Wajib Pajak Badan yang berstatus PKP maupun Non-PKP memiliki beberapa kewajiban pajak yang harus dikelola.
Ketahui apa saja jenis pajak yang menjadi kewajiban wajib pajak badan yang berstatus pengusaha kena pajak maupun nonPKP. Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda agar dapat memenuhi kewajiban pajak dengan baik.
Wajib Pajak Badan
Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan atau kelompok kategori tergantung jenis dan status hukumnya termasuk golongan usahanya, apakah usaha kecil, menengah atau besar.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 s.d.t.d. UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Kategori atau golongan usaha dari WP Badan tersebut juga akan memengaruhi kewajiban pajaknya dari segi tarif dan lainnya.
Artinya, kewajiban pajak yang harus dikelola antara wajib pajak badan yang sudah berstatus sebagai WP Badan PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan yang NonPKP berbeda.
Namun secara umum, kewajiban wajib pajak badan menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya.
Namun jenis pajak yang menjadi kewajibannya untuk dikelola tergantung dari transaksi atau aktivitas perpajakan dari usaha yang dijalankan.
Baca Juga: Syarat Pengajuan PKP dan Cara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Jenis Kewajiban Pajak WP Badan
Merujuk UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan regulasi turunannya, wajib pajak badan memiliki sejumlah kewajiban pajak yang harus dikelola atau dibayar, di antaranya:
1. PPh Badan
WP Badan memiliki kewajiban menghitung, membayar dan melaporkan pengenaan PPh yang diperolehnya dalam setahun dengan tarif sesuai dengan bentuk usahanya. Selengkapnya baca: Pajak Penghasilan Badan: Tarif dan Contoh Hitung.
2. PPh 21
WP Badan yang memiliki pekerja diwajibkan mengelola pajak penghasilan pasal 21 atas pembayaran gaji/upah/ honorarium/ tunjangan dan sejenisnya kepada karyawan.
Wajib pajak badan harus memotong PPh Pasal 21 dan menyetorkan pemotongan pajak tersebut ke kas negara serta melaporkan SPT pajaknya setiap masa pajak atau secara bulanan.
3. PPh 22
Bagi wajib pajak badan yang termasuk WP Badan tertentu yang melakukan kegiatan ekspor dan impor atau re-impor, harus mengelola PPh Pasal 22.
4. PPh 23
WP Badan juga memiliki kewajiban mengelola PPh Pasal 23 apabila melakukan transaksi atas dividen, bunga, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, serta sewa maupun penghasilan lain menyangkut pemakaian aset selain tanah atau transfer bangunan atau jasa.
5. PPh 25
WP Badan yang melakukan pembukuan dan menggunakan tarif PPh Badan normal harus membayar angsuran PPh Pasal 25.
6. PPh 26
Sedangkan WP Badan yang mempekerjakan karyawan WNA ataupun melakukan transaksi jasa dengan usaha asing, harus mengelola PPh Pasal 26 atas pemberian penghasilan atau transaksi jasa kena pajak yang dilakukan dengan BUT/Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
7. PPh 29
PPh Pasal 29 merupakan jumlah pajak terutang suatu perusahaan dalam satu tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak (jenis PPh 21, 22, 23, dan 24) yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan yang telah disetor sendiri.
Jadi, nilai lebih pajak terutang yakni pajak terutang dikurangi kredit pajak tersebut menghasilkan PPh Pasal 29. PPh inilah yang harus dibayarkan WP Badan sebelum melaporkan SPT Tahunan PPh Badan.
8. PPh 4 ayat (2)
WP Badan juga memiliki kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) apabila memiliki aktivitas penghasilan yang dikenakan jenis pajak yang diatur dalam pasal 4(2) UU PPh. Penjelasan selengkapnya baca: Panduan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 atas Sewa dan Lainnya.
9. PPh 15
Pajak penghasilan pasal 15 menjadi kewajiban wajib pajak badan yang bergerak di industri pelayaran, penerbangan internasional dan perusahaan asuransi asing. Penjelasan selengkapnya baca: PPh Pasal 15: Tarif dan Contoh Perhitungannya.
Tambahan Kewajiban PKP Badan
Bagi wajib pajak badan berstatus PKP, terdapat tambahan jenis pajak yang menjadi kewajibannya, yakni:
1. PPN
Kewajiban PKP Badan yang melakukan aktivitas atau transaksi barang/jasa kena PPN berkewajiban membuat e-Faktur, menyetorkan pemungutan dan melaporkan SPT Masa pajaknya.
2. PPnBM
WP Badan PKP yang melakukan transaki penjualan yang dikaterikan mewah juga diwajibkan mengelola PPnBM dengan memungut pajak, menyetorkan dan melaporkan eFaktur.
Baca Juga: Pajak Pertambahan Nilai: Tarif PPN dan Ketentuannya.
Cara Mengelola Pajak Badan
Setelah memahami apa saja yang menjadi kewajiban perpajakan WP Badan, selanjutnya ketahui cara mengelola perpajakannya, seperti:
- Memungut dan/atau memotong pajak atas transaksi objek kena pajak.
- Menyetorkan pemungutan dan/atau pemotongan pajak yang dilakukannya
- Membayar pajak penghasilan perusahaan
- Membuat bukti pemotongan PPh Unifikasi
- Membuat Faktur Pajak
- Melaporkan SPT Masa PPh Unifikasi, SPT PPN, dan SPT Tahunan Badan
Berikut cara mengelola pajak badan yang menjadi kewajiban perusahaan:
- Cara membuat bukti potong PPh Unifikasi
- Cara membuat e-Faktur
- Cara lapor SPT Masa PPN
- Cara lapor SPT PPh Unifikasi
- Cara lapor SPT Tahunan Badan
Kesimpulan
Kewajiban wajib pajak badan terdiri dari beberapa jenis pajak penghasilan yang harus dikelola tergantung transaksi atau aktivitas yang dilakukan.
Sementara itu, bagi wajib pajak berstatus PKP, selain mengelola PPh juga memiliki kewajiban tambahan yakni kelola PPN dan/atau PPnBM.
Sebagai WP Badan, WP Non-PKP maupun sebagai PKP yang melakukan transaksi barang dan jasa kena pajak harus membuat bukti potong PPh atau menerbitkan Faktur Pajak.
Pengelolaan bukti potong PPh Unifikasi secara online melalui aplikasi e-Bupot dan aplikasi e-Faktur untuk mengelola Faktur Pajak elektronik.
WP Badan juga harus menyetorkan pemungutan maupun pemotongan pajak ke kas negara melalui aplikasi e-Billing.
Itulah penjelasan kewajiban WP badan berstatus PKP dan Non-PKP serta cara mengelolanya. Semoga dapat membantu memudahkan pengelolaan administrasi perpajakan Anda!
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 16 Tahun 2009“
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 1983“
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 36 Tahun 2008“
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 42 Tahun 2009“