Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang ataupun jasa kena pajak dengan tarif PPN terbaru saat ini sebesar 11 persen dan naik menjadi 12 persen pada 2025 sesuai UU HPP.
Simak penjelasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di bawah ini, Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda.
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai atau PPN
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak yang dipungut oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, WP Badan, dan Pemerintah yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas transaksi jual-beli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Wajib Pajak pemungut PPN wajib menyetorkan ke kas negara karena pajak pertambahan nilai tidak bersifat kumulatif atau pajak tidak langsung, melainkan bersifat objektif.
Pihak yang dipungut atau subjek PPN yaitu Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non-PKP. Perbedaannya, PKP diwajibkan memungut PPN. sedangkan Non-PKP tidak diperbolehkan memungut Pajak Pertambahan Nilai.
Namun, bagi Non-PKP, saat melakukan transaksi barang/jasa yang dikenakan PPN, mereka tidak dapat mengklaim kredit atas Pajak Masukan.
Baca Juga: Aturan Baru Membuat e-Faktur dan Cara Mengkreditkan Pajak Masukan di UU Cipta Kerja
Peraturan Terbaru Tarif PPN
Tarif Pajak Pertambahan Nilai terbagi menjadi dua yaitu tarif umum dan tarif khusus.
Sesuai Pasal 7 UU PPN No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN sebagai berikut:
- Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
- Tarif khusus PPN Ekspor 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.
- Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP ), tarif PPN mengalami kenaikan secara bertahap:
1. Tarif Umum
- Tarif PPN 11% berlaku mulai 1 April 2022
- Tarif PPN 12% paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025
Namun implementasi kenaikan tarif PPN 12% ini masih menunggu regulasi teknis sebagai peraturan pelaksanaan sebagaimana yang diamanatkan UU HPP.
2. Tarif Khusus
Sedangkan tarif khusus untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.
Selain itu, dalam UU HPP ini juga terdapat perubahan terkait daftar negative list atau barang/jasa yang tidak dikenakan PPN.
Artinya, beberapa barang dan jasa yang sebelumnya tidak dikenai PPN sekarang kena pajak.
Dengan alasan dan perubahan dalam pengenaan PPN tersebut, tentunya terdapat dampak-dampak yang mungkin terjadi ketika sudah dilaksanakan kebijakan tersebut, terutama masyarakat dan pengusaha menengah ke bawah.
Sebagai pengusaha harus memperhitungkan PPN secara tepat agar tidak merasa dirugikan. Gunakan konsultan pajak seperti DConsulting bisa menjadi solusi.
Undang-Undang yang Mengatur Pajak Pertambahan Nilai
Terdapat beberapa kali perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia.
Adapun perubahan yang terjadi disebabkan karena adanya pergantian model pemungutan pajak dan peraturan perundang-undangan agar bisa lebih sederhana dan adil untuk masyarakat termasuk dalam pembuatan Faktur Pajaknya.
Berikut adalah perubahan UU terkait Paja Pertambahan Nilai di Indonesia:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Setelah UU No. 8 Tahun 1983, muncul perubahan kedua yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.
Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk masyarakat juga untuk meningkatkan penerimaan negara.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM.
Untuk melengkapi kekurangan pada UU Pajak Pertambahan Nilai sebelumnya, undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Meski ketentuan baru tentang Pajak Pertambahan Nilai ini juga diatur kembali dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada klaster perpajakan, namun UU 42 Tahun 2009 sebagian masih berlaku.
Ada beberapa bagian pasal dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan ini yang mengubah atau menambahkan beberapa pasal dari undang-undang pendahulunya.
5. Terbaru dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
Peraturan perundang-undangan perpajakan tentang PPN tertuang dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia
Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia sebagai berikut:
1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai dari pembeli/penerima BKP/JKP, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
2. Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).
3. Pada waktu PKP melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN yang merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya.
Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke KPP terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Simplifikasi urus perpajakan perusahaan dengan Fitur Multi User & Multi Company Klikpajak.
Fungsi PPN
Fungsi utama PPN adalah sebagai sumber penerimaan negara, serta sebagai alat regulasi untuk mengatur kebijakan ekonomi, sosial, dan stabilitas fiskal.
PKP wajib membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan, melaporkan PPN yang terutang, dan menyetorkan perhitungannya setiap bulan.
Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, PKP dapat meminta pengembalian kelebihan pembayaran (restitusi) atau mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya.
Berikut adalah beberapa detail dari fungsi PPN:
1. Sebagai perhitungan kekurangan pajak atau kelebihan pajak
Fungsi utama PPN Masukan dan Keluaran adalah sebagai perhitungan untuk mengetahui seberapa besar jumlah pajak yang harus dibayarkan ke negara atau justru dapat diajukan sebagai kompensasi kelebihan pembayaran PPN.
Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, maka PKP dapat mengajukan kelebihan bayar atau mengkreditkan ke masa pajak berikutnya.
Sebaliknya, jika Pajak Keluaran lebih besar dibanding Pajak Masukan, maka PKP wajib menyetorkan PPN Terutang tersebut ke kas negara.
2. Fungsi PPN sebagai fungsi anggaran
Fungsi Pajak Pertambahan Nilai juga sebagai fungsi anggaran mengingat pajak yang disetorkan ke negara jadi salah satu sumber penerimaan negara yang dananya digunakan untuk membiayai negara.
3. Fungsi PPN sebagai fungsi regulasi pemerintah
Fungsi PPN berikutnya adalah untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah terutama dalam bidang sosial ekonomi, seperti untuk menekan importasi guna meningkatkan daya saing produk buatan Indonesia di pasar dalam negeri.
4. Sebagai fungsi stabilitas penerimaan negara
Fungsi PPN selanjutnya sebagai penerimaan negara yang berfungsi menjaga stabilitas ekonomi seperti menekan inflasi dan lainnya.
5. Fungsi PPN sebagai fungsi pembiayaan negara
Fungsi PPN juga sebagai pembiayaan pengeluaran umum dan pembangunan nasional, salah satunya menciptakan lapangan pekerjaan dan lainnya.
Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Berikut adalah barang/Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai:
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
- Impor Barang Kena Pajak.
- Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
- Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.
Baca Juga: Ketahui Cara Mudah Bayar dan Lapor PPN Jasa Luar Negeri
Dasar Pengenaan PPN
Untuk menghitung PPN digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ).
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sendiri terdiri dari:
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.
DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:
- Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah harga jual.
- Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1 angka 20 UU PPN).
- Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
- Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jenis penyerahan BKP/JKP tertentu.
Baca Juga: Fungsi SSPCP dan Penggunaannya bagi Eksportir & Importir
Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang Bisa Dimanfaatkan PKP
Setidaknya ada beberapa fasilitas atau insentif Pajak Pertambahan Nilai yang bisa dimanfaatkan oleh PKP, di antaranya:
1. PPN Tidak Dipungut dan Dibebaskan
Pembebasan PPN diberikan pada Pengusaha Kena Pajak:
- PKP yang menyerahkan barang/jasa kena pajak tertentu
- Penyerahan pada perwakilan negara asing
- Penyerahan pada badan internasional
- Penyerahan dengan asas timbal balik/resiprokal
Sedangkan PPN tidak dipungut diberikan untuk penyerahan terkait dengan kawasan ekonomi tertentu.
Fasilitas pembebasan tarif Pajak Pertambahan Nilai ini diatur dalam UU PPN Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 42/2009.
PPN yang dibebaskan ini memiliki kode transaksi 08, sementara yang tidak dipungut memiliki kode transaksi 07.
2. Fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP)
Insentif PPN DTP diberikan pada sektor properti yang diatur dalam PMK No 7 Tahun 2024.
Insentif Pajak Pertambahan Nilai DTP properti ini diberikan untuk penyerahan rumah tapak baru dan unit hunian rumah susun baru.
- Diskon DTP properti 100% untuk Pajak Pertambahan Nilai rumah atau unit dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar.
- Diskon PPN DTP properti sebesar 50% untuk rumah atau unit dengan harga di atas Rp2 miliar – Rp5 miliar.
3. PPN Tarif 0%
Pengenaan PPN 0% diberikan pada ekspor barang/jasa kena pajak, yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Pertambahan Nilai.
Pemberian insentif PPN 0% dilakukan perluasan jenis ekspor jasa kena pajak (JKP), yang mulai berlaku sejak 29 Maret 2021, diatur dalam PMK No. 32/PMK.03/2019.
Rumus dan Cara Menghitung
Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan DPP.
Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Pajak Pertambahan Nilai = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Contoh kasus 1:
Jika di dalam harga jual atau penggantian atau nilai lain belum termasuk PPN, perhitungannya sebagai berikut:
Pada tanggal 3 Juli 2024 terjadi transaksi: PKP PT AAA di Semarang menjual 1 buah kulkas seharga Rp6.000.000 belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai kepada Tuan A di Magelang.
Transaksi menjual di Semarang adalah penyerahan di dalam daerah pabean. Kulkas adalah barang kena pajak, yang menyerahkan kulkas adalah pengusaha kena pajak. Jadi transaksi atau peristiwa ini dikenai PPN.
Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan.
Besarnya PPN terutang atas penyerahan kulkas pada tanggal 3 Juli 2024 di Semarang dihitung oleh PKP PT AAA di Semarang untuk dipungut dengan Faktur Pajak sebagai berikut:
Contoh kasus 2:
Jika di dalam harga jual atau penggantian atau nilai lain sudah termasuk PPN, perhitungannya sebagai berikut:
Pada tanggal 13 April 2024 PKP PT BBB di Surabaya menerima tagihan jasa akuntansi termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp132.000.000 dari PKP PT CCC di Bandung yang memberikan jasa akuntansi.
Transaksi menagih jasa akuntansi di Bandung adalah penyerahan di dalam daerah pabean, jasa akuntansi adalah jasa kena pajak, yang memberikan jasa akuntansi adalah pengusaha kena pajak. Jadi transaksi itu dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan, sehingga besarnya PPN terutang atas penyerahan jasa akuntansi pada tanggal 13 April 2024 di Bandung dihitung oleh PKP PT CCC di Bandung untuk dipungut dengan Faktur Pajak sebagai berikut:
Contoh Kasus 3:
Pada Oktober 2024, PT AAA menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp25.000.000 pada PT BBB.
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 11% x Rp25.000.000 = Rp2.750.000
Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.750.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak PT AAA dari PT BBB.
Selengkapnya cara menghitung PPN dan mengelola Faktur Pajaknya, baca Panduan Lengkap Alur Pengelolaan eFaktur PPN
Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Jasa Luar Negeri
Pada Pajak Pertambahan Nilai terdapat beberapa objek yang termuat di dalamnya seperti PPN dalam sektor ekspor dan impor BKP.
Selain itu, pemanfaatan JKP baik dari dalam maupun luar Daerah Pabean atau Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean maupun PPN Jasa Luar Negeri.
A. Ketentuan Aturan PPN Jasa Luar Negeri
Selanjutnya, terdapat aturan tentang batasan untuk transaksi Jasa Kena Pajak dari luar negeri yang diatur dalam pasal 4 Ayat 1 SE-147/PJ/2010, bahwa Pajak Pertambahan Nilai akan dikenakan atas Jasa Luar Negeri dengan ketentuan sebagai berikut:
- Penyerahan dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan yang bertempat tinggal di luar Daerah Pabean.
- Pengenaan Jasa Luar Negeri dapat dilakukan di dalam maupun di luar Daerah Pabean, selama kegiatan pemanfaatan jasa tidak menyebabkan Orang Pribadi atau Badan yang bertempat tinggal di luar Daerah Pabean menjadi subjek pajak dalam negeri.
- Aktivitas pemanfaatan Jasa Luar Negeri dilakukan di dalam Daerah Pabean.
- Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar negeri dimanfaatkan oleh siapapun dalam Daerah Pabean.
- Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri tidak melihat status penggunanya, baik Orang Pribadi maupun Badan, atau telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) maupun belum.
Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri bisa terutang, sebab terjadi ketika pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sedang dalam proses pembayaran atau baru saja dimulai.
Dengan catatan pembayaran tersebut diterima sebelum penyerahan Jasa Luar Negeri.
B. Ketentuan Waktu Pemanfaatan Jasa Luar Negeri
- Waktu pemanfaatan jasa merupakan saat dimana Jasa Luar Negeri tersebut digunakan secara nyata digunakan oleh pihak yang berkepentingan.
- Jasa Luar Negeri dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya.
- Terjadi penggantian Jasa Kena Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan.
- Harga perolehan Jasa Kena Pajak dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pengguna. Ditandatanganinya kontrak dan perjanjian yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penggunaan Jasa Luar Negeri harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
C. Cara Menghitung PPN Jasa Luar Negeri
Tarif PPN x jumlah yang seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Jasa Luar Negeri
Selain itu, cara tersebut dapat diterapkan antara pihak pemberi Jasa Luar Negeri dan pihak penerima sesuai kesepakatan.
Baca Juga: Cara agar Barang Impor Bebas Bea Masuk
Contoh Kasus
Perusahaan BBB memiliki beban untuk membayar jasa tenaga ahli dari Singapura yang telah memberikan pelatihan pengembangan personality pada perusahaannya.
Harta tenaga ahli tersebut adalah sebesar Rp600.000.000.
Sementara tenaga ahli yang disebutkan meminta jumlah gaji yang diterima harus jumlah bersih termasuk potongan Pajak Pertambahan Nilai.
Tarif PPN yang digunakan sesuai UU HPP yang sebesar 11%.
Sehingga dalam hal ini, Sobat Klikpajak dapat menerapkan rumus kedua yaitu 11/100 x Rp600.000.000, untuk menetapkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi beban dan harus dibayarkan untuk jasa tenaga kerja ahli tersebut.
Dari perhitungan tersebut, maka PPN atas pembayaran jasa tenaga ahli dari Singapura itu sebesar Rp66.000.000.
Baca Juga: Contoh Jasa Kena Pajak dan Tarif PPN Ekspor Barang atau Jasa
Kapan saat Terutangnya PPN?
Saat terutangnya PPN adalah ketika transaksi barang/jasa kena pajak dalam tahap seperti berikut:
- BKP berwujud diserahkan langsung ke pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli
- BKP berwujud/JKP diserahkan langsung ke penerima barang pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan antar cabang
- BKP berwujud diserahkan ke juru kirim atau pengusaha jasa angkutan (kurir)
- Penyerahan BKP berwujud berdasarkan hukum dan sifatnya berupa barang tidak bergerak terjadi saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP berwujud tersebut
- Impor BKP yang terjadi saat BKP dimasukkan ke dalam daerah pabean
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar pabean
- Perjanjian atau kontrak ditandatangani atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian, atau seluruhnya atas BKP tidak berwujud/JKP
- Harga atas penyerahan BKP berwujud atau tidak berwujud/JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau saat diterbitkannya Faktur Penjualan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diimplementasikan secara konsisten.
Siapa yang Menyetor dan Melaporkan PPN?
Sebagai pemungut PPN atas transaksi penjualan barang/jasa kena pajak, PKP wajib menyetorkan PPN terutang atas pemungutan/pemotongan PPN tersebut dan melaporkan pemungutan pajak pertambahan nilai tersebut setiap akhir masa pajak berikutnya.
Batas akhir pelaporan dan penyetoran PPN adalah setiap akhir bulan masa pajak berikutnya.
Anda juga dapat melihat jadwal pembayaran dan pelaporan pajak lebih mudah dalam Kalender Pajak Klikpajak.
Berikut adalah langkah-langkah cara mengelola transaksi PPN:
- Tutorial Membuat Berbagai Jenis Faktur Pajak di e-Faktur
- Cara Lapor SPT Masa PPN Online di e-Faktur
- Cara Menyetorkan PPN terutang langsung dari halaman SPT Masa di e-Faktur
Kaitan Akuntansi Pajak dengan Tarif PPN Beserta Contoh Pencatatannya
Pada artikel kali ini, kita juga akan membahas mengenai kaitan Akuntansi Pajak untuk transaksi dengan jenis pajak pertambahan nilai beserta contoh pencatatannya.
Akuntansi Pajak PPN Keluaran
PPN Keluaran atau VAT Out adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut pada saat penjualan/penyerahan barang atau jasa kena pajak.
A. Penjualan Tunai
Apabila penjualan barang/jasa dilakukan secara tunai.
Contoh:
Pada tanggal 1 Juli 2024, PT AAA menjual Barang Kena Pajak secara tunai seharga Rp6.000.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:
Kas | Rp6.600.000 |
Penjualan | Rp6.000.000 |
PPN Keluaran | Rp660.000 |
B. Penjualan Kredit
Apabila penjualan barang/jasa dilakukan secara kredit.
Contoh:
Pada tanggal 1 Juli 2024, PT AAA menjual Barang Kena Pajak secara kredit seharga Rp6.000.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:
Piutang Dagang atau account receivable | Rp6.600.000 |
Penjualan | Rp6.000.000 |
PPN Keluaran | Rp660.000 |
C. Retur Penjualan Tunai
Apabila terjadi retur atas penjualan barang/jasa yang dilakukan secara tunai.
Contoh :
Pada tanggal 3 Juli 2024 barang yang dijual oleh PT AAA pada tanggal 1 Juli 2024, dikembalikan karena rusak senilai Rp500.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:
Retur Penjualan | Rp500.000 |
PPN Keluaran | Rp55.000 |
Kas | Rp550.000 |
D. Retur Penjualan Kredit
Apabila terjadi retur atas penjualan barang/jasa yang dilakukan secara kredit.
Contoh :
Pada tanggal 3 Juli 2024 barang yang dijual oleh PT AAA pada tanggal 1 Juli 2024, dikembalikan karena rusak senilai Rp500.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:
Retur Penjualan | Rp500.000 |
PPN Keluaran | Rp55.000 |
Piutang Dagang | Rp550.000 |
Akuntansi Pajak PPN Masukan
PPN Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar perusahaan pada saat pembelian atau impor barang kena pajak, atau pada saat perusahaan menerima jasa kena pajak.
A. Pembelian Tunai
Apabila pembelian barang/jasa dilakukan secara tunai.
Contoh:
Pada tanggal 1 Juli 2024, PT Karimun membeli Barang Kena Pajak secara tunai seharga Rp6.000.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:
Pembelian | Rp6.000.000 |
PPN Masukan | Rp660.000 |
Kas | Rp6.600.000 |
B. Pembelian Kredit
Apabila pembelian barang/jasa dilakukan secara kredit.
Contoh:
Pada tanggal 1 Juli 2024, PT Karimun membeli Barang Kena Pajak secara kredit seharga Rp6.000.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:
Pembelian | Rp6.000.000 |
PPN Masukan | Rp660.000 |
Utang Dagang | Rp6.600.000 |
C. Retur Pembelian Tunai
Apabila terjadi retur atas pembelian barang/jasa yang dilakukan secara tunai.
Contoh :
Pada tanggal 3 Juli 2024 barang yang dibeli oleh PT AAA pada tanggal 1 Juli 2024, dikembalikan karena rusak senilai Rp500.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:
Kas | Rp550.000 |
Retur Pembelian | Rp500.000 |
PPN Masukan | Rp55.000 |
D. Retur Pembelian Kredit
Apabila terjadi retur atas penjualan barang/jasa yang dilakukan secara kredit.
Contoh:
Pada tanggal 3 Juli 2024 barang yang dijual oleh PT AAA pada tanggal 1 Juli 2024, dikembalikan karena rusak senilai Rp 500.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:
Utang Dagang | Rp550.000 |
Retur Pembelian | Rp500.000 |
PPN Masukan | Rp55.000 |
Akuntansi Pajak PPN Kurang/Lebih Bayar
Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai adalah pengusaha kena pajak mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama.
Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran, kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara.
Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi.
PPN Kurang Bayar
Terjadinya PPN Kurang Bayar di karenakan PPN Keluaran lebih besar dari pada Masukan.
Contoh :
PPN Keluaran PT ABC di akhir periode Januari 2024 sebesar Rp15.000.
PPN Masukan PT ABC di akhir periode Januari 2024 sebesar Rp10.000
PPN Retur Pembelian PT ABC di akhir periode Januari 2024 sebesar (Rp 1.000)
Besarnya Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar = Rp15.000 – (Rp10.000 – Rp1.000) = Rp6.000
Jurnal Penutup PPN Kurang Bayar
PPN Keluaran | Rp15.000 |
PPN Retur Pembelian | Rp1.000 |
Utang PPN | Rp6.000 |
PPN Masukan | Rp10.000 |
Jurnal Pembayaran
Utang PPN | Rp6.000 |
Kas | Rp6.000 |
Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang dan jasa kena pajak.
PPN bersifat tidak langsung dan dipungut oleh PKP, yang berkewajiban menyetorkan pajak ini ke kas negara.
Mulai April 2022, tarif PPN meningkat menjadi 11%, dan akan naik lagi menjadi 12% pada 2025 sesuai UU HPP.
Mekanisme PPN melibatkan perhitungan pajak keluaran dan pajak masukan, di mana selisih antara keduanya menentukan apakah pengusaha harus menyetorkan pajak atau mendapatkan restitusi/mengkreditkan pajak.
Peraturan terbaru juga memperluas objek pajak dengan mengeluarkan beberapa barang/jasa dikenakan PPN. Namun, barang-barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial tetap bebas dari PPN bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
PPN memiliki beberapa fungsi penting, termasuk sebagai sumber penerimaan negara, alat regulasi ekonomi, serta menjaga stabilitas fiskal dan inflasi.
Dengan mengetahui dan memahami fungsi PPN, maka sebagai wajib pajak yang memiliki kewajiban atas PPN serta hak atas PPN dapat menunaikan kewajiban dan mendapatkan hak perpajakan yang seharusnya diperoleh.
Bukan hanya mudah membuat Faktur Pajak saja, melalui fitur lengkap Mekari Klikpajak, Anda juga dapat melakukan berbagai aktivitas perpajakan lebih efektif dan efisien, mulai dari hitung, bayar dan lapor pajak hanya dalam satu platform.
Kelola urusan perpajakan yang efektif melalui Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online Mekari Klikpajak.
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan“
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM“
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan No. 7 Tahun 2024 tentang PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Saturan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024“