Daftar Isi
43 min read

Panduan Pajak Penghasilan : Jenis, Objek, Subjek, Tarif, Contoh

Tayang 22 Mar 2022
Panduan Pajak Penghasilan : Jenis, Objek, Subjek, Tarif, Contoh

Ada bermacam-macam jenis Pajak Penghasilan (PPh) tergantung dari objek dan subjek yang dikenakan.

Sobat Klikpajak akan dipandu mengenai pemahaman pajak penghasilan ini dari dasarnya, yakni pengertian dan jenis pajak penghasilan yang ada hingga contoh perhitungan PPh yang dapat dijadikan panduan untuk menghitunganya.

Sehingga diharapkan dapat membantu Sobat Klikpajak lebih memahami pajak penghasilan serta batas waktu pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa PPh.

Seperti kita tahu, ada beberapa jenis PPh yang pembuatan bukti potong dan pelaporan SPT pajaknya harus dilakukan melalui fitur e-Bupot Unifikasi.

Apa saja jenis PPh yang bukti potong dan SPT-nya dibuat melalui eBupot Unifikasi? Terus simak penjelasan dari Klikpajak.id tentang masing-masing pajak penghasilan di bawah ini.


Apa itu PPh, Jenis PPh, Subjek PPh & Objek Pajak Penghasilan adalah?

a. Apa itu PPh atau Pajak Penghasilan?

Definisi Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dibebankan atas suatu penghasilan yang diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri.

Dasar hukum PPh adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. UU ini mengalami empat kali perubahan, yakni:

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan
  • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan
  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan.

Selain itu, pengaturan terbaru tentang pajak penghasilan juga dalam UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 dan melalui UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

b. Kategori Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan dibedakan menjadi beberapa kategori yakni:

  • PPh yang dikenakan pada wajib pajak orang pribadi, yang terbagi atas pegawai serta bukan pegawai maupun pengusaha
  • PPh yang dibebankan atas penghasilan wajib pajak badan atau perusahaan, hingga objek yang dikenakan PPh itu sendiri

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi penghasilan yang jadi objek Pajak Penghasilan

Baca juga : Cara Mudah Bayar Pajak Online di e-Billing

A. Apa Saja Objek Pajak Penghasilan

Secara garis besar, objek pajak penghasilan di sini dikelompokkan menjadi tiga kategori, yang akan mengarah pada jenis-jenis PPh yang menjadi kewajiban wajib pajak, yakni:

a. Penghasilan sebagai Objek Pajak

Objek PPh dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dirincikan sebagai berikut:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang industri, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan

3. Laba usaha

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

  • Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
  • Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
  • Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun
  • Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk industri, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
  • Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva

14. Premi asuransi

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

17. Penghasilan dari usaha berbasis industri

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan

19. Surplus Bank Indonesia.

Buat Faktur Pajak dan lapor SPT Masa PPN tanpa install aplikasi hanya di e-Faktur Klikpajak by Mekari. Coba sekarang!

b. Penghasilan yang Dikenakan PPh Final

Sedangkan penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan bersifat final adalah:

  • Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
  • Penghasilan berupa hadiah undian
  • Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi industri yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
  • Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
  • Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhSubjek pajak penghasilan adalah setiap warga wajib pajak

B. Siapa Saja Subjek Pajak Penghasilan ( Jenis Subjek PPh )

Subjek PPh adalah orang atau pihak yang bertanggungjawab atas pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak maupun bagian tahun pajak.

Subjek pajak penghasilan artinya orang yang harus membayar pajak penghasilan dan disebut sebagai Wajib Pajak (WP).

Status sebagai WP ini ditetapkan dengan cara yang bersangkutan mendaftarkan diri terlebih dahulu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Pendaftaran diri sebagai WP dilakukan di KPP tersebut harus sesuai dengan wilayah domisili yang bersangkutan.

Merujuk pada UU PPh, subjek pajak penghasilan terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya:

1. Subjek PPh Orang Pribadi

Wajib Pajak Orang pribadi adalah subjek pajak penghasilan bagi yang mencakup orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun di luar Indonesia.

Subjek PPh Orang Pribadi (OP) ini terdiri terdiri dari:

2. Subjek PPh OP Dalam Negeri

Subjek PPh OP Dalam Negeri ini berlaku bagi yang telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Besar penghasilan tidak kena pajak selengkapnya baca artikel Besar PTKP Terbaru.

3. Subjek PPh OP Luar Negeri

Subjek PPh OP Luar Negeri ini berlaku bagi yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia maupun melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

4. Subjek PPh Warisan yang belum terbagi

Apa maksud dari warisan yang belum terbagi ini sebagai subjek pajak?

Masih merujuk pada UU PPh No. 36/2008, yang dimaksud warisan belum terbagi sebagai subjek pajak PPh di sini agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal warisan tersebut tetap dilaksanakan.

“Artinya, warisan yang di tinggalkan oleh subjek pajak dalam negeri ini mengikuti status pewaris. Katika warisan yang di tinggalkan oleh pewaris tersebut belum dibagikan kepada ahli waris, bisa saja memberikan penghasilan meski pewaris tersebut telah meninggal.”

Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Jika warisan itu telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.

Sedangkan warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, maka tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti.

Kenapa? Karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.

Apakah Sobat Klikpajak baru merintis usaha? Ketahui Solusi Pajak bagi ‘Startup’ yang Lagi Bakar Duit

5. Subjek PPh Badan

Badan adalah subjek pajak yang merupakan orang dan/atau modal sebagai satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Badan bisa berupa Perseroan Terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, firma, kongsi, koperasi, dan lainnya.

Subjek PPh Badan adalah sebagai subjek pajak penghasilan ini terdiri dari:

  • Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
  • Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

6. Subjek PPh Badan Usaha Tetap (BUT)

Subjek PPh Bentuk Usaha Tetap adalah subjek pajak penghasilan yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak padan badan dalam negeri.

BUT ini merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

BUT wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak untuk mendapatkan NPWP. Kemudian menyampaikan SPT sebagai sarana pelaporan besarnya pajak terutang dalam satu tahun pajak.

Selain itu, pengenaan pajaknya dilaksanakan atas penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif pajak BUT umum sebesat 25%  seperti yang berlaku pada subjek pajak badan dalam negeri.

Apa Saja Jenis Pajak Penghasilan?

Pajak penghasilan ini terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan objek dan subjek yang dikenakan PPh. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh, di antaranya:

A. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 21

Definisi PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.

1. Objek PPh Pasal 21

Objek pajak penghasilan pasal 21 di antaranya:

  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur
  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima industri secara teratur berupa uang industri atau penghasilan sejenisnya
  • Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan industri yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat industri, tunjangan hari tua
  • Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah industri atau upah yang dibayarkan secara bulanan
  • Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
  • Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

Untuk mengetahui apa saja objek pajak yang tidak dikenakan PPh 21, selengkapnya baca artikel Inilah Subjek dan Objek Pajak yang Dikecualikan dari PPh.

2. Subjek yang dikenakan PPh 21

Jenis PPh 21 ini dikenakan pada wajib orang pribadi yang menerima penghasilan seperti penjelasan definisi PPh tersebut.

Kategori subjek yang dikenakan PPh 21 ini seperti pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun maupun pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pekerja dan peserta kegiatan.

Wajib pajak kategori bukan pegawai adalah:

  1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari akuntan, arsitek, pengacara, dokter, konsultan, aktuaris, penilai, dan notaris.
  2. Bintang film, pemain musik, penyanyi, pembawa acara, bintang iklan, bintang sinetron, peragawan, kru film, sutradara, foto model, pelukis, pemain drama, penari, pemahat, dan seniman lainnya.
  3. Olahragawan, pelatih, penyuluh, pengajar, penasihat, moderator, dan penceramah.
  4. Peneliti, pengarang, dan penerjemah.
  5. Penyedia jasa komputer dan sistem aplikasi, fotografi, teknik, telekomunikasi, ekonomi, elektronika, sosial dan penyedia jasa kepanitiaan.
  6. Petugas dinas luar asuransi, direct selling, distributor perusahaan multi-level marketing, petugas penjaja barang dagangan.
  7. Dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap perusahaan atau anggota dewan komisaris. Penerima penghasilan atas keikutsertaan dalam kegiatan seperti peserta perlombaan dan seni dalam segala bidang termasuk perlombaan olahraga,ilmu pengetahuan, teknologi, seni, ketangkasan dan jenis perlombaan lainnya.
  8. Peserta pertemuan, sidang, konferensi, kunjungan kerja, dan peserta rapat. Peserta pendidikan dan pelatihan, peserta kegiatan lainnya.
  9. Mantan pegawai.

3. Subjek Pemotong PPh 21

Namun jenis PPh yang dibebankan atau dikenakan wajib pajak orang pribadi tersebut tidak dibayarkan sendiri oleh yang bersangkutan.

Akan tetapi jenis PPh 21 ini dipotong atau dipungut oleh perusahan/pemberi kerja melalui pemotongan pajak PPh Pasal 21.

Pihak pemotong/perusahaan/pemberi kerja kemudian menyetorkan atau membayarkan PPh 21 yang dipotong dari wajib pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan kena pajak tersebut ke kas negara.

Berikutnya, sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 21, akan memperoleh bukti pemotongan PPh Pasal 21 dari pihak yang memotong penghasilan tersebut.

Baca Juga : Tutorial Cara Mudah Bayar Pajak Online di eBilling Klikpajak

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi Pajak Penghasilan yang dikenakan pada kegiatan ekspor-impor

B. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 22

Definisi PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.

1. Objek Pajak Penghasilan Pasal 22

Objek PPh Pasal 22 sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 adalah:

  • Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir
  • Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya
  • Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran
  • Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh KPA
  • Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya BUMN (Badan Usaha Milik Negara); diatur dalam pasal 22 e
  • Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, yang merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi
  • Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor
  • Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir
  • Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
  • Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan; diatur dalam pasal 22 ayat 1

2. Subjek yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22

Jenis PPh 22 ini dikenakan pada wajib pajak badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.

Mau tahu cara kelola pajak bisnis yang mudah dan cepat?

3. Subjek pemotong Pajak Penghasilan Pasal 22

Subjek yang memotong PPh Pasal 22 ini terbagi menjadi dua kategori utama, yakni:

Pemungut atau yang memotong PPh 22

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang

2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang

3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)

4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)

5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:

  • PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero)
  • Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.

6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.

7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.

Baca Juga: Pajak Penghasilan Final: Objek, Tarif dan Perhitungan PPh Final

Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 saat penjualan

1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri

2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri

3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;

4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri hilir;

5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:

  • Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan;
  • Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.

6. Sesuai dengan PMK No. 90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi Pajak Penghasilan yang dipotong dari perolehan hadiah

Baca juga: Ulasan Lengkap Bukti Potong Pajak Pasal 22 dan Aturannya

C. Pajak penghasilan Jenis PPh Pasal 23

Definisi jenis PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Apa saja objek PPh Pasal 23 dan pemotong pajaknya?

Selengkapnya temukan di sini apa saja Objek PPh Pasal 23, Subjek Pemotong dan Jenis Jasa Lain Kena PPh 23.

D. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final

Definisi PPh Pasal 4 ayat 2 atau juga disebut PPh Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas beberapa jenis penghasilan yang didapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final serta tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang.

Istilah ‘Final’ di sini artinya pemotongan pajaknya dilakukan hanya sekali dalam sebuah masa pajak.

1. Objek PPh Pasal 4 ayat (2)/PPh Final

Objek pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini dikenakan pada jenis tertentu dari penghasilan atau pendapatan berupa:

  • Penghasilan berupa bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan lainnya serta diskonto sertifikat Bank Indonesia
  • Penghasilan berupa bunga dari obligasi swasta dan obligasi negara (SUN/Surat Utang Negara)
  • Penghasilan berupa bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing
  • Penghasilan berupa hadiah berupa lotre/undian
  • Penghasilan dari transaksi saham/dividen dan surat berharga lainnya
  • Penghasilan dari transaksi industri perdagangan di bursa
  • Penghasilan dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan mitranya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
  • Penghasilan dari transaksi atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
  • Penghasilan dari usaha jasa konstruksi
  • Penghasilan dari usaha real estate
  • Penghasilan dari sewa atas tanah dan/atau bangunan
  • Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan Peraturan Pemerintah

2. Subjek yang dikenakan PPh 4 ayat (2)/PPh Final

Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final.

Baca Juga: SPT Masa PPh Unifikasi yang Harus Dipahami Pengusaha

3. Subjek pemotong PPh 4 ayat (2)/PPh Final

Pemungutan jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu.

Pihak pemungut ini terdiri dari wajib pajak badan yang ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2) dan wajib pajak orang pribadi yang merupakan pemungut PPh pasal 4 ayat (2) tanpa ditunjuk, di antaranya:

1. Wajib Pajak Badan

Sebagai pemungut, wajib pajak badan ini ditunjuk untuk memotong jenis PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya:

  • Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk
  • Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli
  • Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi
  • Penyelenggara undian
  • Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk sekali pembayar dividen
  • Pengusaha jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan pemotong pajak

2. Wajib Pajak Orang Pribadi

Sebagai pemungut, wajib pajak orang Pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya:

  • Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak
  • Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar untuk objek pajak pengalihan hak atas tanah/bangunan

Wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:

  • Akuntan, arsitek, notaris, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas
  • Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan, yang telah terdaftar sebagai wajib pajak dalam negeri

Alur pemotongan PPh 4 ayat (2)

Pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan.

Namun jika WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut.

Apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek jenis PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka WP tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi pengusaha UMKM yang dikenakan Pajak Penghasilan

E. Pajak Penghasilan Jenis PPh Final PP 23/2018

Jenis PPh Final ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

1. Objek PPh Final PP 23/2018

Objek yang pajak pernghasilan final berdasarkan PP 23 UMKM ini adalah penghasilan dari usaha yang dijalankan dengan jumlah penghasilan atau omzet/peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar dalam setahun.

2. Subjek yang dikenakan PPh Final PP 23/2018

Sedangkan pihak atau subjek yang dikenakan jenis PPh Final PP 23/2018 ini adalah para pelaku usaha yakni usaha kecil dan menengah (UKM).

3. Subjek pemotong PPh Final PP 23/2018

Pelaku usaha sebagai subjek yang dikenakan jenis PPh Final PP 23/2018 ini menyetorkan sendiri kewajiban pajaknya setiap bulan pada tahun pajak berjalan.

Peraturan pajak terbaru dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021, bagi WP yang menggunakan tarif PPh Final 23/2018 dan memiliki omzet di bawah Rp500.000.000 bebas PPh Final UMKM ini.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi kapal pesiar yang merupakan pengangkutan pelayaran jadi objek Pajak Penghasilan

F. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 15

Definisi PPh Pasal 15 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut dari wajib pajak yang bergerak pada industri-industri tertentu yang ditetapkan dalam UU PPh.

1. Objek PPh Pasal 15

Objek jenis PPh atau yang dikenakan pajak penghasilan pasal 15 di antaranya:

  • Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima dari charter penerbangan dalam negeri
  • Penghasilan yang diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal, baik dari Indonesia maupun dari luar negeri untuk usaha pelayaran
  • Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia maupun luar negeri untuk usaha pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri
  • Nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri yang punya kantor perwakilan di Indonesia dari penyerahan barang pada orang pribadi atau badan di Indonesia
  • Jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk pemakaian bahan baku

Baca Juga: Cara Menghitung PPh Pasal 15 Sesuai UU Pajak Penghasilan

2. Subjek yang dikenakan PPh 15

Jenis PPh 15 ini dikenakan pada:

  • Perusahaan pelayaran
  • Perusahaan pelayaran dalam negeri
  • Perusahaan pelayaran asing
  • Perusahaan maskapai penerbangan internasional
  • Perusahaan asuransi asing
  • Wajib pajak luar negeri/asing yang memiliki kantor perdagangan perwakilan di Indonesia tapi tidak memiliki perjanjian bilateral di bawah perjanjian pajak Indonesia (P3B/Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda)
  • Pihak yang melakukan kemitraan dalam bentuk perjanjian bangun-guna-serah (BOT/build-operate-transfer)

3. Subjek pemotong PPh 15

Sedangkan untuk pihak atau subjek yang memotong jenis PPh Pasal 15 adalah:

  • Pencharter yang merupakan badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, untuk objek pajak charter penerbangan dalam negeri
  • Perusahaan pelayaran yang apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak, pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang
  • Bagi perusahaan pelayaran dalam hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang
  • Dalam hal pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh terutang
  • Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang membayar/mencharter wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang untuk usaha pelayaran/penerbangan luar negeri
  • Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib menyetor sendiri untuk usaha pelayaran/penerbangan luar negeri
  • Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (contract manufacturing) internasional, yang merupakan wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk mainan anak-anak, dengan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis dan penentuan imbalan jasa dari pihak pemesan yang berkedudukan di luar negeri dan mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak. PPh terutang disetor sendiri oleh wajib pajak.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi gedung perkantoran salah satu objek Pajak Penghasilan dari penilaian kembali aktiva tetap

G. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 19

Dalam UU PPh No. 36/2008, pada Pasal 19 disebutkan:

(1) Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga.

(2) Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).

Atas dasar itulah, diterbitkannya PMK No. 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan.

Artinya, perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.

1. Objek PPh 19 atau objek penilaian kembali aktiva

Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap:

  • Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan
  • Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak

2. Subjek PPh 19

Jenis PPh Pasal 19 ini dikenakan pada wajib pajak badan dalam negeri dan BUT, tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhPenghasilan dari saham yang diperoleh di luar negeri jadi objek Pajak Penghasilan

H. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 24

Definisi PPh Pasal 24 adalah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri, di mana pembayaran pajaknya bisa dikreditkan.

Sehingga jumlah pajak yang dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah dibayarkan di luar negeri tersebut. Dengan demikian tidak terkena pajak berganda.

1. Objek PPh Pasal 24

Objek pajak penghasilan jenis PPh Pasal 24 ini dikenakan atas:

  • Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang memberikan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
  • Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
  • Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak.
  • Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
  • Penghasilan BUT adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
  • Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
  • Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada.
  • Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu BUT adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Penghasilan luar negeri yang bisa jadi pengurang pajak

Sumber penghasilan kena pajak yang bisa digunakan untuk memotong utang pajak di Indonesia adalah:

  • Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
  • Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda bergerak.
  • Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak.
  • Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
  • Pendapatan dari BUT di luar negeri.
  • Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan.
  • Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
  • Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha tetap (BUT).

2. Subjek yang dikenakan PPh 24

Jenis PPh 24 ini dikenakan pada wajib pajak yang memiliki sumber penghasilan sebagai objek PPh Pasal 24.

3. Subjek pemotong PPh 24

Pihak atau subjek yang memotong pajak penghasilan jenis PPh Pasal 24 adalah wajib pajak badan maupun orang pribadi pemberi penghasilan atau dari pengalihan harta/aset di luar negeri.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi pedagang pengecer yang juga sebagai subjek Pajak Penghaslian

I. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 25

Definisi PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran setiap bulannya dalam tahun pajak berjalan dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun.

1. Objek PPh Pasal 25

Objek yang dikenakan pajak penghasilan pasal 25 ini adalah suatu penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan wajib pajak.

2. Subjek yang dikenakan PPh 25

Jenis PPh 25 ini dikenakan pada:

  • Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha, seperti sebagai pedagang pengecer atau penyerahan jasa
  • Wajib pajak badan yang melakukan suatu kegiatan usaha, seperti sebagai pedagang pengecer atau penyerahan jasa

3. Subjek pemotong PPh 25

Pajak penghasilan jenis PPh Pasal 25 ini tidak ada pihak yang memungut atau pemotongnya, akan tetapi wajib pajak badan atau wajib pajak pribadi yang melakukan usaha ini menyetor sendiri kewajiban PPh 25 ini dan tidak bisa diwakilkan.

Cari tahu lebih lanjut mengenai tarif PPh 25 di sini.

J. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 26 

Definisi pajak penghasilan pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain BUT dari pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, dan perwakilan perusahaan luar negeri.

Untuk mengetahui penjelasan lengkapnya Anda dapat membaca apa saja Objek, Subjek dan Tarif PPh Pasal 26.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi menghitung Pajak Penghasilan Kurang Bayar

K. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 29

Definisi PPh Pasal 29 adalah pajak penghasilan atau PPh Kurang Bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (jenis PPh Pasal 21, jenis PPh 22, jenis PPh 23, jenis PPh 24) dan PPh Pasal 25.

Subjek yang dikenakan PPh Pasal 29

Jenis PPh 29 ini dikenakan pada:

  • Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu
  • Wajib pajak badan

Baca Juga: Ulasan Lengkap PPh Badan Pasal 29: Pengertian, Subjek, Tarif, Contoh dan Cara Bayar

Aturan melunasi kekurangan pembayaran pajak terutang

Wajib pajak wajib melunasi kurang bayar pajak yang terutang tersebut sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh.

Jika tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak itu wajib dilunasi paling lambat 31 Maret bagi wajib pajak orang pribadi atau 30 April bagi wajib pajak badan setelah tahun pajak berakhir.

Jika tahun buku tidak dengan tahun kalender, misal dimulai dari 1 Juli hingga 30 Juni tahun depan, maka kekurangan wajib pajak harus dilunasi paling lambat 30 September bagi wajib pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi wajib pajak badan.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhKaryawan Indonesia dan karyawan warga negara asing jadi subjek Pajak Penghasilan

L Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 21/26

Definisi PPh Pasal 21/26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

1. Objek PPh 21/26

Sesuai dengan definisi di atas, maka yang menjadi objek PPh 21/26 adalah:

  • Gaji
  • Honorarium
  • Upah
  • Tunjangan
  • Pembayaran lain dengan dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan lain

Apa perbedaan PPh 21 dan PPh 26?

Perbedaan PPh pasal 21 dan PPh Pasal 26 adalah terletak pada subjek yang dipotong, yakni jika PPh 21 diperuntukkan bagi WP Pribadi dalam negeri, sedangkan PPh 26 dikenakan pada WP Pribadi luar negeri (WNA/Warga Negara Asing).

2. Subjek yang dikenakan PPh 21/26

Sama seperti penjelasan pada pengertian di atas, maka subjek PPh 21/26 adalah wajib pajak pribadi karyawan/pegawai maupun PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang bekerja diperusahaan swatsa/instansi pemerintah maupun pekerja bebas atau pengusaha.

3. Subjek pemotong PPh Pasal 21/26

Pihak pemotong atau yang memungut pajak penghasilan pasal 21/26 ini sesuai UU PPh terkait jenis PPh 21 dan PPh pasal 26 ini sama seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Bagaimana Cara Membuat Bukti Potong PPh 21 Karyawan?

M. PPh Pasal 23/26

Pengertian dari jenis PPh Pasal 23/26 adalah pajak penghasilan yang berasal dari transaksi badan usaha Pengusaha Kena Pajak (PKP) maupun Non PKP dengan perusahaan terkait jenis transaksi tertentu sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Terkait objek dan subjek yang dikenakan serta pemotong PPh Pasal 23/26 sesuai UU PPh untuk jenis PPh Pasal 23 dan PPh pasal 26 ini sama seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Berapa Tarif Pajak Penghasilan?

Setiap jenis-jenis PPh ditetapkan besar tarif pajak berbeda-berbeda sesuai ketentuan yang berlaku dalam UU PPh. Berikut besar tarif PPh dari masing-masing pajak penghasilan:

A. Tarif PPh 21

Tarif PPh Pasal 21 berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 yang memiliki NPWP dan tidak punya NPWP, adalah:

1. Tarif PPh 21 memiliki NPWP

Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh No. 36/2008, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif. Atau sama halnya dengan tarif PPh Pasal 21 dengan ketentuan besar tarif adalah:

  • 5% untuk penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 per tahun
  • 15% untuk penghasilan Rp50.000.000 – Rp250.000.000 per tahun
  • 25% untuk penghasilan Rp250.000.000 – Rp500.000.000 per tahun
  • 30% untuk penghasilan Rp500.000.000 – Rp5.000.000.000 per tahun
  • 35% untuk penghasilan di atas Rp5.000.000.000 per tahun (aturan terbaru dalam UU HPP)
  • Untuk WP yang tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dikenakan tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP

Baca Juga: Aturan Pajak Karyawan Magang dan Cara Menghitung PPh 21 Pegawai Magang

2. Tarif PPh 21 tanpa NPWP

Bagi wajib pajak yang menerima penghasilan namun tidak memiliki NPWP, maka tarif pajak penghasilannya dikenakan 20% lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan terhadap yang memiliki NPWP, yakni:

  • Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 20% lebih tinggi dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.
  • Ketentuan di atas diterapkan untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.
  • Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Desember, selisih pengenaan tarif sebesar 20% lebih tinggi tersebut diperhitungkan untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi tarif Pajak Penghasilan Impor

B. Tarif PPh 22

Besar tarif PPh pasal 22 adalah:

1. Atas impor

  • Bagi yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor
  • Bagi non-API = 7,5% x nilai impor
  • Bagi yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang

2. Atas pembelian barang

Pembelian barang ini dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD, yakni:

= 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final)

3. Atas penjualan hasil produksi

Penjualan hasil produksi ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:

  • Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

4. Atas penjualan hasil produksi

Penjelasan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:

  • Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final
  • Selain penyalur/agen bersifat tidak final

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri

Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan, yaitu:

= 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)

6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir

Impor beberapa komoditas tersebut bagi importir yang menggunakan API, dengan tarif sebesar:

= 0,5% x nilai impor.

Baca Juga : Panduan Lengkap Cara Menghitung dan Lapor SPT Masa PPh 22

7. Atas penjualan

  • Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20 miliar
  • Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10 miliar
  • Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
  • Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
  • Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5 miliar dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk (BM) yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.

Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud di atas yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukkan NPWP.

Ketentuan ini berlaku untuk pemungutan PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi tarif pajak hadiah

C. Tarif PPh 23

Besar tarif pajak penghasilan pasal 23 selengkapnya baca Tarif PPh Pasal 23 Tebaru.

D. Tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2)

PPh Final Pasal 4 ayat (2) ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi atau lainnya yang telah ditentukan pada objek-objek PPh 4 ayat (2) ini, di antaranya:

  • 20% untuk penghasilan dari deposito, tabungan, diskonto SBI (Surat Berharga Indonesia)
  • 5%-15% untuk penghasilan dari bunga obligasi
  • 0-10% untuk penghasilan dari simpanan koperasi
  • 0,1% untuk penghasilan atas penjualan saham

E. Tarif PPh Final PP 23/2018

Besar tarif PPh Final untuk UKM berdasarkan PP No. 23/2018 ditetapkan sebesar 0,5% dari penghasilan atau total omzet penjualan (peredaran bruto) per bulan. Pembayaran PPh Final PP 23/2018 ini dibayarkan pada tanggal 10 setiap bulannya.

Pajak penghasilan, panduan lengkap PPh mulai dari jenis-jenis PPh, objek PPh, subjek PPh, tarif PPhIlustrasi usaha penerbangan yang jadi objek Pajak Penghasilan

F. Tarif PPh 15

Besar tarif pajak penghasilan pasal 15 di antaranya:

1. Atas ‘charter’ penerbangan dalam negeri

  • PPh terutang = 30% x Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NTPN)
  • NTPN = 6% x Peredaran Bruto
  • Tarif efektif PPh terutang = 1,8% x peredaran bruto (1,8% berasal dari 6% x 30%)
  • Pelunasan PPh sebesar 1,8% ini merupakan pembayaran PPh Pasal 23 yang dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan.

2. Atas pelayanan dalam negeri

  • PPh terutang = 30% NTPN
  • NTPN = 4% x Peredaran Bruto
  • Tarif efektif PPh terutang = 30% x 4% Peredaran Bruto = 1.2% x Peredaran Bruto dan bersifat final

3. Atas pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri

  • Penghasilan neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri ditetapkan sebesar = 6% dari peredaran bruto
  • Besarnya pajak penghasilan bagi wajib pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri sebesar = 2,6% dari peredaran bruto dan bersifat final

4. Atas kantor perwakilan dagang asing di Indonesia

  • Penghasilan neto = 1% dari nilai ekspor bruto
  • Pajak penghasilan terutang = 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final
  • Khusus dari negara mitra P3B = tarif pajak terutang disesuaikan tarif BPT (Branch Profit Tax) dari suatu BUT tersebut

5. Atas kegiatan usaha jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anak

  • Penghasilan neto sebesar = 7% dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku
  • PPh terutang sebesar = 2,1% dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku
  • Ketentuan tarif norma sebesar = 7% berlaku sepanjang wajib pajak tidak mengadakan perjanjian penentuan harga transfer dengan DJP

G. Tarif PPh 19

  • Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan PPh bersifat final sebesar = 10%
  • Perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus PPh yang terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran paling lama 12 bulan sesuai ketentuan

H. Tarif PPh 24

Karena PPh Pasal 24 merupakan sebagai pengurang jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, maka perhitungan tarifnya menggunakan Pasal 17 ayat 1 UU PPh, yakni tarif pajak progresif.

I. Tarif PPh 25

Tarif jenis PPh Pasal 25 wajib pajak orang pribadi pengusaha atau badan tertentu adalah 0,75% dari jumlah peredaran bruto per bulan dari masing-masing tempat usaha. Pajak ini bersifat tidak final, sehingga dapat dikreditkan pada akhir tahun pajak.

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Kendaraan, Tarif Progresifnya dan Aturan Lapor SPT Pajaknya

J. Tarif PPh 26

Untuk mengetahui berapa besar tarif terbarunya, selengkapnya Anda dapat membaca artikel berikut ini Tarif PPh pasal 26.

Contoh Perhitungan dan Penggunaan Tarif Pajak Penghasilan

Seperti apa rumus dan contoh perhitungan dari masing-masing jenis pajak penghasilan tersebut, berikut rinciannya:

A. Rumus dan Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan 21

Karena pajak penghasilan pasal 21 merupakan pajak progresif, maka contoh perhitungannya seperti berikut ini:

1. Memiliki NPWP

Pak Kelik seorang pekerja lepas dan memiliki penghasilan kena pajak sebesar Rp95.000.000 dan Pak Kelik memiliki NPWP.

Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah:

Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah:
= 5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000
= 15% x Rp35.000.000 = Rp5.250.000
= Rp3.000.000 + Rp5.250.000
= Rp8.250.000

 

2. Tidak Memiliki NPWP

Pak Kelik pekerja bebas dengan gaji yang diterima sebesar Rp95.000.000, namun Pak Kelik tidak memiliki NPWP.

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika wajib pajak tidak memiliki NPWP adalah:

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika wajib pajak tidak memiliki NPWP adalah:
= 5% x 120% x Rp60.000.000 = Rp3.600.000
= 15% x 120% x Rp35.000.000 = Rp6.300.000
= Rp3.600.000 + Rp6.300.000
= Rp9.900.000

 

B. Rumus dan Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan 22

Kali ini Klikpajak hanya mengambil contoh untuk perhitungan PPh Pasal 22 atas Impor Barang, dengan ilustrasi sebagai berikut:

PT AAA mengimpor barang dari Italia dengan harga faktur senilai US$200.000.

Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak termasuk dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam PMK No. 16/PMK.010/2016.

Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri sebesar 5% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 10% dari harga faktur.

Bea Masuk dan bea masuk tambahan masing-masing sebesar 15% dan 7%.

Kurs pajak pada saat itu sebesar Rp14.000. Maka, perhitungan PPh Pasal 22 yang dipungut Ditjen Bea Cukai adalah:

No. Diketahui Perhitungan Nilai (US$)
a Harga faktur (cost) US$200.000
b Biaya asuransi (insurance) (5% x US$200.000) US$$10.000
c Biaya angkut (freight) (10% x US$200.000) US$20.000

CIF

(cost, insurance & freight) (a+b+c) US$230.000
d CIF (dalam rupiah) (US$230.000 x Rp14.000) Rp3.220.000.000
e Bea masuk (15% x Rp3.220.000.000) Rp483.000.000
f Bea masuk tambahan (10% x Rp3.220.000.000) Rp225.400.000
Nilai Impor (d+e+f) Rp3.928.400.000

 

1. Perhitungan jika PT AAA memiliki API

= Tarif PPh 22 bagi yang memiliki API x Nilai Impor
= 2,5% x 3.928.400.000
= Rp98.210.000

 

2. Perhitungan jika PT AAA tidak memiliki API

= Tarif PPh 22 bagi yang tidak memiliki API x Nilai Impor
= 7,5% x Rp3.928.400.000
= Rp294.630.000

 

C. Rumus dan Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan 23

Untuk ilustrasi perhitungan PPh Pasal 23 ini selengkapnya bisa dilihat di Ulasan Lengkap Pajak Penghasilan Pasal 23/26, Tarif, Penggunaan dan Perhitungannya

D. Rumus dan Contoh Perhitungan PPh Final Pasal 4 ayat (2)

Sebagai ilustrasi, Pak Kelik menyimpan uang di Bank AAA dalam bentuk deposito sebesar Rp500.000.000 dengan tingkat bunga 8% per tahun.

Atas deposito tersebut, Pak Kelik menerima bunga setiap bulannya sebesar Rp40.000.000.

Maka PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong Bank AAA adalah:

Pajak deposito per bulan:
= Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) untuk deposito x bunga per bulan
= 20% x Rp40.000.000
= Rp8.000.000
Pajak deposito per tahun:
= Pajak bunga deposito per bulan x 12 bulan
= Rp8.000.000 x 12
= Rp96.000.000

Baca juga: Simak Contoh Soal Perhitungan PPh Pasal 4 Ayat 2 Jasa Konstruksi

E. Rumus dan Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Final PP 23/2018

Sebagai gambaran pengenaan PPh Final PP 23/2018 pada UKM, selengkapnya bisa Anda lihat tentang Bagaimana Cara Menghitung PPh Pengusaha?

F. Rumus dan Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan 15

Salah satu contoh perhitungan PPh Pasal 15 ini adalah untuk penerbangan dalam negeri, dengan ilustrasi sebagai berikut:

PT AAA merupakan perusahaan tekstil asal Jakarta menyewa pesawat terbang dari perusahaan penerbangan PT BBB di Semarang.

Biaya sewa atau carter pesawat tersebut adalah Rp150.000.000. PT BBB merupakan perusahaan penerbangan dalam negeri.

Maka, PPh Pasal 15 terutang adalah:

= Tarif PPh Pasal 15 untuk penerbangan dalam negeri x Biaya Sewa Pesawat
= 1,8% x Rp150.000.000
= Rp2.700.000

 

Pelaporan PPh Pasal 15 dapat dilakukan dengan lebih mudah menggunakan aplikasi e-SPT PPh 15 dari Klikpajak.

G. Rumus dan Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan 24

PT AAA di Indonesia sebagai pemegang saham tunggal dari BBB Inc., di Swiss. BBB Inc., pada 2020 memperoleh keuntungan sebesar US$250.000.

Pajak penghasilan badan yang berlaku di Swiss adalah 8,5% dan pajak dividen di Swiss sebesar 35%.

Maka, perhitungan pajak atas dividen tersebut adalah:

Keuntungan BBB Inc. = US$250.000
Pajak penghasilan atas BBB Inc. = 8,5% x US$250.000 = US$21.250 (-)
Laba setelah pajak = US$228.750
Pajak atas dividen = 35% x US$228.750 = US$80.062,5 (-)
Dividen yang dikirim ke Indonesia = US$148.687,5

 

PPh yang dikreditkan atas seluruh PPh terutang PT AAA adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima di luar negeri, yakni US$80.062,5.

Sedangkan PPh Badan atas BBB Inc., sebesar US$21.250 tidak dapat dikreditkan terhadap PPh Terutang atas PT AAA, karena pajak tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima PT AAA dari luar negeri, melainkan PPh yang dikenakan atas keuntungan BBB Inc., di Swiss.

H. Rumus dan Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan 25

Ada beberapa cara perhitungan untuk PPh Pasal 25 ini tergantu tempat tinggal dan tempat usahanya yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yakni:

1. Tempat tinggal dan tempat usaha berada di dalam satu KPP

Pak Kelik punya tempat tinggal yang digunakan sebagai tempat usaha sebagai pedagang pengecer di KPP A dan tidak memilih dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23/2018, maka wajib mendaftarkan NPWP di KPP A. Pak Kelik memiliki omzet sebesar Rp100.000.000 pada Juni 2020. Maka Pak Kelik hanya diterbitkan NPWP domisili saja, tidak perlu diterbitkan NPWP cabang.

Maka, perhitungannya adalah:

= 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor
= 0,75% x Rp100.000.000
= Rp750.000

 

Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak pada akhir tahun.

2. Tempat tinggal dan tempat usaha berbeda KPP

Pak Kelik punya tempat tinggal di wilayah KPP A dan tempat usaha sebagai pedagang pengecer di wilayah KPP B, dan tidak memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23/2018.

Maka Pak Kelik mendaftarkan NPWP di KPP A sebagai NPWP domisili dan juga mendaftarkan NPWP di KPP B sebagai NPWP Cabang/NPWP Lokasi.

Di KPP A, Pak Kelik tidak memiliki kewajiban PPh Pasal 25, sedangkan di KPP B, Pak Kelik punya kewajiban PPh Pasal 25. Pak Kelik memiliki omzet usaha di wilayah KPP B sebesar Rp80.000.000.

Maka, perhitungannya adalah:

= 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor
= 0,75% x Rp80.000.000
= Rp600.000

 

Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak pada akhir tahun. Sedangkan pelaporan SPT Tahunan dilakukan di KPP A.

3. Tempat tinggal dan tempat usaha di lebih dari satu KPP

Pak Kelik punya tempat tinggal di KPP A, memiliki 2 tempat usaha sebagai pedagang pengecer di KPP B dan satu tempat usaha lainnya di wilayah KPP C.

Pak Kelik tidak memilih dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23/2018.

Maka di KPP A, Pak Kelik diterbitkan NPWP domisili, tidak ada kewajiban PPh Pasal 25.

Di KPP B diterbitkan 2 NPWP Cabang atas masing-masing tempat usaha dan memiliki kewajiban PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto dari masing-masing tempat usaha.

Di KPP C diterbitkan 1 NPWP Cabang atas 1 tempat usaha, PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto. Maka, perhitungannya adalah:

Lokasi Omzet Sebulan PPh Pasal 25 OPPT
Usaha 1 di KPP B Rp25.000.000 Rp187.500
Usaha 2 di KPP B Rp50.000.000 Rp375.000

 

I. Rumus dan Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan 26

Ilustrasi perhitungan PPh Pasal 26 ini selengkapnya bisa Anda lihat di Ulasan Lengkap Pajak Penghasilan Pasal 23/26, Tarif, Penggunaan dan Perhitungannya

Buat Bukti Potong PPh dan Lapor SPT Masa PPh Wajib di e-Bupot Unifikasi

Dari berbagai jenis pajak penghasilan di atas, ada beberapa PPh yang pembuatan bukti potong pajaknya serta pelaporan SPT Masa PPh-nya harus melalui e-Bupot Unifikasi.

Dari beberapa jenis PPh di atas, pembuatan bukti potong dan penyampaian SPT Masa PPh yang harus menggunakan eBupot Unifikasi adalah:

  • PPh Pasal 23
  • PPh Pasal 26
  • PPh Pasal 22
  • PPh Pasal 15
  • PPh Pasal 4 ayat (2)

Bagaimana cara kerja eBupot Unifikasi ini, gambarannya dapat dilihat pada artikel Pentingnya e-Bupot Unifikasi untuk Perusahaan

Jatuh Tempo Pembayaran dan Pelaporan Pajak

Berikut adalah batas waktu pembayaran pajak penghasilan, penyetoran pajak yang dipungut dan penyampaitan SPT Masa/Tahunan Pajak Penghasilan:

A. Penyampain SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan

1. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan adalah paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak:

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan apabila dalam satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP.

2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan

Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum SPT disampaikan.

B. Penyampaian SPT Masa

a. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lama 20 hari setelah akhir Tahun Pajak:

b. Tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

c. Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak untuk SPT Masa, yaitu:

  • Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
  • Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
  • Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.
  • Batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk SPT Masa, selengkapnya dalam tabel berikut ini;
No Jenis Pajak Batas Pembayaran (Paling Lambat)  Batas Pelaporan
(Pasal 2 PMK 242/PMK.03/2014) UU Bidang Perpajakan
1 PPh Pasal 4 (2) Setor Sendiri Tgl. 15 bulan berikutnya Tgl. 20 bulan berikutnya
2 PPh Pasal 4 (2) Pemotongan Tgl. 10 bulan berikutnya Tgl. 20 bulan berikutnya
3 PPh Pasal 15 Setor Sendiri Tgl. 15 bulan berikutnya Tgl. 20 bulan berikutnya
4 PPh Pasal 15 Pemotongan Tgl. 10 bulan berikutnya Tgl. 20 bulan berikutnya
5 PPh Pasal 21 Tgl. 10 bulan berikutnya Tgl. 20 bulan berikutnya
6 PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikutnya Tgl. 20 bulan berikutnya
7 PPh Pasal 25 Tgl. 15 bulan berikutnya Tgl. 20 bulan berikutnya
8 PPh 22 Impor Setor Sendiri (dilunasi bersama dengan Bea Masuk, PPN, PPnBM) Saat penyelesaian dokumen PIB
9 PPh Pasal 22 Impor yang Pemungutan oleh Bea Cukai 1 hari kerja berikutnya Hari kerja terakhir minggu berikutnya
10 PPh Pasal 22 Pemungutan oleh Bendaharawan Hari yang sama dengan pembayaran atas penyerahan barang 14 hari setelah masa pajak berakhir
11 PPh Pasal 22 Migas Tgl. 10 bulan berikutnya Tgl. 20 bulan berikutnya
12 PPh Pasal 22 Pemungutan oleh WP Badan Tertentu Tgl. 10 bulan berikutnya Tgl. 20 bulan berikutnya
13 PPN & PPnBM Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir & sebelum SPT Masa PPN disampaikan Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
14 PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri Tgl. 15 bulan berikutnya Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
15 PPN atas Kegiatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean Tgl. 15 bulan berikutnya setelah saat terutang pajak Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
16 PPN & PPnBM Pemungutan Bendaharawan Tgl. 7 bulan berikutnya Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
17 PPN dan/atau PPnBM Pemungutan oleh Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN Harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui KPPN
18 PPN & PPnBM Pemungutan Selain Bendaharawan Tgl. 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
19 PPh 25 WP Kriteria Tertentu yang dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa (Pasal 3 ayat (3B) UU KUP) Harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir
20 Pembayaran masa selain PPh 25 WP Kriteria tertentu yang dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa (Pasal 3 ayat (3B) UU KUP) Harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir

d. Ketentuan terkait SPT Masa PPh Pasal 25:

1. Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah:

  • WP OP yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas
  • WP OP yang dalam satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP (kepada WP ini juga dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan)

2. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 melalui bank persepsi atau kantor pos persepsi dengan sistem pembayaran secara online dan Surat Setoran Pajak (SSP)-nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka SPT Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.

C. Penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

1. Batas waktu penyampaian SPT-nya adalah paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak

  • Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  • Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan adalah WP OP yang dalam satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum SPT disampaikan.

Agar lebih mudah menghitung, membayar dan melaporkan SPT pajak, gunakan aplikasi pajak online dari Mekari Klikpajak.

Mudah Kelola Pajak Aplikasi Pajak Online Terintegrasi

Klikpajak.id memiliki fitur lengkap dan cara yang simpel untuk melakukan berbagai aktivitas perpajakan, mulai dari menghitung, membayar dancara lapor pajak maupun badan dalam satu platform.

Klikpajak akan menghitung kewajiban pajak dengan tepat dan akurat sehingga Sobat Klikpajak terhindar dari kesalahan penghitungan yang dapat menyebabkan pengenaan sanksi denda pajak.

Berikut fitur lengkap Klikpajak lainnya yang semakin memudahkan urusan perpajakan Sobat Klikpajak?

Selengkapnya baca Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online Klikpajak untuk Kemudahan Urus Pajak Bisnis disini.

Tunggu apalagi? Aktifkan akun Klikpajak Anda sekarang juga dan langsung manfaatkan fiturnya untuk kelola pajak perusahaan.

Kategori : Edukasi

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak