Kewajiban pajak penghasilan PPh pasal 4 ayat 2 sewa bangunan atau yang lainnya berapa persen? Pelajari selengkapnya pengertian, tarif, penggunaan PPh Pasal 4 ayat 2 dan cara pelaporan PPh Final 4 ayat 2 terbaru bagi perusahaan.
Mekari Klikpajak akan memberikan update tarif, objek pajak, peraturan PPh final pasal 4 ayat 2 terbaru dan contoh soal.
Aturan PPh Pasal 4 ayat 2 cukup kompleks mengatur pajak penghasilan, yang dikenakan pada Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) untuk beberapa jenis penghasilan yang WP tersebut peroleh.
Selain itu, ketentuan yang dibuat juga sangat penting untuk dipahami. Sebab ada beberapa penghasilan yang dikenakan pada jenis Pajak Penghasilan 4 ayat 2 ini.
Bukan hanya itu, tarif PPh Final serta cara perhitungannya pun berbeda sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia.
Pemotongan pajak penghasilan PPh tersebut bersifat final yang artinya, pemotongan pajaknya hanya sekali dalam satu masa pajak atau pada saat transaksi.
Mengapa pemotongan PPh 4 ayat 2 bersifat final, dan besarnya berapa persen?
Karena pertimbangannya adalah kemudahan, kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu dan pertimbangan lainnya.
Perlu dipahami, tarif PPh Final terbaru ini juga berbeda-beda untuk setiap jenis penghasilan.
Terus simak penjelasan lengkap tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2, berapa tarif jasa konstruksi dan penggunaannya dari Klikpajak.id.
Pengertian Umum PPh 4 ayat 2 dan Objek Pajaknya
Pajak Penghasilan atau PPh 4 ayat 2 adalah pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa tertentu dan sumber tertentu seperti jasa kontsruksi, sewa tanah/bangunan, pengalihan hak atas tanah/bangunan, hadiah undian, dan lainnya.
Jadi PPh Final 4 ayat 2 adalah pajak penghasilan atas jenis penghasilan tertentu yang bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang.
Lalu, apa saja objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 ini, juga berapa persen yang harus dibayar?
Objek Pajak PPh Pasal 4 Ayat 2
Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 dikenakan pada penghasilan atau pendapatan tertentu, yang di antaranya berupa:
1. Bunga deposito/obligasi
Objek pajak PPh Pasal 4 ayat 2 seperti penghasilan dari bunga deposito dan jenis-jenis tabungan, bunga dari obligasi dan obligasi negara, dan bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi pada anggotanya
2. Hadiah
Objek PPh Final pasal 4 ayat 2 berikutnya penghasilan dari hadiah seperti menang lotre atau undian, dimana berapa persen yang harus dibayar adalah mengikuti regulasi dari pemerintah.
3. Transaksi saham/surat berharga
Berikutnya, objek PPh 4 ayat 2 adalah penghasilan dari transaksi saham dan surat berharga lainnya, transaksi derivatif perdagangan bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan mitra perusahaan yang diterima oleh perusahaan modal usaha.
4. Pengalihan aset/sewa tanah/bangunan
Objek pajak PPh Pasal 4 ayat 2 selanjutnya yaitu penghasilan dari transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau bangunan meliputi penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati.
Kemudian objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa: tanah, rumah, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, bangunan industri.
Selain itu, objek PPh final 4 ayat 2 juga untuk usaha jasa konstruksi (kontraktor), usaha real estate dan penghasilan dari perencanaan/pengawasan konstruksi (konsultan.
5. Pendapatan lainnya
Penghasilan yang juga sebagai objek Pajak Penghasilan Final 4 ayat 2 adalah pendapatan lainnya yang spesifik seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Baca juga tentang Dear Kontraktor, Begini Aturan Baru PPh Peralihan Usaha Migas
Untuk menjadi perhatian, ketika pajak PPh Pasal 4 Ayat 2 dikenakan atas transaksi antara perusahaan dan individu, di mana perusahaan bertindak sebagai penerima penghasilan tersebut, maka perusahaan wajib menyelesaikan pajak ini.
Adapun dalam kasus transaksi yang terjadi antara dua perusahaan, maka pembayar harus mengumpulkan dan menyelesaikan pajak, bukan penerima penghasilan.
Sudah tahu, kan? Buat bukti pemotongan dan lapor SPT PPh Masa lewat e Bupot Unifikasi.
Lebih mudah memahaminya, baca ilustrasi dalam artikel Pentingnya e-Bupot Unifikasi bagi Perusahaan.
Baca juga: Perhitungan PPh 23 dan Contoh Menghitung Pajaknya
Tarif PPh Pasal 4 ayat 2 Terbaru Berapa Persen?
Tarif Pajak Penghasilan Pasal PPh 4 ayat 2 yang dikenakan kepada WP badan dan WP OP berapa persen akan merujuk pada sumber-sumber penghasilan yang diterima.
Mengenai hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Berikut ini macam-macam objek pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 dengan tarifnya masing-masing yang telah diatur pemerintah:
1. Bunga deposito / tabungan, diskonto SBI dan jasa giro
Tarif PPh Pasal 4 ayat 2 untuk objek pajak bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro (kecuali yang diterima bank, dana pensiun, tabungan kepemilikan rumah RSS, tabungan atau deposito di bawah Rp7.000.000) sebesar 20%
Tarif ini merupakan bunga dari kewajiban. Penjelasan lebih rinci termaktub dalam Pasal 4 (2) a UU PPh jo PP 131 Tahun 2000 jo KMK 51/2001.
2. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi ( kecuali bunga di bawah Rp240.000 tidak dikenakan pajak ) kena PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 10%.
Tarif ini sesuai ketentuan dalam Pasal 4 (2) a dan Pasal 17 (7) jo PP No. 15 tahun 2009.
3. Bunga obligasi (surat utang negara) dan SUN lebih dari 12 bulan
Ketentuan tarif ini sesuai Pasal 4 (2) a UU PPh jo PP No. 16 Tahun 2009.
Berikut rincian tarif pajaknya:
- 15% : untuk bunga dari obligasi dengan kupon bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT (Badan Usaha Tetap)
- 20% : untuk bunga dari obligasi dengan kupon bagi wajib pajak luar negeri non BUT sesuai P3B
- 15% : untuk diskonto dari obligasi dengan kupon bagi wajib pajak luar negeri non BUT sesuai BUT (Penghasilan dari selisih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi)
- 20% : untuk diskonto dari obligasi dengan kupon bagi wajib pajak luar negeri non BUT sesuai P3B (Penghasilan dari selisih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi)
- 15% : untuk diskonto dari obligasi tanpa bunga bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT (Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi)
- 20% : untuk diskonto dari obligasi tanpa bunga bagi wajib pajak luar negeri non BUT sesuai P3B (Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi)
- 0% : untuk bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh wajib pajak reksa dana yang terdaftar pada Badan Pengawal Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk tahun 2009 – 2010
- 5% : untuk bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh wajib pajak
- 15% : untuk bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh wajib pajak reksa dana yang terdaftar pada Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk tahun 2014 dan seterusnya
4. Dividen yang diterima/diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Dividen yang diterima atau diperoleh WP Pribadi dalam negeri dikenakan tarif pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 sebesar 10%.
Tarif pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 dividen ini diatur dalam Pasal 17 (2c) dan Pasal 4 (2) UU PPh.
5. Hadiah undian
Tarif pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 pada hadiah, lotre atau undian sebesar 25% seperti diatur dalam PP No. 132 Tahun 2000.
6. Transaksi derivatif berupa kontra berjangka yang diperdagangkan di bursa
Tarif pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 untuk transaksi derivatif berupa kontrak berjangka panjang yang diperdagangkan di bursa sebesar 2,5% dari margin awal sebagaimana telah diatur PP No. 17 Tahun 2009.
7. Transaksi penjualan saham pendiri
- 0,5% : untuk transaksi penjualan saham pendiri, yang diatur dalam PP No. 14 Tahun 1997 jo KMK 282/KMK.04/1997 jo SE-15/PJ.42/1997 dan SE 06/PJ/14/1997.
- 0,1% : untuk transaksi penjualan bukan saham pendiri
8. Persewaan atas tanah dan/atau bangunan
Tarif pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 untuk persewaan atas tanah dan/atau bangunan diatur dalam Pasal 4 (2) d UU PPh jo PP No. 71 Tahun 2008.
- 10% x jumlah bruto (nilai persewaan): untuk sewa tanah / bangunan
9. Pengalihan hak atas tanah/bangunan dan RSS dan Rumah Susun
- 5% : untuk wajib pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, termasuk usaha real estate ( kecuali pengalian oleh WP Pribadi yang berpenghasilan di bawah PTKP dengan nilai pengalihan kurang dari Rp60.000.000, penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, hibah, warisan atau cara lain kepada pemerintah, untuk pelaksanaan pembangunan dan kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
- 1% x jumlah bruto (nilai pengalihan): untuk pengalihan rumah sederhana dan rumah susun sederhana oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
- 0% : atas pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau kantor/ instansi pemerintah
- 2,5% x jumlah bruto (nilai pengalihan): untuk lainnya
10. Transaksi penjualan saham
Tarif Pajak Penghasilan pasal 4 (2) untuk transaksi penjualan saham atau pengalihan penyerahan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura sebesar 0,1% sebagaimana diatur dalam PP No. 4 Tahun 1995.
Baca juga: Pengertian Wajib Pajak Adalah: Cara Hitung, Bayar, Lapor Pajak
Peraturan PPh Final Pasal 4 Ayat 2 Terbaru Jasa Konstruksi
Tarif lama PPh Pasal 4 ayat 2 jasa konstruksi diatur dalam Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No. 51 Tahun 2008 jo PP No. 40 Tahun 2009.
- 2% : untuk pelaksana jasa konstruksi kecil
- 4% : untuk pelaksana jasa konstruksi tanpa sertifikasi
- 3% : untuk pelaksana jasa konstruksi sedang dan besar
- 4% : untuk perancang atau pengawal jasa konstruksi oleh penyedian jasa konstruksi bersertifikasi usaha
- 6% : untuk perancang atau pengawas jasa konstruksi oleh penyedia jasa konstruksi bersertifikasi usaha
Sedangkan tarif PPh Pasal 4 ayat terbaru Jasa Kontruksi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 9 Tahun 2022 yang berlaku mulai 21 Februari 2022, adalah sebagai berikut:
- 1,75% x nilai kontrak (tidak termasuk PPN) : untuk pekerjaan konstruksi, dilakukan oleh (kontraktor pelaksana) penyedia jasa yang memiliki sertifikat badan usaha kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja usaha orang perseorangan
- 4% x nilai kontrak (tidak termasuk PPN) : untuk pekerjaan konstruksi, dilakukan (kontraktor pelaksana) penyedia jasa yang tidak memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha perseorangan
- 2,65% c nilai kontrak (tidak termasuk PPN) : untuk pekerjaan konstruksi, dilakukan (kontraktor pelaksana) penyedia jasa selain penyedia jasa sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b (Pekerjaan konstruksi bersertifikat menengah dan besar)
- 2,65% x nilai kontraka (tidak termasuk PPN) : untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi, dilakukan penyedia jasa yang memiliki sertifikat badan usaha
- 4% x nilai kontrak (tidak termasuk PPN): untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi, dilakukan penyedia jasa yang tidak memiliki sertifikat badan usaha
- 3,5% x nilai kontrak (tidak termasuk PPN) : untuk jasa konsultasi konstruksi, dilakukan (kontraktor perencana/pengawas) penyedia jasa yang memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan
- 6% x nilai kontrak (tidak termasuk PPN): untuk jasa konsultasi konstruksi, dilakukan (kontraktor perencana/pengawas) penyedia jasa yang tidak memiliki badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan
No. | Jenis Penghasilan | Tarif |
1 | Persewaan atas tanah dan/atau bangunan | 10% |
2 | Pengalihan ha katas tanah dan/atau bangunan | 2,5% |
3 | Pengalihan atas usaha Jasa Konstruksi: | |
a. Jasa Pelaksana Konstruksi: | ||
– Kualifikasi usaha kecil | 2% | |
– Kualifikasi usaha selain kecil | 3% | |
– Tidak memiliki kualifikasi usaha | 4% | |
b. Jasa Perencanaan & Pengawasan Konstruksi: | ||
– Memiliki kualifikasi usaha | 4% | |
– Tidak memiliki kualifikasi usaha | 6% | |
4 | Dividen yang dibayarkan kepada Orang Pribadi | 10% |
Catatan: Penentuan kualifikasi usaha dari perusahaan jasa konstruksi tertera pada Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang dimiliki perusahaan.
Baca juga: Ketentuan Pengenaan Pajak Penghasilan Final
Contoh Perhitungan PPh Final 4 Ayat 2
Berikut ini contoh kasus untuk perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2):
Pemerintah DKI Jakarta bersiap melakukan pembangunan sebuah jembatan.
Pemenang tender yang sudah diputuskan adalah PT AAA, yang juga berfungsi sebagai pelaksana konstruksi.
PT AAA merupakan perusahaan konstruksi yang mempunyai kualifikasi dalam usaha kelas menengah.
Sedangkan Bpk. Kelik adalah PKP yang bertindak sebagai perencana konstruksi dan konsultan sipil yang mempunyai sertifikasi dalam perencanaan konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil.
Nilai kontrak proyek pembangunan jembatan ini sebesar Rp5.000.000.000 (tidak termasuk PPN).
Pembayaran dilakukan secara bertahap berdasarkan kemajuan pembangunan yang dilaporkan.
Pada 31 Januari 2023, dilakukan pembayaran tahap I kepada PT AAA sebesar Rp1.750.000.000.
Pembayaran dilakukan dengan nomor Faktur Pajak 010.000-15.00000830 tertanggal 1 Desember 2022.
Pembayaran tahap II dilakukan Bpk. Kelik pada 5 Juli 2023 sebesar Rp65.000.000.
Pembayaran dilakukan atas nomor seri Faktur Pajak 010.000-15.00000950 tertanggal 30 Juni 2023.
Berdasarkan data di atas, maka kewajiban pajak yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Pemotongan/Pemungutan PPh 4 (2)
Bendahara Inspektorat Provinsi akan memotong PPh Pasal 4 Ayat 2 jasa konstruksi, yaitu:
1. Pembayaran tahap I PT AAA dibayar pada 31 Januari 2023: |
= Rp1.750.000.000 x 3% = Rp52.500.000 |
2. Pembayaran tahap II kepada Bpk. Kelik pada 5 Juli 2023: |
= Rp65.000.000 x 4% = Rp2.600.000 |
b. Pemungutan PPN
Bendahara Inspektorat Provinsi akan mengambil Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) sebesar 11% atas transaksi jasa konstruksi seperti berikut:
1. Pembayaran tahap I oleh PT AAA dibayar pada 31 Januari 2022: |
= Rp1.750.000.000 : 1,1 (DPP) |
= Rp1.590.909.090,9 x 11% = Rp174.999.999,9 |
2. Pembayaran tahap II kepada Bpk. Kelik dibayar pada 5 Juli 2023: |
= Rp65.000.000 : 1,1 (DPP) |
= Rp59.090.909 x 11% = Rp6.499.999,9 |
Baca juga: Penting! Deret Poin Perubahan Regulasi Pajak di UU HPP
Contoh Soal PPh Pasal 4 Ayat 2 Jasa Konstruksi
PT AAA merupakan perusahaan di bidang konstruksi yang memiliki sertifikat badan usaha pelaksana konstruksi oleh LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi).
Berdasarkan sertifikat tersebut, PT AAA sebagai badan usaha jasa pelaksana konstruksi bidang sipil sub bidang bangunan-bangunan non perumahan lainnya dengan kualifikasi besar grade 6.
Pada tahun 2023 PT AAA ditunjuk oleh CV BBB selaku pemilik Yayasan Sejahtera membangun gedung baru dengan nilai kontrak sebesar Rp15.000.000.000 tidak termasuk PPN.
PT AAA menerima uang muka kontrak pada saat dimulainya pembangunan pada tanggal 10 April 2023 sebesar Rp5.000.000.000.
Termin pembayaran akan dilakukan sesuai tingkat penyelesaiannya, yaitu:
- Termin pertama: sebesar Rp2.500.000.000 setelah pekerjaan selesai 25%
- Termin kedua: sebesar Rp2.500.000.000 setelah pekerjaan selesai 50%
- Termin ketiga: sebesar Rp2.500.000.000 setelah pekerjaan selesai 75%
Sisa Rp2.500.000.000 akan dibayarkan setelah pekerjaan dan masa pemeliharaan selesai.
Pembangunan Yayasan Sejahtera harus diselesaikan oleh PT AAA paling lama tanggal 31 Desember 2025 dengan masa pemeliharaan selama 6 bulan.
Dengan demikian, kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 4 ayat 2 oleh CV BBB terkait pembayaran uang muka kontrak dan termin pertama jika dilakukan pada 31 Desember 2023 adalah sebagai berikut:
Pembayaran uang muka kontrak: |
Besar pemotongan PPh 4 ayat 2 atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah: |
= Tarif PPh 4 ayat 2 x Nilai kontrak uang muka |
= 3% x Rp5.000.000.000 |
= Rp150.000.000 |
Pembayaran termin pertama: |
Besar pemotongan PPh 4 ayat 2 atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi: |
= Tarif PPh 4 ayat 2 x Nilai kontrak termin pertama |
= 3% x Rp2.500.000.000 |
= Rp75.000.000 |
Mekanisme Pembayaran dan Cara Pelaporan PPh Final Pasal 4 Ayat 2
Mekanisme pemotongan pajak atau pengenaan pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Mekanisme pemungutan/pemotongan
Pembayaran pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 melalui mekanisme pemotongan pajak ini artinya pihak pemungut jenis pajak ini memotong PPh Pasal 4 ayat 2 dan menyetorkan PPh terutang ke kas negara.
Pihak pemotong pajak ini bisa:
- Badan pemerintah
- Subjek pajak badan dalam negeri
- Penyelenggara kegiatan
- Bentuk usaha tetap
- Kerjasama operasi
- Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
- Orang pribadi yang ditetapkan oleh DJP
2. Mekanisme pembayaran sendiri
Sedangkan mekanisme pembayaran sendiri PPh Final artinya PPh Pasal 4 ayat 2 dibayarkan sendiri oleh pihak yang dikenakan pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 tersebut.
Contoh wajib pajak yang menyetorkan sendiri pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 seperti pemilik tanah atau bangunan menyetorkan sendiri pajak final ini.
Sudah tahu? PPh Bunga Obligasi Turun, BUT Bisa Nikmati Pajak Obligasi 10%
a. Jadwal Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 4 (2)
Berikut jadwal batas waktu penyetoran dan batas waktu pelaporan eSPT sesuai jenis penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan PPh pasal 4 ayat 2 sewa atau yang lainnya:
a. Jenis penghasilan dari bunga, deposito/tabungan, diskonto SBI, bunga/diskonto
- Batas waktu penyetoran: Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
- Batas waktu pelaporan: 20 hari setelah masa pajak berakhir
b. Jenis penghasilan dari transaksi penjualan saham
- Batas waktu penyetoran: Tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham
- Batas waktu pelaporan: Tanggal 25 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham
c. Jenis penghasilan dari hadiah undian
- Batas waktu penyetoran: Tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
- Batas waktu pelaporan: 20 hari setelah masa pajak berakhir
d. Jenis penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
- Batas waktu penyetoran: Tanggal 10 (bagi pemotong pajak) atau tanggal 15 (bagi wajib pajak pengusaha persewaan) dari bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
- Batas waktu pelaporan: 20 hari setelah masa pajak berakhir
e. Jenis penghasilan dari jasa konstruksi
- Batas waktu penyetoran: Tanggal 10 (bagi pemotong pajak) dan tangga; 15 (bagi wajib pajak jasa konstruksi) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
- Batas waktu pelaporan: 20 hari setelah masa pajak berakhir
b. Ketentuan Pelaporan eSPT PPh Pasal 4 (2) Terbaru Harus di e-Bupot Unifikasi
Seperti diketahui, DJP telah memperkenalkan sistem pembuatan bukti pemotongan pajak penghasilan untuk jenis PPh tertentu melalui e-Bupot Unifikasi dan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi.
Artinya, penggunaan eSPT PPh Pasal 4 (2) terbaru untuk melaporkan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 tidak lagi menggunakan eSPT PPh 4 ayat 2 lagi, melainkan menggunakan e-Bupot Unifikasi Klikpajak.
Ketahui selengkapnya penjelasan SPT Masa PPh Unifikasi yang Harus Dipahami Pengusaha
Mudah Urus Pajak Bisnis dengan Aplikasi Pajak Online yang Terintegrasi
Setelah menghitung dan membayar PPh final jasa konstruksi, kewajiban WP Badan maupun WP Pribadi adalah melaporkan SPT Tahunan PPh.
Sebagai wajib pajak yang melakukan berbagai transaksi dikenakan pajak, sudah jadi keharusan untuk menghitung, setor dan lapor pajak.
Klikpajak.id memiliki fitur lengkap dan terintegrasi yang memudahkan melakukan berbagai aktivitas perpajakan, mulai dari menghitung, membayar pajak, hingga melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan / Masa PPh dengan mudah.
Apa saja fitur lengkap Klikpajak yang memudahkan kelola pajak bisnis Sobat Klikpajak?
Temukan di sini Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online Mitra Resmi DJP untuk Kelola Pajak Perusahaan yang Efektif.
Semoga informasi mengenai tarif PPh pasal 4 ayat 2 untuk sewa dan lainnya sebesar berapa persen di atas bisa berguna untuk Anda!