wajib e-Bupot bagi WP PKP dan Non-PKP ini diatur dalam Kepdirjen Nomor KEP-368/PJ/2020 tentang Penetapan Pemotong PPh Pasal 23/26 yang Diharuskan Membuat Bukti Pemotongan dan Diwajibkan Menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 Berdasarkan PER-04/PJ/2017.
Note: Tutorial Langkah-Langkah Membuat Bukti Potong dan Lapor SPT PPh 23/26 di e-Bupot
Keunggulan e-Bupot Klikpajak
Berikut keunggulan e-Bupot Klikpajak yang dapat membantu bisnis perusahaan:
- Pengelolaan bukti pemotongan dalam jumlah banyak lebih mudah karena alur pembuatan yang efisien dan ramah penggunaan (user friendly).
- Penghitungan pajak otomatis pada SPT Masa PPh 23/26.
- Pengiriman bukti pemotongan pajak langsung ke lawan transaksi.
- Bukti pemotongan serta pelaporan SPT Masa PPh 23/26 tidak perlu ditandatangani dengan tanda tangan basah.
- Bukti pemotongan dan bukti pelaporan tersimpan aman, baik di Klikpajak dan DJP.
- e-Bupot Klikpajak juga terintegrasi dengan sistem pembukuan akuntansi online Jurnal.id, sehingga semakin mudah dalam pembuatan bukti potong.
- e-Bupot Klikpajak juga memiliki performa yang dapat di-scale up sesuai kebutuhan.
- Layanan support pajak yang dapat diandalkan dan tutorial dalam penggunaan aplikasi yang terus diperbarui.
- Fitur e-Bupot Klikpajak juga menyediakan data untuk kebutuhan rekapitulasi dan rekonsiliasi data faktur pajak atas transaksi yang dilakukan.
Contoh fitur membuat bukti potong dan lapor SPT PPh 23/26 di e-Bupot Klikpajak
c. Dapat Membuat Kode Billing Sekaligus Bayar Pajak di e-Billing
Sebelum menyetor pajak, Anda perlu mendapatkan Kode Billing atau ID Billing terlebih dahulu dari DJP sebagai syarat untuk membayar pajak.
Melalui e-Billing Klikpajak, Anda dapat membuat Kode Billing untuk semua jenis Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) dengan mudah dan gratis.
Semua riwayat ID Billing dan SSP akan tersimpan dengan aman sesuai jenis dan masa pajak yang diinginkan.
Begitu juga Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) juga akan disimpan dengan rapi dan aman pada Arsip Pajak di Klikpajak.
Sistem e-Billing akan membimbing Anda mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) elektronik dengan benar sesuai transaksi.
“Klikpajak akan menerbitkan ID Billing Anda resmi dari DJP dan Anda dapat langsung membayar pajak tanpa harus keluar dari platform. Karena e-Billing Klikpajak terintegrasi dengan bank persepsi yang ditunjuk DJP untuk menerima pembayaran/setoran pajak.”
Setelah pembayaran pajak selesai, Anda akan langsung menerima Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) resmi dari DJP.
Note: Langkah-langkah cara membuat Kode Billing dan Bayar Billing, selengkapnya lihat di SINI.
Contoh fitur membuat Kode Billing dan bayar pajak di e-Billing Klikpajak
d. Lapor SPT Pajak di e-Filing Klikpajak Gratis!
Melalui e-Filing Klikpajak, Anda dapat melaporkan semua jenis SPT Tahunan/Masa dengan langkah-langkah yang mudah.
Lapor SPT pajak di e-Filing Klikpajak juga gratis selamanya, seperti:
- SPT Tahunan Pajak Badan
- SPT Masa (Bulanan) Pajak
- SPT Tahunan Pajak Pribadi
Setelah menyampaikan SPT Pajak, Anda akan peroleh bukti lapor dalam bentuk elektronik, yakni Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) dari DJP, yang berisi:
- Informasi Nama Wajib Pajak (WP)
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
- Tanggal pembuatan BPE
- Jam pembuatan BPE
- Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE)
Melalui Klikpajak, Anda juga akan mendapatkan NTTE resmi dari DJP sebagai bukti lapor.
Anda juga dapat melihat tutorial penyampaian SPT Tahunan PPh Badan melalui video berikut ini:
Mudah Lihat Batas Waktu Bayar dan Lapor Pajak
Tak perlu bingung kapan waktunya harus membayar dan melaporkan pajak Anda tepat waktu.
Hindari sanksi atau denda telat bayar dan lapor pajak, lebih mudah lihat semua jadwal pembayaran dan pelaporan pajak pada kalender saku di Kalender Pajak Klikpajak.
e. Fitur ‘Multi User & Multi Company’ Unlimited dan Gratis!
Klikpajak juga dilengkapi dengan fitur multi user dan multi company yang semakin membuat aktivitas perpajakan Anda lebih efektif.
Fitur ‘Multi User’ Klikpajak adalah fitur yang memungkinkan Anda untuk dapat mengatur siapa saja dan berapa banyak pengguna yang dapat mengakses aplikasi Klikpajak di bawah nama perusahaan yang sama.
Sedangkan fitur ‘Multi Company’ Klikpajak adalah fitur yang memungkinkan Anda untuk mengelola beberapa perusahaan dalam satu akun Klikpajak.
Note: Lebih jelasnya bagaimana cara kerja fitur Multi User dan Multi Company ini, selengkapnya lihat di SINI.
Contoh fitur multi user dan multi company Klikpajak
Keamanan Data Terlindungi
Tenang, Anda dapat menyimpan berbagai riwayat pembayaran atau bukti pelaporan pajak maupun aktivitas pajak lainnya dengan nyaman, karena keamanan dan kerahasiaan data terjamin.
Sebab Klikpajak sudah bersertifikat ISO 27001 dari Badan Standar Internasional ISO yang menjamin standar keamanan sistem teknologi informasi.
Sehingga Anda tidak perlu khawatir kehilangan bukti bayar atau lapor pajak hilang jika terjadi kerusakan atau kehilangan komputer maupun laptop.
Ilustrasi keamanan data dan sistem keamanan cloud yang berlapis
f. Terintegrasi Jurnal.id, Administrasi Perpajakan Makin Mudah dan Cepat
Agar semakin mudah dan praktis dalam melakukan administrasi perpajakan Anda, gunakan juga pembukuan dan laporan keuangan dalam aplikasi akuntansi online Jurnal.id.
Karena aplikasi pajak online Klikpajak.id terintegrasi dengan aplikasi akuntansi online Jurnal.id.
Anda dapat menarik data transaksi dalam laporkan keuangan untuk langsung dibuatkan Faktur Pajaknya maupun Bukti Pemotongan pajaknya serta langsung saat diperlukan untuk melaporkan SPT pajaknya dengan cepat dalam satu platform.
Integrasi dengan Jurnal by Mekari ini merupakan teknologi canggih berbasis API integration yang membuat proses pengolahan data pajak dari bagian keuangan (accounting) lebih cepat dan mudah.
Jurnal.id adalah software akuntansi online berbasis cloud dengan laporan keuangan lengkap seperti:
- Neraca keuangan
- Arus kas
- Laba-rugi
Dan lainnya yang memudahkan Anda mengelola faktur, biaya, stok barang, cash link atau transfer langsung dalam aplikasi, hingga melihat ringkasan bisnis dari smartphone Anda.
Note: Ingin mengetahui bagaimana integrasi aplikasi akuntansi online Jurnal.id dan aplikasi pajak online Klikpajak.id ini semakin mempermudah urusan Anda, selengkapnya lihat di SINI.
Contoh fitur aplikasi akuntansi online Jurnal.id yang terintegrasi dengan aplikasi pajak online Klikpajak.id
Tim ‘Support’ Klikpajak Selalu Siap Membantu Anda!
“Fitur Klikpajak membantu mempermudah urusan perpajakan bagi Anda para pelaku usaha, konsultan pajak, maupun bagi Anda yang berprofesi pada bagian keuangan atau sebagai tax officer di perusahaan.”
Sebagai mitra resmi DJP, Klikpajak akan membantu Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan pajak Anda.
Tinggal klik, semua urusan pajak Anda selesai dalam sekejap!
Ingin melihat bagaimana Klikpajak dapat membantu bisnis atau aktivitas Anda dalam membuat Faktur Pajak, Bukti Pemotongan pajak, penyampaian SPT Tahunan/Masa PPh dan PPN, serta berbagai aktivitas perpajakan lainnya secara efektif yang dapat menghemat banyak waktu Anda?
“Jangan segan menghubungi kami, karena kami senang berbicara dengan Anda. Jadwalkan demo dan kami dapat menunjukkan caranya untuk memudahkan Anda. Klikpajak mengerti yang Anda butuhkan.”
Cukup daftarkan email Anda di www.klikpajak.id dan temukan bagaimana Anda dapat melakukan urusan pajak dengan sangat menyenangkan. Lebih mudah dari sekadar yang Anda bayangkan.
Sudah Tahu Jenis PPh yang Ada, Objek, Subjek, Tarif PPh dan Perhitungan, Bukan?
Pahami kewajiban pajak penghasilan Anda, jenis-jenis PPh apa saja yang menjadi keharusan untuk dibayarkan, karena mengurus perpajakan sangat mudah bersama Klikpajak.id.
Anda juga dapat melakukan perhitungan PPh dengan mudah karena kewajiban pajak Anda akan dihitung dengan akurat.
Sehingga Anda tidak perlu khawatir terjadi kesalahan perhitungan PPh yang mengakibatkan sanksi dan denda.
Penuhi semua kewajiban pajak penghasilan Anda demi membangun bangsa.