Jenis pajak yang harus dibayar oleh sebuah perusahaan atau WP Badan bermacam-macam. Ketahui apa saja kewajiban pajak yang harus dibayar Wajib Pajak Badan dan cara bayar pajaknya.
Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan atau kelompok kategori tergantung jenis dan status hukumnya termasuk golongan usahanya, apakah usaha kecil, menengah atau besar.
Karena kategori atau golongan usaha dari WP Badan tersebut juga akan memengaruhi kewajiban pajaknya dari segi tarif dan lainnya.
Wajib Pajak Badan Berstatus PKP
Di Indonesia, WP Badan yang masuk kategori Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak sesuai Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Nomor 11 Tahun 1984 tentang Perubahan UU No. 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah), dan perubahannya.
Pengusaha yang melakukan penyerahan objek pajak (BKP/JKP) sesuai UU PPN, maka wajib melaporkan usahanya dan dikukuhkan sebagai PKP. Pengecualian diberikan kepada pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Sedangkan yang masuk kategori pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan penyerahan BKP atau JKP dengan jumlah peredaran bruto atau penerimaan brutonya tidak lebih dari Rp4.800.000.000.
Dalam hal ini, pengusaha kecil boleh memilih apakah ingin dikukuhkan menjadi PKP atau tidak.
Apa saja kewajiban pajak yang harus dibayar Wajib Pajak Badan ini dan bagaimana cara membayarnya, berikut ulasan Mekari Klikpajak.
Jenis Pajak yang Wajib Dibayar Perusahaan atau WP Badan
Ada dua jenis pajak sejauh ini yang harus dibayar oleh WP Badan khususnya PKP, yakni Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Namun dua jenis pajak itu pun masih dipecah-pecah lagi jenisnya.
Berikut detail penjelasan jenis pajak yang wajib dibayar perusahaan atau Wajib Pajak Badan termasuk yang berstatus PKP:
Baca juga: Syarat Pengajuan PKP dan Cara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
a. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dibebankan atas suatu penghasilan yang diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri.
Dasar hukum pajak penghasilan ini diatur dalam Undang-Udang (UU) PPh No. 7 Tahun 1983 yang telah mengalami beberapa kali perubahan.
Berikut adalah beberapa pajak penghasilan yang dikenakan atau kewajiban pajak yang wajib dibayar WP Badan:
1. PPh Pasal 21
PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
PPh 21 ini wajib dipotong oleh perusahaan pemberi kerja dari gaji yang diterima karyawan/pekerja setiap bulannya atau selain gaji yang termasuk dalam pengenaan PPh 21.
Kemudian perusahaan atau WP Badan wajib menyetorkan pemotongan PPh 21 tersebut ke kas negara setiap bulannya.
Baca Juga: Dasar Hukum dan Batas Waktu Pembayaran PPh 21 Paling Lambat
Ilustrasi gaji karyawan yang harus dipotong perusahaan atau pemberi kerja
2. PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan pada badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan ekspor dan impor serta re-impor.
Sesuai UU PPh No. 36 Tahun 2008, PPh Pasal 22 merupakan bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Llau, untuk jumlah tarif PPh Pasal 22 berapa persen? Untuk tarif ini berbeda-beda dan tergantung dari objek pajaknya.
Baca juga: Panduan Lengkap PPh 22 , Cara Hitung dan Lapor SPT PPh 22
3. PPh Pasal 23
PPh 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, dividen, bunga, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, sewa dan penghasilan lain menyangkut pemakaian aset selain tanah atau transfer bangunan atau jasa, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Selengkapnya penjelasan mengenai PPh Pasal 23.
4. PPh Pasal 25
PPh 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran. Angsuran ini bertujuan untuk meringankan beban pajak terutang yang harus dilunasi dalam waktu satu tahun atau setiap akhir tahun.
Namun keringanan pengangsuran PPh Pasal 25 setiap bulan ini tidak berlaku pada WP yang dikenakan PPh Final sesuai PP No. 23 Tahun 2018.
Seiring dengan kondisi adanya pandemi Virus Corona (Covid-19) di sepanjang 2020, pemerintah memberikan insentif potongan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%.
5. PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan/dipotong dari seorang WP yang sumber penghasilannya di Indonesia, namun diterima oleh WP yang ada di luar negeri, selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Berdasarkan aturan, tarif umum PPh Pasal 26 yang dikenakan sebesar 20 persen, namun besar tarif tersebut fleksibel mengikuti P3B.
6. PPh Pasal 29
PPh 29 adalah pajak penghasilan yang dikenakan saat jumlah pajak terutang suatu perusahaan dalam satu tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan yang telah disetor sendiri.
Maka nilai lebih pajak terutang tersebut (pajak terutang dikurangi kredit pajak) menghasilkan PPh Pasal 29. PPh ini harus dibayarkan sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan.
Pajak penghasilan pasal 29 ini merupakan PPh Kurang Bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (jenis PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25.
7. PPh Pasal 4 ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas beberapa jenis penghasilan yang didapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final serta tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang.
Jenis pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) ini dipotong dari bunga deposito dan berbagai jenis tabungan, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang dibayarkan koperasi, hadiah undian, transaksi saham dan sekuritas lainnya, serta transaksi jenis lainnya yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan pajak penghasilan.
Baca juga: Ketahui Tarif Pajak Penghasilan PPh Pasal 4 Ayat 2 Sewa dan Lainnya
8. PPh Pasal 15
PPh 15 adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut dari wajib pajak yang bergerak pada industri pelayaran, penerbangan international dan perusahaan asuransi asing
Pajak jenis ini terkait dengan Norma Perhitungan Khusus untuk golongan wajib pajak tertentu.
WP yang masuk kategori ini contohnya, wajib pajak badan yang bergerak dibidang pelayaran atau penerbangan internasional, pengeboran minyak, gas dan geothermal, perusahaan dagang asing, perusahaan asuransi luar negeri, serta perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan-guna-serah.
Baca juga: Ulasan Lengkap Pajak Penghasilan: Jenis-Jenis PPh, Objek, Subjek, Tarif dan Contoh
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pengusaha yang berstatus PKP wajib memungut, menyetor, melaporkan PPN atau Pajak PPnBM yang terutang atas aktivitas penyerahan BKP atau JKP.
Dengan demikian, WP Badan berstatus PKP ini erat kaitannya dengan aktivitas pembuatan Faktur Pajak elektronik atau e-Faktur.
Seperti diketahui, mulai 1 Oktober 2020 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memberlakukan e-Faktur 3.0 menggantikan e-Faktur 2.2.
Dari pembaruan sistem e-Faktur terbaru inilah, pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN, mulai Masa Pajak September 2020 dan seterusnya wajib melalui e-Faktur.
DJP telah menutup saluran pelaporan SPT Masa PPN di e-SPT atau e-Filing.
Kembali lagi pada pembahasan kewajiban pajak Wajib Pajak Badan, selain kewajiban PPh khusus bagi WP Badan berstatus PKP juga memiliki kewajiban perpajakan atas berikut ini:
Baca juga: PPN Atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau PMSE
1. PPN
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak yang dikenakan atas transaksi jual-beli barang dan jasa kena pajak yang dilakukan oleh pengusaha. Namun PPN ini dibebankan kepada konsumen. Sedangkan produsen atau pengusaha hanya sebagai pihak yang memungut, lalu menyetorkan dan melaporkan PPN tersebut ke negara.
Berdasarkan Pasal 7 Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah), tarif PPN normal di Indonesia yang berlaku adalah 10%. Namun besar tarif PPN ini bisa diubah paling rendah 5% dan paling 15% yang perubahannya diatur lagi dalam Peraturan Pemerintah (PP).
jenis pajak yang cukup akrab di telinga, di mana pajak dikenakan pada transaksi untuk BKP atau JKP di wilayah hukum Indonesia. Nilai PPN ditambahkan pada harga pokok BKP atau JKP yang diperjualbelikan. Pemerintah menetapkan tarif untuk PPN sebesar 10 persen.
2. PPnBM
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Seperti namanya, pajak ini dikenakan pada barang atau produk yang dianggap bukan sebagai barang kebutuhan pokok, dan dikonsumsi oleh kalangan masyarakat tertentu atau mereka yang berpenghasilan tinggi.
Secara spesifik, barang-barang mewah yang dibeli dimaksudkan untuk memperlihatkan tingkat status sosial atau jika dikonsumsi dinilai dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat Indonesia. Barang jenis ini masuk kategori barang kena PPnBM.
Ketahui juga tentang tarif PPh Badan terbaru agar perhitungan pajak badan benar dan tepat.
Cara Membayar Pajak
Setelah memahami jenis-jenis pajak, pertanyaan selanjutnya bagaimana cara atau metode pembayaran pajak.
Di Indonesia, Wajib Pajak Badan yang ingin membayar kewajiban pajaknya bisa melakukan lewat dua kanal, yakni membayar lewat online banking atau datang langsung ke kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk secara resmi oleh Menteri Keuangan.
Sebelum membayar atau menyetorkan pajak ke bank atau pos persepsi, WP harus membuat Kode Billing terlebih dahulu.
Baca juga: Surat Setoran Elektronik: Mengenal SSP Online DJP
Berikut tata cara pembayaran pajak:
1. Online Banking
Untuk bisa melakukan pembayaran lewat cara ini WP harus mendaftar dahulu ke bank persepsi yang ditunjuk Menteri Keuangan. Bank selanjutnya akan menyediakan aplikasi khusus pembayaran pajak online.
Ketika hendak melakukan pembayaran, wajib pajak harus mengisi data yang diperlukan pada aplikasi dari bank tersebut.
Saat pembayaran tuntas dilakukan, WP akan diberikan nomor referensi sebagai tanda bukti pembayaran.
Setelah itu data yang sudah diisi beserta nomor referensi harus dikirim ke bank yang bersangkutan supaya WP menerima Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dari bank.
NTPN ini nantinya dipergunakan pada laporan pajak yang akan dikirimkan kepada kantor pajak.
2. Membayar via Teller Bank/Kantor Pos
Sejauh ini kantor pos masih menjadi salah satu kanal yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melaksanakan sistem penerimaan negara secara elektronik lewat sistem modul penerimaan negara ‘billing’ generasi kedua (MPN G2).
Dengan sistem MPN G2, maka WP tinggal memperlihatkan ID Billing yang berupa 15 digit angka yang akan dibaca oleh sistem MPN G2.
Untuk mendapatkan kode tersebut, WP harus terlebih dahulu mendaftar secara online ke www.djponline.go.id
Selain lewat situs tersebut, WP juga bisa mendapatkan ID Billing pada salah satu kanal yang ditunjuk oleh pemerintah, seperti Klikpajak.id
Sebelum cara online diberlakukan, WP harus menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP).
Sistem manual tersebut dirasa merepotkan WP dan petugas kantor pos/bank persepsi sehingga dilakukanlah perubahan.
Sekarang ini, sistem yang sudah terintegrasi sehingga WP tinggal menunjukan kode Billing pajak kepada petugas di kantor pos.
Selanjutnya, petugas akan memasukan ID billing tanpa harus input lagi data seperti identitas WP, NPWP, Kode MAP, nominal besar uang, serta masa pajak.
3. Membayar Pajak WP Badan di Klikpajak
Selain melalui beberapa saluran pembayaran pajak di atas, Wajib Pajak Badan juga dapat membayarkan kewajiban pajaknya mulai dari PPh hingga PPN dan PPnBM di aplikasi pajak online Klikpajak.id.
Tahukah, Anda dapat membuat kode billing dan langsung bayar billing/pajak hanya dalam satu platform melalui e-Billing Klikpajak.
Klikpajak.id adalah PJAP atau Application Service Provider (ASP) mitra resmi Ditjen Pajak yang disahkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2018.
Membuat Kode Billing Sekaligus Bayar Pajak di e-Billing Klikpajak
Sebelum menyetor pajak, harus mendapatkan Kode Billing atau ID Billing terlebih dahulu dari DJP sebagai syarat untuk membayar pajak.
Melalui e-Billing Klikpajak, Anda dapat membuat Kode Billing untuk semua jenis Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) dengan mudah dan gratis.
Semua riwayat ID Billing dan SSP akan tersimpan dengan aman sesuai jenis dan Masa Pajak yang diinginkan.
Begitu juga Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) akan disimpan dengan rapi dan aman pada fitur Arsip Pajak di Klikpajak.
Sistem e-Billing akan membimbing Anda mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) elektronik dengan benar sesuai transaksi.
“Klikpajak akan menerbitkan ID Billing Anda resmi dari DJP dan Anda dapat langsung membayar pajak tanpa keluar dari platform. Karena e-Billing Klikpajak terintegrasi dengan bank persepsi yang ditunjuk DJP untuk menerima pembayaran/setoran pajak.”
Setelah pembayaran pajak selesai, Anda akan langsung menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) resmi dari Direkorat Jenderal Pajak (DJP).
Baca juga: Langkah-Langkah Cara Cetak Kode Billing di e-Billing
Contoh fitur membuat Kode Billing dan bayar billing di e-Billing Klikpajak
Fitur Lengkap Klikpajak
Bukan hanya kemudahan melakukan proses pembayaran pajak melalui e-Billing Klikpajak, yakni langsung membuat kode billing dan bayar billing tanpa keluar platform, Anda juga dapat mengurus berbagai kewajiban perpajakan lainnya karena Klikpajak memiliki fitur lengkap.
Fitur lengkap apa sajakah yang ada di Klikpajak untuk memudahkan urus perpajakan Anda?