Seiring perkembangan teknologi, rata-rata hampir semua masyarakat Indonesia memiliki telepon genggam atau handphone. Sejak awal diciptakan, fungsi utama utama handphone adalah sebagai alat komunikasi. Namun sekarang handphone memiliki beragam fitur tambahan yang mendukung dalam beraktifitas sehari-hari. Misalnya melalui perangkat ini, ada yang berbisnis, pekerjaan, santai mencari hiburan, update berita dan informasi terbaru bahkan berbelanja melalui online shop di berbagai media sosial. Transaksi jual beli online atau online shop tentu sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia. Namun bagaimana dengan potensi pajak bisnis online yang ada?
Tren Bisnis Online atau Daring di Indonesia
Menurut berbagai penelitian, 67% warga Asia termasuk Indonesia menyukai belanja secara online atau dalam jaringan (daring). Mayoritas pedagang atau penjual menawarkan produk dan jasanya di media sosial. Indonesia menjadi negara tertinggi setelah Filipina yang memanfaatkan media sosial, terutama Facebook sebagai platform populer mencapai 92%. Selain Facebook, penjual online di Indonesia juga menggunakan media sosial lain.
Berhubung metode pemasaran beralih ke platform digital, metode pembayarannya pun ikut berubah. Sebagian besar pedagang online di Indonesia telah menggunakan metode pembayaran digital, seperti e-wallet atau sistem in-app payment. Persentase penggunaan metode digital ini melampaui metode tradisional, seperti kartu kredit atau debit dan transfer bank, serta metode pembayaran tunai. Hal inilah yang membuktikan bahwa pedang daring mulai banyak melirik media sosial sebagai lapak bisnis online.
3 Alasan Media Sosial Jadi Pilihan Lapak Daring
Terdapat beberapa alasan mengapa media sosial menjadi pilihan utama para pelaku bisnis online, diantaranya:
- Saat menjajakan produksinya jasa via daring, dapat dimanfaatkan oleh pedagang daring untuk memperluas jaringan dan relasi bisnis.
- Promosi produk dan jasa lebih mudah dan efektif menggunakan media sosial.
- Pangsa pasar dapat diperluas sesuai target.
Potensi Pajak Bisnis Online atau Daring di Media Sosial
Fenomena belanja daring atau online semakin marak di kalangan masyarakat. Jadi, bukan tidak mungkin transaksi-transaksi jual beli di dalamnya apabila disesuaikan dengan peraturan, dapat dikategorikan sebagai objek pajak. Volume transaksi yang ada tidak sedikit pula jumlahnya dan hal ini menjadi salah satu potensi besar pengenaan pajak bisnis online.
Sebagai bentuk perwujudan dari asas keadilan, dalam hal pengenaan pajak, pedagang daring sudah sepantasnya diperlakukan sama dan tidak dibedakan dengan pedagang offline. Dilihat dari beberapa sisi, pedagang online lebih sedikit menggunakan modal ketimbang pedagang offline. Pedagang online tidak mengeluarkan biaya sewa lapak atau tempat untuk menawarkan dagangannya.
Direktorat Jenderal Pajak diharapkan senantiasa hadir dan mengawasi segala transaksi jual beli secara online atau daring yang berada di media sosial. Apabila dilihat dari sisi e-commerce, pemilik lapak di media sosial menyalahi aturan karena mereka berdiri secara mandiri di luar platform resmi sehingga pengawasan pajaknya sangat lemah. Untuk mengantisipasi kebocoran ini, DJP supaya lebih mengawasi transaksi daring dengan efektif.
Pajak bisnis online atau online shop memiliki potensi yang besar untuk menyumbang kas negara. Contohnya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika setiap transaksi daring menjadi objek PPN sesuai ketentuan pajaknya, bisa ajari target penerimaan perpajakan negara dari sektor PPN dapat tercapai secara optimal dan sangat berguna untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat Indonesia.