Daftar Isi
6 min read

Bagaimana Aspek Pajak Penghasilan atas Reimbursement Biaya Pengobatan?

Tayang 22 Sep 2023
Diperbarui 19 Juli 2024
Bagaimana Aspek Pajak Penghasilan atas Reimbursement Biaya Pengobatan?

Seiring terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No. 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan, muncul pula pertanyaan soal bagaimana aspek penggantian (reimbursement) biaya pengobatan ini.

Menanggapi pertanyaan itu, Praktisi Pajak dari PT HBMS Consulting, Arnold Susanto, memberikan opininya terhadap kebijakan dalam peraturan tersebut.

“Kalau saya ditanya apakah reimbursement biaya pengobatan pegawai kepada perusahaan termasuk objek PPh atau bukan, maka saya akan menjawab ya dan tidak. Mengapa demikian? Karena kita harus merinci dahulu kondisi reimbursement yang dimaksud dari pertanyaan tersebut,” sebut Arnold.

Terus simak penjelasannya di bawah ini, Mekari Klikpajak akan menunjukkan pemaparan tentang aspek pajak penghasilan atas reimbursement biaya pengobatan pasca diterbitkannya PMK-66/2023.


Kenali 2 Tipe Reimbursement Biaya Pengobatan

Arnold menyebutkan, sekurang-kurangnya ada dua tipe medical reimbursement  yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya:

  • Pertama, perusahaan memberikan fasilitas pengobatan dengan cara menanggung biaya berobat pegawai.

Pegawai yang sakit berobat kepada dokter/klinik/rumah sakit dan membayarkan biaya pengobatannya terlebih dahulu.

Pegawai kemudian memberikan kuitansi dan bukti pendukung biaya pengobatan kepada perusahaan.

Perusahaan memberikan penggantian berupa uang (cash reimbursement) kepada pegawai.

Penggantian pengobatan tersebut dapat dibayarkan langsung kepada pegawai atau dimasukkan dalam slip gaji bulanan pegawai.

  • Kedua, perusahaan menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan di kantor, serta membiayai tenaga dokter dan menyediakan obat-obatan yang diperlukan.

Pegawai yang sakit mendapat fasilitas pengobatan cuma-cuma dari perusahaan.

Fasilitas pengobatan ini juga dapat dilakukan dengan cara perusahaan menentukan dokter/klinik/rumah sakit tempat pegawai untuk berobat.

Kemudian dokter/klinik/rumah sakit tersebut mengirimkan tagihan kepada perusahaan.

Perusahaan membayar tagihan tersebut langsung kepada dokter/klinik/rumah sakit tanpa membebankannya pada pegawai.

“Sekarang mari kita menelaah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kedua tipe reimbursement di atas,” kata Arnold.

Baca juga: Aturan Baru Natura Pajak : Fasilitas Kantor yang Kena Pajak


Ketentuan Objek Pajak Reimbursement dalam UU PPh

Arnold memaparkan, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh menegaskan bahwa semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah objek pajak.

Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang pada hakikatnya merupakan penghasilan.

Maksud dari “imbalan dalam bentuk natura” adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang, sedangkan “imbalan dalam bentuk kenikmatan” adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan.

Sedangkan berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d angka 5 UU PPh menyebutkan bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah: natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

Ketentuan ini diperjelas dalam PMK-66 bahwa salah satu natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu yang dikecualikan dari objek PPh adalah fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan dari pemberi kerja yang:

a. diterima atau diperoleh Pegawai; dan

b. diberikan dalam rangka penanganan:

  1. kecelakaan kerja;
  2. penyakit akibat kerja;
  3. kedaruratan penyelamatan jiwa; atau
  4. perawatan dan pengobatan lanjutan sebagai akibat dari kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja.

Apabila dilihat dari sisi perusahaan yang membebankan biaya pengobatan pegawainya, ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU PPh menyebutkan bahwa biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; serta biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.

Kesimpulan

Arnold menekankan, dari ketentuan-ketentuan di atas dapat disimpulkan:

  1. Imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayar pemberi kerja dapat terbagi dalam bentuk uang dan tidak dalam bentuk uang (natura dan/atau kenikmatan).
  2. Imbalan yang dibayar pemberi kerja baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan adalah merupakan penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh.
  3. Ada imbalan berbentuk natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu yang dikecualikan dari objek PPh.

Kembali pada kasus reimbursement yang diuraikan sebelumnya, maka kita dapat memahaminya sebagai berikut:

  1. Bahwa dalam contoh kasus pertama reimbursement dibayarkan langsung dalam bentuk uang kepada pegawai.

Pemberian imbalan/penggantian dalam bentuk uang tunai tidak termasuk yang diatur dalam PMK-66.

  1. Bahwa dalam contoh kedua reimbursement dibayarkan dalam bentuk tunai tidak kepada pegawai melainkan kepada pihak ketiga (dokter/klinik/rumah sakit) yang mengirimkan tagihan kepada perusahaan.

Pemberian imbalan tersebut tidak diterima atau diperoleh dalam bentuk uang tunai oleh pegawai, melainkan diterima dalam bentuk kenikmatan. Hal ini termasuk bagian yang diatur dalam PMK No. 66 Tahun 2023.

Dengan demikian, secara konservatif kita dapat menarik simpulan bahwa reimbursement yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai kepada pegawai adalah merupakan penghasilan dan dikenai pajak.

Sedangkan penggantian berupa reimbursement yang tidak dibayarkan langsung kepada pegawai adalah merupakan penghasilan berupa kenikmatan yang apabila memenuhi kaidah PMK-66 dapat dikecualikan dari objek PPh.

Baca juga: Hitung Gaji Karyawan PPh 21 DTP dan Menerima THR/Bonus


Penutup

Bagi penulis, idealnya tidak ada peraturan yang ideal. Setiap peraturan yang ditetapkan sejatinya merupakan mufakat terbaik yang dapat diterima semua pihak.

Peraturan-peraturan tersebut lantas diuji oleh praktik di lapangan dan konteks situasi zaman, sehingga bisa saja mengalami penyesuaian-penyesuaian selanjutnya. Hal ini merupakan kelumrahan yang perlu dimaklumi.

Penulis secara jujur tidak dapat mengatakan bahwa pandangan yang dibagikan penulis perihal reimbursement biaya pengobatan di atas sebagai pendapat yang paling benar.

Kewenangan menyusun peraturan beserta tafsir dan penegasannya adalah milik otoritas.

Oleh sebab itu, rasa-rasanya PMK-66 ini perlu dan dapat diberikan penegasan lanjutan mengenai ketentuan-ketentuan di dalamnya.

Misal saja penegasan terkait fasilitas pelayanan kesehatan dan reimbursement biaya pengobatan yang saat ini dipertanyakan dalam masyarakat.

Perlu juga diluruskan fasilitas pelayanan kesehatan dimaksud apakah hanya terbatas untuk yang berbentuk fasilitas fisik (luring) atau dapat juga berupa fasilitas pelayanan kesehatan daring dari suatu aplikasi digital.

Selain itu, ketentuan mengenai batasan dan jenis natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh agaknya juga butuh diperjelas.

Apakah rincian batasan dan/atau jenis tertentu dalam lampiran PMK-66 itu berlaku per 1 Juli 2023 sesuai ketentuan pemberlakuan PMK-66; atau terbuka opsi dapat diberlakukan mulai 1 Januari 2023, mengingat frasa ”natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu” sesungguhnya telah disebutkan sebelumnya dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tahun 2021?


(Disclaimer)

Tentang Penulis:

Arnold Susanto merupakan Praktisi Pajak sekaligus Konsultan Pajak di PT Halim Bina Multi Solusi (HBMS) Consulting yang bergerak di bidang pelayanan perpajakan dan bisnis manajemen.

Ingin berkonsultasi lebih lanjut seputar PPh 21 ataupun perpajakan lainnya, Anda dapat menghubungi adm@hbmsconsulting.com.

Itulah penjelasan mengenai aspek Pajak Penghasilan atas Reimbursement Biaya Pengobatan Pasca PMK-66 Tahun 2023 berdasarkan opini dari praktisi pajak HBMS Consulting.

Bagi Anda yang ingin mengelola administrasi perpajakan perusahaan lebih mudah dan cepat, gunakan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak yang memiliki fitur lengkap dan terintegrasi dengan laporan keuangan online Mekari Jurnal.

Kategori : Regulasi Pajak
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
WhatsApp Hubungi Kami