
Format nomor pokok wajib pajak terbaru merupakan peleburan dari data kependudukan dengan data Ditjen Pajak dari sebelumnya NPWP 15 digit menjadi NPWP 16 digit. Ingat, ketahui sanksi tidak padankan NIK-NPWP hingga akhir 2024.
Simak penjelasannya berikut ini, Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda apa saja sanksi tidak memadankan NIK-NPWP dan bentuk formatnya.
Tentang NIK NPWP
Sudah sejak lama pemerintah berencana menggabungkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Artinya, kepemilikan KTP ini sama dengan identitas NPWP atau NIK KTP jadi NPWP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.03/2022 sebagai regulasi pelaksana Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Melalui beleid tersebut pemerintah menetapkan format NPWP terbaru, bagi wajib pajak pribadi, wajib pajak badan, maupun wajib pajak pribadi bukan penduduk dan wajib pajak instansi pemerintah.
A. Integrasi Data Dinas Kependudukan & Ditjen Pajak
Pemerintah terus meningkatkan reformasi perpajakan dengan melakukan struktur pengolahan data antar Kementerian dan Lembaga (K/L) menjadi lebih efektif.
Salah satu upaya reformasi perpajakan yakni melakukan integrasi data fungsi NIK sebagai NPWP melalui integrasi data pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dengan integrasi NIK KTP jadi NPWP ini, maka antara data kependudukan dengan data perpajakan individu menjadi data tunggal (single identification number).
Data tunggal ini menggunakan satu nomor akun yakni dari akun NIK.
Bukan hanya sebagai akun NPWP, data tunggal dari akun NIK ini juga digunakan untuk melakukan berbagai layanan pemerintah lainnya.
Harapannya, perubahan fungsi NIK sekaligus menjadi NPWP dapat membuat administrasi perpajakan lebih baik dengan pemantauan Wajib Pajak yang efektif dan akurat.
B. Tujuan Penggabungan NIK KTP Jadi NPWP
Salah satu alasan penggunaan NIK sebagai NPWP ini untuk mendapatkan data akurat Wajib Pajak (WP) Pribadi dan Badan.
Sehingga ide menggabungkan NIK KTP dengan NPWP dinilai sebagai langkah efektif untuk menertibkan administrasi perpajakan pada seluruh lapisan masyarakat wajib pajak.
Harapannya, tak ada lagi alasan bagi masyarakat menghindari pajak atau tidak bayar pajak karena enggan mengurus administrasi NPWP atau hal lainnya.
Tak dimungkiri, saat ini pun nyatanya masih saja ada Wajib Pajak (WP) yang belum punya NPWP.
Alasannya bermacam-macam, bisa karena malas atau enggan mengurus administrasi NPWP, hingga menganggap belum penting untuk memiliki NPWP.
Apapun alasannya, kesadaran membayar pajak memang harus dipupuk sedari awal mungkin.
Mengingat uang pajak yang dibayarkan pada akhirnya juga akan kembali pada seluruh masyarakat Indonesia dalam bentuk lain seperti:
- Pembangunan fasilitas umum mulai dari jalan, rumah sakit, pengelolaan lingkungan, sarana dan prasarana pendidikan, dan masih banyak lagi.
- Ketahanan pangan di dalam negeri dan lainnya
- Bahkan hasil dari uang pajak juga diberikan berupa uang tunai bagi masyarakat kurang mampu yang berhak menerima.
C. Bagaimana dengan NPWP Badan atau Perusahaan?
Implementasi fungsi NIK sebagai NPWP ini secara khusus untuk wajib pajak orang pribadi.
Sedangkan nomor identitas usaha atau NPWP perusahaan tentunya tidak menggunakan Nomor Induk Kependudukan, melainkan menggunakan nomor izin usaha.
Namun tetap saja, untuk mengurus NPWP Badan atau perusahaan akan selalu dibutuhkan NPWP Pribadi yang dilebur dalam NIK tersebut sebagai pihak yang mengurus NPWP perusahaan.
Secara umum DJP juga mengatur ketentuan NPWP Badan atau perusahaan dari sisi jumlah digit NPWP dengan format baru seperti yang diatur dalam PMK 112/2022.
Baca Juga: Cara Membuat NPWP Badan Online
Format NIK-NPWP 16 Digit
Setidaknya, terdapat 3 ketentuan dalam format NPWP baru, yakni:
- WP Pribadi yang merupakan penduduk menggunakan NIK.
- WP Pribadi bukan penduduk, WP Badan, dan WP Instansi Pemerintah menggunakan format NPWP 16 digit.
- Wajib Pajak Cabang menggunakan Nomor Identitas Kegiatan Usaha (NITKU).
Agar lebih mudah memahami bentuk dan format NPWP terbaru seiring berlakunya NIK KTP jadi NPWP, simak tabel berikut ini:
Fungsi atau Kegunaan NIK-NPWP
Setidaknya NIK-NPWP digunakan untuk layanan perpajakan dan pelayanan lainnya seperti berikut:
- Mengakses layanan perpajakan elektronik yang disediakan DJP maupun pihak lain yang disediakan PJAP/ASP mitra resmi DJP
- Layanan pencairan dana pemerintah
- Menggunakan layanan ekspor dan impor
- Layanan perbankan dan sektor keuangan lainnya
- Menggunakan layanan pendirian badan usaha dan perizinan berusaha
- Layanan administrasi pemerintahan selain yang diselenggarakan DJP
- Layanan lain yang mensyaratkan penggunaan NPWP
28 Layanan Pajak Bisa Menggunakan NIK/NPWP 16 Digit & NITKU
Melalui pengumuman Direktorat Jenderal Pajak Nomor PENG-18/PJ.09/2024 dan PENG-23/PJ.09/2024, DJP mengumumkan bahwa NIK atau NPWP 16 digit dan NITKU dapat digunakan untuk mengakses 21 layanan pajak, di antaranya:
- Portal NPWP 16 (https://portalnpwp.pajak.go.id/)
- Account DJP Online (https://account.pajak.go.id/)
- Info KSWP (https://infokswp.pajak.go.id/)
- E-Bupot 21 (https://ebupot2126.pajak.go.id)
- E-Bupot Unifikasi (https://unifikasi.pajak.go.id)
- E-Bupot Unifikasi Instansi Pemerintah (https://ebupotip.pajak.go.id)
- E-Objection (https://eobjection.pajak.go.id/)
- E-Registration (https://ereg.pajak.go.id/)
- E-Filing (https://ereg.pajak.go.id/)
- Rumah Konfirmasi (https://rumahkonfirmasi.pajak.go.id/)
- E-PHTB DJP Online (https://ephtb.pajak.go.id/)
- E-PBK (https://epbk.pajak.go.id/)
- E-SKD (https://eskd.pajak.go.id/)
- E-SKTD (https://sktd.pajak.go.id/)
- E-Reporting Investasi dan Dividen (https://ereportinginvestasi.pajak.go.id)
- E-PHTB Notaris (https://ephtbnotarisppat.pajak.go.id/)
- E-Reporting PPS (https://ereportingpps.pajak.go.id/)
- E-SPOP (https://pbb.pajak.go.id/)
- E-Reporting Insentif (https://ereportingfasilitas.pajak.go.id/)
- Fasilitas Insentif (https://fasilitasinsentif.pajak.go.id/)
- Perpanjangan SPT Tahunan (https://perpanjanganspt.pajak.go.id/)
- Service API e-Faktur Eskternal (Antarmuka Pemograman Aplikasi/API)
- PMSE Eksternal (https://digitaltax.pajak.go.id)
- E-Faktur Web dan Desktop (https://web-efaktur.pajak.go.id)
- SPT Masa PPN 1107 PUT (https://spt1107put.pajak.go.id)
- Portal Registrasi dan Monitoring E-Faktur PJAP (https://h2h-faktur.pajak.go.id/evat-portal/login)
- Service PJAP Faktur (API)
- e-Nofa (https://efaktur.pajak.go.id)
Wajib Padankan NIK-NPWP
Merujuk Pasal 2 ayat 1 huruf a dan b PMK 112/2022, implementasi integrasi NIK-NPWP dilakukan secara bertahap hingga pelaksanaan secara penuh.
Mulai 14 Juli 2022, WP Pribadi dapat mengakses layanan perpajakan elektronik menggunakan NIK, dengan cara melakukan pemandan NIK bagi wajib pajak yang sudah memiliki NPWP.
Kemudian melalui PMK No 136 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas PMK No. 112/PMK.03/2022, implementasi penuh NIK-NPWP berlaku mulai 1 Juli 2024.
Artinya, setiap terbitnya NIK baru akan otomatis menjadi nomor pokok wajib pajak.
Sedangkan WP yang selama ini sudah memiliki NPWP wajib memadankan NIK-NPWP paling lambat hingga akhir tahun 2024 untuk memperoleh validasi dari DJP.
Jika tidak memadankan, akan mendapatkan konsekuensi sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Baca Juga: Penyebab Validasi NIK Gagal Saat Registrasi NPWP
Batas Akhir Penggunaan NPWP 15 Digit Desember 2024
Seperti diketahui, implementasi core tax system secara penuh dilakukan mulai 2025. Pada saat tersebut, WP harus menggunakan NPWP 16 digit atau NITKU untuk Cabang.
Selama proses menjelang implementasi penuh sistem itu, DJP masih memperbolehkan WP untuk menggunakan NPWP 15 digit seperti yang berlaku selama ini.
Hal ini tertuang dalam Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-06/PJ/2024, bahwa wajib pajak masih dapat menggunakan NPWP 15 digit maksimal hingga akhir tahun 2024.
Sanksi Tidak Memadankan NIK-NPWP
Apabila WP Pribadi yang sudah punya NPWP tidak melakukan pemdanan NIK hingga batas waktu yang ditentukan, maka dianggap tidak memiliki NPWP dan tidak dapat menggunakan sistem yang disediakan DJP.
Berikut beberapa konsekuensi sesuai UU PPh dan regulasi perpajakan turunannya:
- Tidak dapat mengakses layanan perpajakan elektronik, yang disediakan DJP dan PJAP, seperti bayar, lapor pajak, dan lainnya.
- Tidak dapat memanfaatkan implementasi CTAS atau TAM.
- Dianggap tidak punya NPWP sehingga dikenakan tarif PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% dari tarif normal (UU PPh No. 36 Tahun 2008)
- Tidak dapat mengakses layanan lainnya yang disediakan pemerintah maupun swasta, seperti pencairan dana pemerintah, layanan ekspor-impor, pendirian/izin usaha, dan layanan perbankan atau sektor keuangan lainnya.
- Tidak dapat menggunakan layanan administrasi selain yang disediakan DJP maupun layanan lain yang mensyaratkan NIK/NPWP.
“Apabila sampai dengan batas waktu pemadanan NIK-NPWP wajib pajak belum melakukan pemadanan, wajib pajak akan mengalami kesulitan. Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka dikenakan tarif lebih tinggi 20 persen dari tarif normal,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, Dwi Astuti, seperti dikutip dalam pernyataan resmi yang diedarkan.
NIK Jadi NPWP Tidak Otomatis Kena Pajak
DJP pun pernah menegaskan, kendati penggabungan fungsi NIK KTP sebagai NPWP dilakukan, bukan berarti setiap KTP yang ber-NPWP tersebut otomatis dikenakan pajak.
Tetap saja, bagi WP dengan penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbebas dari pajak.
Pajak akan dikenakan pada WP dengan penghasilan di atas PTKP bagi wajib pajak pribadi dengan perhitungan sesuai tarif PPh 21 yang berlaku.
Kemudian bagi WP Pribadi Pengusaha atau pekerja bebas yang masih memiliki omzet maksimal Rp500 juta setahun, tidak akan dikenakan pajak.
Sedangkan apabila di atas Rp500 juta setahun, penghasilan yang dikenakan PPh Final 0,5% dihitung dari sejumlah setelah dikurangi penghasilan tidak kena pajak (sesuai PP No. 23 Tahun 2018 yang sudah dicabut dengan PP 55/2022).
Infografis Format Baru NPWP
Kesimpulan
NIK KTP jadi NPWP merupakan peleburan data penduduk yang ada di Dinas Kependudukan dengan data pada Dierktorat Jenderal Pajak (DJP).
Integrasi NIK-NPWP ini sebagai bagian dari reformasi perpajakan dalam bentuk simplifikasi data untuk proses perpajakan.
Melalui integrasi data ini, maka format nomor pokok wajib pajak berubah.
Bagi wajib pajak yang selama ini memiliki NPWP, diwajibkan melakukan pemadanan paling lambat hingga akhir 2024, seiring implementasi core tax system pada awal 2025.
Sebab mulai 1 Juli 2024, setiap pembuatan Nomor Induk Kependudukan baru, maka akan otomatis menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak yang bersangkutan.
Apabila WP yang sudah punya NPWP tidak melakukan pemadanan hingga batas waktu yang ditetapkan tersebut, maka akan dianggap tidak memiliki NPWP.
Maka akan dikenakan sanksi tidak memadankan NIK-NPWP karena dianggap tidak memiliki NPWP, yakni dikenakan tarif PPh lebih tinggi 20% dibanding tarif normal.
Bukan hanya itu, wajib pajak juga tidak dapat mengakses berbagai layanan administrasi yang disediakan DJP maupun layanan administrasi pemerintah lainnya serta layanan instansi swasta yang mengharuskan menyertakan data pribadi NIK-NPWP.
Sudahkah Anda memadankan nomor induk kependudukan dengan NPWP? Jika belum, ikuti langkah-langkah berikut: Cara Memadankan NIK-NPWP Online.
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan“
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 112/PMK.03/2022 tentang NPWP bagi WP Orang Pribadi, WP Badan, dan WP Instansi Pemerintah “
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK No. 12/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah“
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu“
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan“
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan “
Pajak.go.id. “Pengumuman No. PENG-18/PJ.09/2024 tentang Pembaruan Daftar Layanan Perpajakan Berbasis NPWP 16 Digit, NITKU, dan NPWP 15 Digit”
Pajak.go.id. “Pengumuman No. PENG-23/PJ.09/2024 tentang Pembaruan Kedua Daftar Layanan Perpajakan Berbasis NPWP 16 Digit, NITKU, dan NPWP 15 Digit“