Daftar Isi
18 min read

Pajak Pertambahan Nilai dan Regulasi Tarif PPN Terbaru 2025

Tayang 20 Jan 2025
Last updated 30 Januari 2025
Tarif PPN Terbaru
Pajak Pertambahan Nilai dan Regulasi Tarif PPN Terbaru 2025

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada transaksi barang dan jasa tertentu. Saat ini, tarif PPN yang berlaku adalah 11%, sesuai dengan kebijakan yang berlaku sejak April 2022.

Mulai 2025, tarif PPN naik menjadi 12% tetapi hanya diterapkan pada barang dan jasa mewah. Mekari Klikpajak akan mengulas tentang PPN dan ketentuannya sesuai regulasi terbaru.


Klikpajak New Blog Banner eFaktur

Apa itu PPN (Pajak Pertambahan Nilai)?

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dibayarkan oleh pembeli atas transaksi jual beli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan disetorkan ke kas negara oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual.

PPN bersifat tidak langsung dan tidak kumulatif. Ini berarti pajak tersebut hanya dikenakan pada nilai tambah di setiap tahapan produksi atau distribusi.

Siapa Subjek yang Terlibat dalam PPN?

Sebagaimana diatur dalam UU PPN No. 42 Tahun 2009, subjek PPN adalah:

  • Pengusaha Kena Pajak (PKP): Wajib memungut PPN dan menyetorkannya ke negara.
  • Non-PKP: Tidak wajib memungut PPN, tetapi tetap membayar pajak jika membeli barang atau jasa yang dikenakan PPN.

Jadi, PKP pemungut PPN di antaranya, Badan, Pemerintah, dan wajib pajak orang pribadi pengusaha yang berstatus PKP. Sedangkan pihak yang dipungut atau subjek PPN yaitu bisa wjib pajak PKP maupun non-PKP

Namun, bagi Non-PKP, saat melakukan transaksi barang/jasa yang dikenakan PPN, mereka tidak dapat mengklaim kredit atas Pajak Masukan.

Baca Juga: Cara Mengkreditkan Pajak Masukan Terbaru

Peraturan yang Mengatur Pajak Pertambahan Nilai

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan model pemungutan pajak dan dasar hukumnya, dengan tujuan menciptakan sistem lebih sederhana dan adil bagi masyarakat, termasuk dalam proses pembuatan faktur pajak.

Aturan tentang PPN tercantum dalam beberapa undang-undang seperti berikut:

1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM. Undang-undang ini mengatur tarif dasar PPN sebesar 10%, dengan fleksibilitas untuk dinaikkan hingga 15% atau diturunkan hingga 5%.

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Ada beberapa bagian pasal dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan ini yang mengubah atau menambahkan beberapa pasal dari undang-undang pendahulunya. Poin utama yang diatur adalah perluasan objek pajak, penyesuaian DPP untuk mencakup nilai lain seprti harga jual atau nilai penggantian tertentu guna fleksibilitas perhitungan, pengenaan PPN pada penyerahan aset, hingga PPN untuk barang dan jasa digital (PPnPMSE).

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021

UU ini mengatur tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang di dalamnya diatur kenaikan tarif PPN secara bertahap, pengenaan PPN final, fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP), hingga penyederhanaan administrasi pembuatan faktur pajak.

4. Peraturan Menterii Keuangan No. 131 Tahun 2024

PMK 131/2024 ini mengatur penerapan PPN sebesar 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025 hanya untuk barang tergolong mewah, dan penghitungan PPN dengan mengalikan tarif 12 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa nilai lain yang ditetapkan sebesar 11/12 dari harga jual, nilai impor, atau penggantian.

Tarif PPN Terbaru

Tarif Pajak Pertambahan Nilai terbagi menjadi dua, yaitu tarif umum dan tarif khusus, sebagaimana ditur dalam Pasal 7 UU PPN No. 42 Tahun 2009:

  1. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
  2. Tarif khusus PPN Ekspor 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.
  3. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP ), tarif PPN mengalami kenaikan secara bertahap:

1. Tarif Umum

Namun sesuai ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) dan (3) PMK 131/2024 tarif efektif PPN untuk barang dan jasa non-mewah dihitung dengan mengalikan tarif 12% dengan DPP nilai lain yang ditetapkan sebesar 11/12 dari harga jual, nilai impor, atau penggantian. Dengan demikian, tarif efektif PPN untuk barang dan jasa non-mewah tetap sebesar 11%.

Contohnya begini:
1. Barang Mewah:
– Harga Jual: Rp400 juta
– PPN Terutang: 12% x Rp400 juta = Rp28 juta
2. Barang Non-Mewah:
– Harga Jual: Rp400 juta
– DPP Nilai Lain: 11/12 x Rp400 juta = Rp366,6 juta
– PPN Terutang: 12% x Rp366,6 juta = Rp44 juta

2. Tarif Khusus

Sedangkan tarif khusus untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.

Selain itu, dalam UU HPP ini juga terdapat perubahan terkait daftar negative list atau barang/jasa yang tidak dikenakan PPN.

Artinya, beberapa barang dan jasa yang sebelumnya tidak dikenai PPN sekarang kena pajak.

Dengan alasan dan perubahan dalam pengenaan PPN tersebut, tentunya terdapat dampak-dampak yang mungkin terjadi ketika sudah dilaksanakan kebijakan tersebut, terutama masyarakat dan pengusaha menengah ke bawah.

Sebagai pengusaha harus memperhitungkan PPN secara tepat agar tidak merasa dirugikan. Gunakan konsultan pajak seperti DConsulting bisa menjadi solusi.

Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia

Berikut adalah penjelasan sederhana tentang mekanisme PPN di Indonesia:

  1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjual Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan.
  2. PPN yang tertulis di Faktur Pajak disebut Pajak Keluaran, yaitu pajak yang harus dibayarkan oleh PKP kepada negara.
  3. Saat PKP membeli BKP atau JKP yang dikenakan PPN, pajak yang dibayarkan disebut Pajak Masukan. Pajak ini bisa dikreditkan jika pembelian terkait langsung dengan kegiatan usaha.
  4. Setiap bulan, jika Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, selisihnya harus dibayar ke negara sebelum batas akhir setor pajak pada bulan berikutnya. Jika Pajak Masukan lebih besar, selisihnya bisa dipakai untuk masa pajak berikutnya. Pengembalian pajak (restitusi) hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku tertentu. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
  5. PKP harus melaporkan PPN melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setiap bulan, paling lambat akhir bulan berikutnya.

Temukan simplifikasi mengurus perpajakan perusahaan dengan Fitur Multi Management Mekari Klikpajak.

Fungsi PPN

PPN berfungsi sebagai sumber penerimaan negara dan alat untuk mendukung kebijakan ekonomi, sosial, serta menjaga stabilitas keuangan negara. Berikut adalah fungsi PPN yang lebih detail:

1. Menghitung kekurangan atau kelebihan pajak

PPN digunakan untuk menghitung apakah jumlah pajak yang dibayar lebih kecil atau lebih besar dari yang seharusnya.

  • Kelebihan pembayaran: Bisa dikembalikan (restitusi) atau digunakan untuk masa pajak berikutnya.
  • Kekurangan pembayaran: PKP harus menyetorkan pajak yang terutang ke negara.

2. Sebagai sumber pendapatan negara

PPN menjadi salah satu sumber utama dana yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.

3. Alat kebijakan pemerintah

PPN membantu melaksanakan kebijakan ekonomi dan sosial, misalnya mengurangi impor agar produk lokal lebih kompetitif di pasar dalam negeri.

4. Menjaga stabilitas ekonomi

PPN berperan dalam menjaga kestabilan ekonomi, seperti mengendalikan inflasi dan menjaga keseimbangan penerimaan negara.

5. Membiayai pembangunan negara

PPN digunakan untuk mendukung berbagai pengeluaran umum, seperti pembangunan nasional dan penciptaan lapangan kerja.

Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Berikut adalah barang/Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai:

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  • Impor Barang Kena Pajak.
  • Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  • Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
  • Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.
Baca Juga: Ketahui Cara Mudah Bayar dan Lapor PPN Jasa Luar Negeri

Dasar Pengenaan PPN

Untuk menghitung PPN digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ).

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sendiri terdiri dari:

1. Harga Jual

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.

2. Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

3. Nilai Impor

Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.

4. Nilai Ekspor

Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain

Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.

DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:

  • Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah harga jual.
  • Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1 angka 20 UU PPN).
  • Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
  • Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jenis penyerahan BKP/JKP tertentu.
Baca Juga: Fungsi SSPCP dan Penggunaannya bagi Eksportir & Importir

Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang Bisa Dimanfaatkan PKP

Setidaknya ada beberapa fasilitas atau insentif Pajak Pertambahan Nilai yang bisa dimanfaatkan oleh PKP, di antaranya:

1. PPN Tidak Dipungut dan Dibebaskan

Pembebasan PPN diberikan pada Pengusaha Kena Pajak:

  • PKP yang menyerahkan barang/jasa kena pajak tertentu
  • Penyerahan pada perwakilan negara asing
  • Penyerahan pada badan internasional
  • Penyerahan dengan asas timbal balik/resiprokal

Sedangkan PPN tidak dipungut diberikan untuk penyerahan terkait dengan kawasan ekonomi tertentu.

Fasilitas pembebasan tarif Pajak Pertambahan Nilai ini diatur dalam UU PPN Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 42/2009.

PPN yang dibebaskan ini memiliki kode transaksi 08, sementara yang tidak dipungut memiliki kode transaksi 07.

2. Fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP)

Insentif PPN DTP diberikan pada sektor properti yang diatur dalam PMK No 7 Tahun 2024.

Insentif Pajak Pertambahan Nilai DTP properti ini diberikan untuk penyerahan rumah tapak baru dan unit hunian rumah susun baru.

  • Diskon DTP properti 100% untuk Pajak Pertambahan Nilai rumah atau unit dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar.
  • Diskon PPN DTP properti sebesar 50% untuk rumah atau unit dengan harga di atas Rp2 miliar – Rp5 miliar.

3. PPN Tarif 0%

Pengenaan PPN 0% diberikan pada ekspor barang/jasa kena pajak, yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Pertambahan Nilai.

Pemberian insentif PPN 0% dilakukan perluasan jenis ekspor jasa kena pajak (JKP), yang mulai berlaku sejak 29 Maret 2021, diatur dalam PMK No. 32/PMK.03/2019.

Rumus dan Cara Menghitung

Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan DPP. Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Pajak Pertambahan Nilai = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Contoh kasus 1: Harga jual atau penggantian atau nilai lain belum termasuk PPN

1. Tanggal Transaksi: 3 Juli 2025
2. Penjual: PKP PT AAA di Semarang
3. Pembeli: Tuan A di Magelang
4. Barang yang Dijual: 1 buah kulkas
5. Harga Jual: Rp6.000.000 (belum termasuk PPN)
6. Jenis Barang: Barang Kena Pajak (BKP)
7. Lokasi Penyerahan: Semarang (dalam daerah pabean)
8. Subjek Pajak: PT AAA adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga wajib memungut PPN
9. Ketentuan Pajak:

  • Tidak mendapat fasilitas PPN dibebaskan atau tidak dipungut
  • Bukan termasuk barang mewah
  • Dikenakan tarif PPN sebesar 12%
  • Perhitungan PPN menggunakan DPP Nilai Lain (11/12 × Harga Jual)

10. Perhitungan PPN:

  • DPP Nilai Lain = (11/12 × Rp6.000.000) = Rp5.500.000
  • PPN Terutang = 12% × Rp5.500.000 = Rp660.000

11. Dokumen Pajak: PKP PT AAA wajib membuat Faktur Pajak untuk transaksi ini.

Contoh kasus 2: Harga jual atau penggantian atau nilai lain sudah termasuk PPN

1. Tanggal Transaksi: Pada 13 April 2025

2. Pihak Terlibat: PKP PT BBB di Surabaya menerima tagihan jasa akuntansi dari PKP PT CCC di Bandung.

3. Nilai Tagihan: Jumlah yang ditagihkan, termasuk PPN sebesar Rp132.000.000.

4. Jenis Transaksi:

  • Jasa akuntansi termasuk dalam Jasa Kena Pajak (JKP).
  • Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean, sehingga dikenai PPN.
  • PKP PT CCC sebagai penyedia jasa wajib memungut PPN.

5. Ketentuan Pajak:

  • Transaksi ini tidak mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan.
  • Jasa akuntansi bukan jasa mewah atau premium, sehingga dikenakan tarif PPN 12% dengan perhitungan DPP Nilai Lain (11/12 x Harga Jual).
  • Hasil perhitungannya sama dengan tarif PPN 11% dari harga jual.

6. Langkah Perhitungan Pajak:

  1. Menentukan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain
    • Rumus: DPP = 11/12 × Harga Jual
    • Harga Jual adalah Rp132.000.000 (termasuk PPN), maka: DPP = 1112 × Rp132.000.000 = rp121.000.000
  2. Menghitung PPN yang Terutang
    • Rumus: PPN = 12% × DPP
    • Perhitungan: PPN = 12% × Rp121.000.000 = Rp14.520.000
  3. Memverifikasi Total Tagihan
    • Rumus: DPP + PPN = Total Tagihan
    • Perhitungan: Rp121.000.000 + Rp14.520.000 = Rp132.000.000
    • Hasil cocok dengan jumlah tagihan yang diberikan.

7. Hasil Akhir:

  • DPP (Dasar Pengenaan Pajak) Nilai Lain: Rp121.000.000
  • PPN yang harus dibayar: Rp14.520.000
  • Total pembayaran (termasuk PPN): Rp132.000.000

PPN ini dipungut oleh PKP PT CCC dan dicatat dalam Faktur Pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

Selengkapnya cara menghitung PPN dan mengelola Faktur Pajaknya, baca Panduan Lengkap Alur Pengelolaan eFaktur PPN

Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Jasa Luar Negeri

Pada Pajak Pertambahan Nilai terdapat beberapa objek yang termuat di dalamnya seperti PPN dalam sektor ekspor dan impor BKP.

Selain itu, pemanfaatan JKP baik dari dalam maupun luar Daerah Pabean atau Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean maupun PPN Jasa Luar Negeri.

A. Ketentuan Aturan PPN Jasa Luar Negeri

Selanjutnya, terdapat aturan tentang batasan untuk transaksi Jasa Kena Pajak dari luar negeri yang diatur dalam pasal 4 Ayat 1 SE-147/PJ/2010, bahwa Pajak Pertambahan Nilai akan dikenakan atas Jasa Luar Negeri dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Penyerahan dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan yang bertempat tinggal di luar Daerah Pabean.
  2. Pengenaan Jasa Luar Negeri dapat dilakukan di dalam maupun di luar Daerah Pabean, selama kegiatan pemanfaatan jasa tidak menyebabkan Orang Pribadi atau Badan yang bertempat tinggal di luar Daerah Pabean menjadi subjek pajak dalam negeri.
  3. Aktivitas pemanfaatan Jasa Luar Negeri dilakukan di dalam Daerah Pabean.
  4. Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar negeri dimanfaatkan oleh siapapun dalam Daerah Pabean.
  5. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri tidak melihat status penggunanya, baik Orang Pribadi maupun Badan, atau telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) maupun belum.

Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri bisa terutang, sebab terjadi ketika pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sedang dalam proses pembayaran atau baru saja dimulai.

Dengan catatan pembayaran tersebut diterima sebelum penyerahan Jasa Luar Negeri.

B. Ketentuan Waktu Pemanfaatan Jasa Luar Negeri

  1. Waktu pemanfaatan jasa merupakan saat dimana Jasa Luar Negeri tersebut digunakan secara nyata digunakan oleh pihak yang berkepentingan.
  2. Jasa Luar Negeri dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya.
  3. Terjadi penggantian Jasa Kena Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan.
  4. Harga perolehan Jasa Kena Pajak dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pengguna. Ditandatanganinya kontrak dan perjanjian yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
  5. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penggunaan Jasa Luar Negeri harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.

C. Cara Menghitung PPN Jasa Luar Negeri

Rumus: Tarif PPN x jumlah yang seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Jasa Luar Negeri

Selain itu, cara tersebut dapat diterapkan antara pihak pemberi Jasa Luar Negeri dan pihak penerima sesuai kesepakatan.

Baca Juga: Cara agar Barang Impor Bebas PPN Bea Masuk

Contoh Kasus

Perusahaan BBB memiliki beban untuk membayar jasa tenaga ahli dari Singapura yang telah memberikan pelatihan pengembangan personality pada perusahaannya.

Harta tenaga ahli tersebut adalah sebesar Rp600.000.000.

Sementara tenaga ahli yang disebutkan meminta jumlah gaji yang diterima harus jumlah bersih termasuk potongan Pajak Pertambahan Nilai.

Tarif PPN yang digunakan sesuai UU HPP yang sebesar 11%.

Sehingga dalam hal ini, Anda dapat menerapkan rumus kedua yaitu 11/100 x Rp600.000.000, untuk menetapkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi beban dan harus dibayarkan untuk jasa tenaga kerja ahli tersebut.

Dari perhitungan tersebut, maka PPN atas pembayaran jasa tenaga ahli dari Singapura itu sebesar Rp66.000.000.

Baca Juga: Contoh Jasa Kena Pajak serta Tarif PPN untuk Ekspor Barang dan Jasa

Kapan saat Terutangnya PPN?

Saat terutangnya PPN adalah ketika transaksi barang/jasa kena pajak dalam tahap seperti berikut:

  1. BKP berwujud diserahkan langsung ke pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli
  2. BKP berwujud/JKP diserahkan langsung ke penerima barang pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan antar cabang
  3. BKP berwujud diserahkan ke juru kirim atau pengusaha jasa angkutan (kurir)
  4. Penyerahan BKP berwujud berdasarkan hukum dan sifatnya berupa barang tidak bergerak terjadi saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP berwujud tersebut
  5. Impor BKP yang terjadi saat BKP dimasukkan ke dalam daerah pabean
  6. Pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar pabean
  7. Perjanjian atau kontrak ditandatangani atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian, atau seluruhnya atas BKP tidak berwujud/JKP
  8. Harga atas penyerahan BKP berwujud atau tidak berwujud/JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau saat diterbitkannya Faktur Penjualan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diimplementasikan secara konsisten.

Siapa yang Menyetor dan Melaporkan PPN?

Sebagai pemungut PPN atas transaksi penjualan barang/jasa kena pajak, PKP wajib menyetorkan PPN terutang atas pemungutan/pemotongan PPN tersebut dan melaporkan pemungutan pajak pertambahan nilai tersebut setiap akhir masa pajak berikutnya.

Batas akhir pelaporan dan penyetoran PPN adalah setiap akhir bulan masa pajak berikutnya.

Anda juga dapat melihat jadwal pembayaran dan pelaporan pajak lebih mudah dalam Kalender Pajak Klikpajak.

Berikut adalah langkah-langkah cara mengelola transaksi PPN:

Kaitan Akuntansi Pajak dengan Tarif PPN Beserta Contoh Pencatatannya

Pada artikel kali ini, kita juga akan membahas mengenai kaitan Akuntansi Pajak untuk transaksi dengan jenis pajak pertambahan nilai beserta contoh pencatatannya.

Akuntansi Pajak PPN Keluaran

PPN Keluaran atau VAT Out adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut pada saat penjualan/penyerahan barang atau jasa kena pajak.

A. Penjualan Tunai

Apabila penjualan barang/jasa dilakukan secara tunai.

Contoh:
Pada tanggal 1 Juli 2025, PT AAA menjual Barang Kena Pajak secara tunai seharga Rp6.000.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

KasRp6.600.000
PenjualanRp6.000.000
PPN KeluaranRp660.000

B. Penjualan Kredit

Apabila penjualan barang/jasa dilakukan secara kredit.

Contoh:

Pada tanggal 1 Juli 2025, PT AAA menjual Barang Kena Pajak secara kredit seharga Rp6.000.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

Piutang Dagang atau account receivableRp6.600.000
PenjualanRp6.000.000
PPN KeluaranRp660.000

C. Retur Penjualan Tunai

Apabila terjadi retur atas penjualan barang/jasa yang dilakukan secara tunai.

Contoh :
Pada tanggal 3 Juli 2025 barang yang dijual oleh PT AAA pada tanggal 1 Juli 2025, dikembalikan karena rusak senilai Rp500.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

Retur PenjualanRp500.000
PPN KeluaranRp55.000
KasRp550.000

D. Retur Penjualan Kredit

Apabila terjadi retur atas penjualan barang/jasa yang dilakukan secara kredit.

Contoh :
Pada tanggal 3 Juli 2025 barang yang dijual oleh PT AAA pada tanggal 1 Juli 2025, dikembalikan karena rusak senilai Rp500.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

Retur PenjualanRp500.000
PPN KeluaranRp55.000
Piutang DagangRp550.000

Akuntansi Pajak PPN Masukan

PPN Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar perusahaan pada saat pembelian atau impor barang kena pajak, atau pada saat perusahaan menerima jasa kena pajak.

A. Pembelian Tunai

Apabila pembelian barang/jasa dilakukan secara tunai.

Contoh:
Pada tanggal 1 Juli 2025 PT Karimun membeli Barang Kena Pajak secara tunai seharga Rp6.000.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

PembelianRp6.000.000
PPN MasukanRp660.000
KasRp6.600.000

B. Pembelian Kredit

Apabila pembelian barang/jasa dilakukan secara kredit.

Contoh:

Pada tanggal 1 Juli 2025, PT Karimun membeli Barang Kena Pajak secara kredit seharga Rp6.000.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

PembelianRp6.000.000
PPN MasukanRp660.000
Utang DagangRp6.600.000

C. Retur Pembelian Tunai

Apabila terjadi retur atas pembelian barang/jasa yang dilakukan secara tunai.

Contoh:
Pada tanggal 3 Juli 2025 barang yang dibeli oleh PT AAA pada tanggal 1 Juli 2025, dikembalikan karena rusak senilai Rp500.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

KasRp550.000
Retur PembelianRp500.000
PPN MasukanRp55.000

D. Retur Pembelian Kredit

Apabila terjadi retur atas penjualan barang/jasa yang dilakukan secara kredit.

Contoh:
Pada tanggal 3 Juli 2025 barang yang dijual oleh PT AAA pada tanggal 1 Juli 2025, dikembalikan karena rusak senilai Rp 500.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

Utang DagangRp550.000
Retur PembelianRp500.000
PPN MasukanRp55.000

Akuntansi Pajak PPN Kurang/Lebih Bayar

Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai  adalah pengusaha kena pajak mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama.

Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran, kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara.

Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi.

PPN Kurang Bayar

Terjadinya PPN Kurang Bayar di karenakan PPN Keluaran lebih besar dari pada Masukan.

Contoh :
PPN Keluaran PT ABC di akhir periode Januari 2025 sebesar Rp15.000.
PPN Masukan PT ABC di akhir periode Januari 2025 sebesar Rp10.000
PPN Retur Pembelian PT ABC di akhir periode Januari 2025 sebesar (Rp 1.000)

Besarnya Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar = Rp15.000 – (Rp10.000 – Rp1.000) = Rp6.000

Jurnal Penutup PPN Kurang Bayar

PPN KeluaranRp15.000
PPN Retur PembelianRp1.000
Utang PPNRp6.000
PPN MasukanRp10.000

Jurnal Pembayaran

Utang PPNRp6.000
KasRp6.000

Kesimpulan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang dan jasa tertentu. PPN dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan disetorkan ke negara.

Sejak April 2022, tarif PPN naik secara bertahap menjadi 11% dari sebelumnya 10%, dan menjadi 12% pada 2025. Namun PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah.

PPN dihitung dengan mengurangi pajak masukan dari pajak keluaran. Hasilnya menentukan apakah pengusaha harus membayar pajak atau mendapatkan pengembalian pajak (pengkreditan PPN masukan).

Peraturan baru PPN dalam peeraturan pelaksana UU HPP juga memperluas jenis barang dan jasa yang dikenai PPN. Namun, barang kebutuhan pokok, layanan pendidikan, kesehatan, dan sosial tetap bebas PPN untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

PPN penting sebagai sumber pendapatan negara, alat untuk mengatur ekonomi, dan menjaga stabilitas fiskal serta inflasi. Dengan memahami PPN, wajib pajak bisa menjalankan kewajiban pajak dan memanfaatkan haknya dengan baik.

Melalui platform e-Faktur Mekari Klikpajak, Anda bisa membuat Faktur Pajak, menghitung, membayar, dan melaporkan pajak dengan mudah dalam satu sistem yang efektif dan efisien.

Kelola urusan perpajakan yang efektif melalui Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online Mekari Klikpajak.

Referensi

Database Peraturan JDIH BPK.Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Database Peraturan JDIH BPK. Undang-Undang (UU) No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM
Database Peraturan JDIH BPK.Peraturan Menteri Keuangan No. 7 Tahun 2024 tentang PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Saturan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan No. 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan PPN atas Impor BKP, Penyerahan BKP, Penyerahan JKP, Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean dan Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah

Kategori : e-Faktur
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
WhatsApp Hubungi Kami