
Apakah perusahaan yang Anda kelola berbentuk PT yang didirikan dan terdaftar sebagai NPWP Badan? Bagaimana cara pilih tarif pajak perusahaan yang tepat?
Temukan tips dari Founder IBS Consulting, Ida Bagus Suadmaya, SE BKP., untuk memilih tarif pajak perusahaan yang sesuai dengan kondisi usaha. Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda.
Ketahui Jenis Tarif PPh Badan atau UMKM
Perlu diingat, tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan terbagi menjadi 2 yang didasarkan pada penggunaan metode pengelolaan keuangan, yakni:
- Metode Pencatatan
- Metode Pembukuan
Apa yang membedakan dari kedua metode tersebut terhadap penggunaan tarif PPh Badan atau UMKM?
Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan
Sebagai WP Badan, sebelum menentukan jenis tarif PPh Badan yang akan dipilih, terlebih dahulu pahami apa itu perbedaan Pencatatan dan Pembukuan.
Sebab sebagai WP Badan tidak akan lepas dari yang namanya laporan keuangan sebagai dasar untuk penghitungan pajak penghasilannya.
Ida Bagus mengakui tak sedikit WP yang mengaku ribet melakukan pembukuan dari usahanya sehingga memilih menggunakan metode Pencatatan yang sejatinya tidak cocok untuk jenis usahanya.
Padahal, menurutnya urusan pembukuan untuk sekarang ini bukanlah hal yang rumit.
Sebab seiring berkembangnya teknologi, urusan laporan keuangan atau pembukuan tidak perlu lagi dilakukan secara manual.
“Sekarang sudah banyak berkembang software pembukuan seperti Mekari Jurnal,” kata Ida Bagus.
Lalu, pencatatan dan pembukuan pajak, apa bedanya?
1. Pembukuan
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 28 Tahun 2007, Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi:
- Harta
- Kewajiban
- Modal
- Penghasilan
- Biaya
- Jumlah harga perolehan
- Dan penyerahan barang atau jasa,
Yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa:
- Neraca
- Dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Jika WP Badan memilih untuk melakukan pembukuan, artinya mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dengan memilih melakukan pembukuan, maka WP Badan akan dikenakan tarif PPh Badan normal Pasal 17.
Lalu, berapa persen tarif PPh Badan normal sesuai Pasal 17? Yakni sebesar 22% mulai 2022.
Sesuai Pasal huruf E (Pasal 31E) ada potong PPh Badan sebesar 50% yang dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan kena pajak.
“Kalau WP rugi, perusahaan tidak perlu bayar pajak jika perusahaan melakukan pembukuan (memilih tarif PPh Badan Pasal 17),” ucapnya.
Baca Juga: Konsultasi: Perbedaan Pencatatan dan Pembukuan Pajak yang Harus Dipahami Pebisnis
2. Pencatatan
Masih berdasarkan UU KUP, Pencatatan adalah data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar cara menghitung PPh terutang badan, termasuk di dalamnya penghasilan bukan objek pajak atau dikenai pajak.
Apabila perusahaan memilih menggunakan metode pencatatan, artinya mendaftarkan diri sebagai WP Badan UMKM yang belum PKP.
Dengan demikian, WP Badan akan dikenakan tarif PPh Final 0,5% dalam kurun waktu tertentu sesuai aturan dalam PP 23 Tahun 2018, ketika masa berlakunya sudah habis, akan otomatis dikenakan tarif PPh Badan normal sesuai Pasal 17.
“Kalau menggunakan pencatatan, untung atau rugi, perusahaan itu harus bayar pajak. Kadang kita terlena menggunakan tarif 0,5 persen, padahal itu malah berat juga jadinya,” jelasnya.
Berikut perbedaan penggunaan metode pencatatan dan pembukuan untuk tarif pajaknya:
A. Metode Pencatatan untuk PPh Badan UMKM Tarif PPh Final 0,5%
WP Badan UMKM yang menggunakan tarif PPh Final 0,5% dari omzet bruto hanya perlu menggunakan metode pencatatan dalam laporan keuangannya.
Tarif PPh Final 0,5% ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2018 menggantikan PP 23/2018 dan PP No. 46/2013 yang kala itu tarifnya ditetapkan sebesar 1% dari peredaran bruto.
WP Badan UMKM yang dapat menggunakan PPh Final sebesar 0,5% adalah WP yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp4,8 miliar setahun.
Perlu diingat, penggunaan tarif PPh Final 0,5% ini ada batas waktunya.
Setelah melewati masa penggunaan PPh Final 0,5% ini maka WP Badan otomatis dikenakan tarif umum atau tarif normal sesuai UU PPh Pasal 17.
Baca Juga: Panduan Pajak UMKM/UKM: Tarif dan Cara Menghitung
Contoh 1,
WP Badan UMKM mendirikan PT AAA pada 2018, masa PP 23/2018 berlaku tarif PPh Final 0,5%.
Karena perusahaan AAA ini berbentuk PT, maka hanya dapat menggunakan tarif PPh Final 0,5% selama 3 tahun saja hingga 2020.
Masuk Tahun Pajak 2021, PT AAA harus menggunakan tarif PPh Badan normal sesuai Pasal 17.
Contoh 2,
WP Badan UMKM berstatus PKP mendirikan PT BBB pada 2021 dan mengajukan penggunaan PPh Final 0,5%.
Maka PT BBB ini hanya dapat menggunakan tarif PPh Final sesuai PP 23 Tahun 2028 selama 3 tahun hingga 2023.
Masuk Tahun Pajak 2024, PT BBB harus sudah menggunakan tarif PPh Badan normal sesuai PPh Pasal 17.
Contoh 3,
PT CCC sudah mendirikan perusahaannya sejak 2015 yang kala itu statusnya sudah menjadi PKP dan menggunakan tarif PPh Badan normal sesuai PPh Pasal 17.
Namun selama setahun terakhir, omzet bruto usaha di bawah Rp4,8 miliar setahun.
Sehingga pada Desember 2021 mengajukan menggunakan tarif PPh Final 0,5% untuk Tahun Pajak 2022.
Maka PT CCC akan dikenakan tarif PPh 0,5% selama 3 tahun mulai 2022 hingga 2024.
Masuk Tahun Pajak 2025, PT CCC sudah harus kembali menggunakan tarif PPh Badan normal sesuai Pasal 17.
Contoh 4,
CV ADDA didirikan pada 2018 dan mengajukan penggunaan tarif PPh Final 0,5% sesuai PP 23 Tahun 2018.
Karena penggunaan tarif PPh Final 0,5% bagi CV berlaku 4 tahun, maka CV ADDA dapat menggunakan tarif PPh 0,5% ini hingga 2021.
Masuk Tahun Pajak 2022, CV ADDA sudah harus menggunakan tarif PPh normal sesuai Pasal 17.
Contoh 5,
CV ABBA sudah didirikan sejak 2012 dan memilih mengajukan sebagai WP Badan UMKM berstatus PKP.
Namun beberapa tahun terakhir pendapatan brutonya mengalami penurunan di bawah Rp4,8 miliar setahun.
Kemudian pada Desember 2029 CV ABBA mengajukan penggunakan PPh Final sesuai PP 23 Tahun 2018, untuk Tahun Pajak 2020.
Maka CV ABBA dapat menggunakan tarif PPh Final 0,5% dari omzet bruto ini hingga 2023.
Masuk Tahun Pajak 2024, CV ABBA sudah harus kembali menggunakan tarif PPh Badan normal sesuai Pasal 17.
B. Metode Pembukuan untuk PPh Badan atau UMKM dengan Tarif PPh Pasal 17
Metode pembukuan ini diberlakukan bagi UMKM atau WP Badan berstatus PKP dan dikenakan tarif PPh normal sesuai Pasal 17 UU PPh.
Tarif PPh normal atau PPh Badan adalah 25% dari Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku sejak 2010 sesuai Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008.
Melalui UU HPP, tarif PPh Badan turun menjadi 22% dari penghasilan kena pajak.
Baca Juga: Pajak PT: Ketentuan dan Jenis-jenisnya
Fasilitas Potongan Pajak 50% bagi WP Badan PKP
Kendati WP Badan UMKM ini sudah berstatus PKP dan harus menggunakan tarif PPh Badan normal sesuai Pasal 17, namun tetap dapat menggunakan fasilitas potongan pajak 50% selama jumlah omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.
Fasilitas potongan pajak 50% dari tarif PPh Badan normal ini diatur dalam Pasal 31 huruf E.
Contoh,
PT AAA sudah berstatus PKP namun memiliki omzet Rp4,7 miliar setahun dan menggunakan tarif PPh Badan normal sesuai pasal 17.
Maka PT AAA dikenakan tarif PPh Badan normal yang dikurangi 50% sesuai Pasal 31E.
Jadi, tarif PPh Badan PT AAA di tahun 2021 ini adalah 22% – 50% = 11% saja.
Ida Bagus Suadmaya dalam webinar Bincang Pajak bareng Klikpajak tentang lapor pajak badan WP Badan PT
Pentingnya Pilih Status WP Badan yang Tepat
Apa yang menjadi pilihan awal terkadang jadi penentu hasil ke depannya. Ini juga berlaku dalam hal perpajakan.
Untuk itulah Ida Bagus menekankan pentingnya memilih status WP Badan yang tepat pada saat mendirikan usaha.
Sebab pada saat mendaftarkan usaha untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Badan, akan dihadapkan pada 2 pilihan, yaitu:
- Pilih NPWP Badan UMKM dengan tarif PPh Final 0,5%, atau
- Memilih NPWP Badan Usaha Kena Pajak (PKP) dengan tarif PPh Badan umum atau normal
Sebab pilihan di awal sebagai WP Badan dengan status PKP atau bukan dapat memengaruhi operasional usaha.
“Jadi bagi yang buka usaha, apakah itu PT atau CV, pahami bahwa kita sekarang bisa memilih (status WP Badan). Tidak otomatis WP baru itu kalau UMKM langsung pakai tarif 0,5%. Tapi WP baru pun bisa memilih tarif Pasal 17,” kata Ida Bagus.
Menurut dia, kesalahan memilih penggunaan tarif PPh Badan antara pembukuan atau pencatatan dapat berdampak sangat signifikan pada bisnis.
A. Pilih Tarif PPh Final 0,5% atau Tarif PPh Badan Normal?
Sebagai WP Badan UMKM, pada saat memilih jenis tarif PPh ketika mendaftar NPWP Badan harus diperhatikan dengan baik, apakah pilihan tersebut sudah tepat atau tidak?
Begitu juga jika sudah menjalankan usaha cukup lama dan seiring berjalannya waktu, arus kas usaha tidak cocok dengan jenis tarif PPh yang selama ini digunakan.
Jangan sampai jenis PPh Badan yang dipilih nantinya justru tidak mendukung rencana pengembangan bisnis.
Sebab jika salah dalam menentukan pilihan jenis tarif PPh Badan yang diambil, dapat berdampak pada beban usaha yang besar.
Jika dibandingkan, tarif PPh Final 0,5% memang terkesan kecil ketimbang tarif PPh Badan normal Pasal 17 yang sebesar 25%.
Tapi ingat, ternyata dengan tarif PPh Final 0,5% tidak selalu menguntungkan bagi WP Badan atau bahkan justru malah merugikan ketimbang tarif PPh Badan normal.
“Tarif 0,5 persen kelihatannya kecil, ternyata sangat merugikan WP yang profit margin-nya kecil,” ungkap Ida Bagus.
Sebaliknya, kendati tarif PPh Badan normal Pasal 17 terlihat besar, namun justru bisa saja lebih menguntungkan WP Badan.
B. Cara Pilih Tarif PPh Badan yang Tepat Sesuai Jenis Usaha
Jadi, lebih hemat tarif PPh Badan yang menggunakan metode pembukuan atau pencatatan?
Ida Bagus memberikan gambaran penggunaan tarif PPh Final dan tarif PPh Badan normal yang tepat sesuai dengan jenis usaha melalui beberapa contoh berikut ini:
Contoh 1,
Usaha Rokok
PT A jual rokok dengan harga Rp1.000.000 dan untung Rp10.000 per ball (margin 1%).
Tahun 2019 omzet mencapai Rp4.000.000.000 dengan biaya operasional 0,75%.
Berikut cara menghitung PPh badan yang harus dibayar PT A dengan dua gambaran jika menggunakan tarif PPh Final 0,5% dan tarif PPh Badan normal Pasal 17.
Keterangan | Pencatatan | Pembukuan |
Penjualan | Rp4.000.000.000 | Rp4.000.000.000 |
HPP | Rp3.960.000.000 | Rp3.960.000.000 |
Laba Kotor | Rp40.000.000 | Rp40.000.000 |
% | 1 | 1 |
Biaya Operasi | Rp30.000.000 | Rp30.000.000 |
Laba Bersih | Rp10.000.000 | Rp10.000.000 |
Pajak | Rp20.000.000 | Rp1.100.000 |
Laba Setelah Pajak | -Rp10.000.000 | Rp8.900.000 |
% | -0,25 | 0,22 |
“Bisa dilihat perbandingannya, bahwa tarif 0,5 persen ini berat buat yang jualan rokok. Karena beban pajaknya itu lebih besar daripada jika kita melakukan pembukuan (gunakan tarif PPh Badan normal Pasal 1),” jelasnya.
Contoh 2,
Tuan A (K/1) memiliki usaha jual handphone. Ia menjual HP dengan harga Rp3.000.000 dan untung Rp50.000 (margin 2%).
Tahun 2019 omzet Rp4.000.000.000 dengan biaya operasional 0,5%.
Maka PPh yang dibayarkan adalah:
Keterangan | Pencatatan | Pembukuan |
Penjualan | Rp4.000.000.000 | Rp4.000.000.000 |
HPP | Rp3.920.000.000 | Rp3.920.000.000 |
Laba Kotor | Rp80.000.000 | Rp80.000.000 |
% | 2 | 2 |
Biaya Operasi | Rp20.000.000 | Rp20.000.000 |
Laba Bersih | Rp60.000.000 | Rp60.000.000 |
PTKP | ||
DPP | Rp1.500.000 | |
Pajak | Rp20.000.000 | Rp75.000 |
Laba Setelah Pajak | Rp40.000.000 | Rp59.925.000 |
% | 1,00 | 1,5 |
“Itu contoh WP Perorangan ya, dan kalaupun WP Badan pun dengan laba bersih Rp60 juta, ini tarif pembukuan tetap lebih murah, karena Rp60 juta dikali 11% itu ada di Rp6 jutaan. Kalau di pencatatan itu kena Rp20 juta dari Rp4 miliar. Jadi tetap pembukuan itu jauh lebih menguntungkan kalau kita punya margin 2%,” jelas Ida Bagus.
Contoh 3,
CV A jual aksesoris HP dengan harga Rp100.000 untung Rp40.000 (margin 40%).
Tahun 2019 omzet CV A Rp2.500.000.000 dengan biaya operasional 5%.
Maka pajak penghasilan yang harus dibayar adalah:
Keterangan | Pencatatan | Pembukuan |
Penjualan | Rp2.500.000.000 | Rp2.500.000.000 |
HPP | Rp1.750.000.000 | Rp1.750.000.000 |
Laba Kotor | Rp750.000.000 | Rp750.000.000 |
% | 30 | 30 |
Biaya Operasi | Rp125.000.000 | Rp125.000.000 |
Laba Bersih | Rp625.000.000 | Rp625.000.000 |
Pajak | Rp12.500.000 | Rp68.750.000 |
Laba Setelah Pajak | Rp612.500.000 | Rp556.250.000 |
% | 24,50 | 22,25 |
“Dari hitungan itu laba bersihnya kalau dengan pencatatan 24,5 persen, tapi kalau dengan pembukuan laba bersihnya hanya 22,25 persen. Jadi dengan margin besar, menggunakan pencatatan itu masih menguntungkan daripada pembukuan,” tutur Ida Bagus.
Contoh 4,
CV A agen beras dengan harga Rp250.000 dan untung Rp5000 (margin 2%).
Tahun 2019 CV A memperoleh omzet Rp4.000.000.000 dengan biaya operasional 1%.
Maka pajak penghasilan yang dibayarkan adalah:
Keterangan | Pencatatan | Pembukuan |
Penjualan | Rp4.000.000.000 | Rp4.000.000.000 |
HPP | Rp3.920.000.000 | Rp3.920.000.000 |
Laba Kotor | Rp80.000.000 | Rp80.000.000 |
% | 2 | 2 |
Biaya Operasi | Rp40.000.000 | Rp40.000.000 |
Laba Bersih | Rp40.000.000 | Rp40.000.000 |
Pajak | Rp20.000.000 | Rp4.400.000 |
Laba Setelah Pajak | Rp20.000.000 | Rp35.600.000 |
% | 0,50 | 0,89 |
“Jualan beras ternyata margin-nya kecil. Kalau simulai apakah kita pilih pencatatan atau pembukuan? Kalau kita pilih pencatatan, pajaknya itu dengan omzet Rp4 miliar, pajaknya Rp20 juta,” jelasnya.
Sedangkan jika memilih pembukuan, lanjut Ida Bagus, dengan margin tipis yang 2 persen, ini pajaknya hanya Rp4,4 juta.
Jadi perbedaannya cukup besar, yakni Rp15,6 juta yang bisa dihemat pajaknya dengan memilih skema dari pembukuan.
Baca Juga: Contoh Laporan Keuangan & Cara Membuatnya untuk Administrasi Perpajakan
Masih bingung pilih tarif dari metode pembukuan atau pencatatan?
“Jadi untuk tax planning, harus mengetahui estimasi profit margin terlebih dahulu. Kalau tidak mengetahui profit margin atau laba kotor, akan kesulitan memilih mana sebaiknya tarif PPh yang akan digunakan,” kata dia.
Dari beberapa contoh di atas dapat dikatakan bahwa sebelum mendaftarkan NPWP perusahaan, harus teliti dulu dari margin usaha cocoknya menggunakan tarif umum PPh Badan Pasal 17 atau PPh Final 0,5%.
“Dari empat simulasi tadi, dapat kita simpulkan bahwa bisnis dengan margin rendah seperti rokok, sembako, pulsa dan lain-lain, yang margin-nya di bawah 5%, lebih hemat (pajak) jika menggunakan tarif Pasal 17 atau pembukuan,” papar Ida Bagus.
Kapan Waktu yang Tepat Beralih Gunakan Tarif PPh Badan?
Sebagai WP Badan yang masih diberikan keleluasaan memilih tarif PPh yang dapat digunakan, yakni WP Badan PKP maupun Non-PKP, sebaiknya pahami penggunaan kedua tarif PPh ini.
Ida Bagus menekankan, kendati awalnya pada tahun pertama usaha didirikan mendaftarkan oleh Notaris atau salah mendaftar sebagai WP Badan yang menggunakan metode pencatatan dengan tarif PPh Final 0,5%, masih bisa diubah di tahun berikutnya.
“Tahun kedua, segeralah beralih mengajukan di KSWP untuk dikukuhkan sebagai WP yang melakukan pembukuan. Sehingga pajaknya lebih murah kalau memang kita merasa margin yang didapatkan rendah,” kata dia.
A. Bagaimana Cara Beralih dari Tarif PPh Badan Sebelumnya?
Tenang, DJP tetap memberikan privilege bagi Sobat Klikpajak untuk mengganti pilihan jenis tarif PPh yang sebelumnya digunakan.
“Jadi meskipun kita WP lama, itu juga bisa memilih untuk beralih ke tarif pajak, misalnya dari tarif pajak UMKM ke tarif pajak Pembukuan (PPh Badan normal pasal 17),” ucap Ida Bagus.
Cara beralih menggunakan jenis tarif PPh Badan sangat mudah, yakni dengan mengakses aplikasi informasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) DJP.
Berikut cara beralih jenis tarif PPh Badan dari sebelumnya 0,5% ke tarif PPh Badan normal Pasal 17, atau sebaliknya:
- Buka laman resmi DJP dan login di www.djponline.pajak.go.id
- Pilih menu “KSWP”
- Isikan form yang tertera sesuai petunjuk untuk pindah dari sebagai WP Pencatatan yang menggunakan tarif PPh Final 0,5% ke tarif Pembukuan Pasal 17 atau sebaliknya.
“Lakukan peralihan pemilihan tarif PPh Badan ini pada bulan Desember. Jadi, Desember ini harus mengajukan pemilihan di KSWP,” ujarnya.
Pajak Penghasilan Final: Objek, Tarif dan Perhitungan PPh Final
B. Bagaimana Persiapan Lapor Pajak Badan WP Badan PT di Masa Transisi?
Seperti diketahui WP Badan PT yang menggunakan tarif PPh Final 0,5% mulai 2018, sudah harus berakhir di 2020.
Memasuki tahun 2021, WP Badan PT yang sudah menggunakan tarif 0,5% selama 3 tahun sejak mendaftarkan pada 2018, harus kembali menggunakan tarif PPh normal Pasal 17.
Jadi, bagi WP Badan PT yang sudah menggunakan tarif PPh Final sejak 2018 lalu, maka pada 2021 merupakan masa transisi aturan yang harus dipersiapkan untuk cara lapor pajak badan online Tahun Pajak 2021 karena sudah tidak boleh menggunakan tarif PPh 0,5%.
Transisi aturan bagi WP Badan UMKM di sini adalah sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 99 Tahun 2018 Pasal 9, perhitungan angsuran pajak dengan 2 skema, yaitu:
- Menggunakan angsuran PPh Pasal 25
Penggunaan angsuran Pasal 15 ini sesuai tarif pajak Pasal 17 yakni dengan mendapatkan pengurangan 50% sesuai Pasal 31 E menjadi 11% untuk tahun 2020-2021.
- Menggunakan skema WP Baru
Sesuai PMK 216 Tahun 2018 untuk WP Badan UMKM yang memilih skema WP Baru, maka angsuran pajak Pasal 15 menjadi Nihil atau angsuran nihil.
“Nah, untuk pelaporan SPT untuk UMKM itu sudah diatur standarnya harus ada laba rugi, kemudian neraca, dan catatan laporan keuangan,” jelas Ida Bagus.
Baca Juga: Cara Lapor SPT Tahunan UMKM Online di e-Filing dan Dokumen yang Disiapkan
Bagaimana persiapan lapor pajak badan UMKM?
Berikut adalah ketentuan cara mengisi SPT Tahunan UMKM:
Lampiran I
- Wajib mengisi Lampiran I meskipun Final dan Penghasilan Kena Pajak nol
- Harus melakukan rekonsiliasi fiskal
- Semua pendapatan direkonsiliasi di kolom IV
- Seluruh biaya harus direkonsiliasi di penghasilan koreksi fiskal positif
Lampiran II
Lampiran II ini untuk mencerminkan potensi khususnya potong/pungut yang diisi oleh AR.
- Harus melihat equalisasi (apakah objek pajak sudah dilaporkan)
- Harga pokok harus sama dengan neraca
- Biaya di luar usaha juga harus sama dengan neraca
“Mengisi lampiran II Formulir 1771 ini harus hati-hati, apakah pengelompokan biaya-biaya tersebut sudah dilakukan pemotongan/pemungutan pajak atau belum. Jadi ini bukan sekadar mengisi kolom ya, tapi juga meneliti apakah objek-objek pajak tersebut sudah dibayar,” kata Ida Bagus.
Kesimpulan
Pilih tarif pajak perusahaan harus tepat dan disesuaikan dengan kondisi ataupun jenis usahanya agar justru tidak dirugikan.
Apabila penghasilan yang diperoleh perushaan masih sesuai ketentuan dpat menggunakan tarif PPh Final 0,5% dari peredaran bruto.
Namun penggunaan tarif setengah persen ini ada batas waktunya sesuai subjek pajaknya. Setelah masa berlakunya habis, perusahaan harus menggunakan tarif PPh Pasal 17.
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018“
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan“