Daftar Isi
9 min read

Sudah Tahu? PPN Final untuk UMKM Berlaku Mulai 2022

Tayang 21 Dec 2021
Sudah Tahu? PPN Final untuk UMKM Berlaku Mulai 2022

Kini, bagi UMKM yang berstatus PKP dapat memungut PPN dan menyetorkan PPN terutang dengan skema PPN Final. Lebih jelasnya tentang skema pengenaan Pajak Pertambahan Nilai PPN khusus dan tarif PPN UMKM ini, simak ulasan dari Mekari Klikpajak berikut.

Tarif PPN UMKM ini disebut berbeda dengan mekanisme tarif PPN normal karena memang besar tarif PPN Final UMKM ini lebih rendah dibanding tarif PPN normal.

Kebijakan PPN Final atau PPN UMKM ini tertuang dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Seperti diketahui, melalui beleid ini pula tarif PPN normal naik, dari sebelumnya 10% dalam UU PPN, tarif PPN naik menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan tarif PPN 12% mulai 1 Januari 2025.

Meskipun begitu tarif pajak usaha kecil 0,5 persen dari penghasilan bruto dan mengikuti ketentuan yang berlaku.

Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI sempat mengungkapkan tarif PPN Final bagi UMKM berkisar antara 1% hingga 3% dari peredaran usaha.

Berapa persisnya? Tarif PPN Final UMKM ini nantinya masih akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan, sebagai peraturan pelaksana dari UU HPP terkait PPN.

Apa sih tujuan pemberlakukan PPN Final ini?

Merujuk pada Penjelasan Pasal 9A ayat (1) UU No. 7/2021, PPN Final ini diharapkan dapat memudahkan dan menyederhanakan administrasi perpajakan serta rasa keadilan.

Sekelumit tentang PPN

Pajak Pertambahan Nilai atau PPN hadir sebagai instrumen pajak yang dikenakan atas transaksi barang atau jasa kena pajak.

Pemahaman mengenai PPN secara mudah adalah pajak yang dikenakan pada aktivitas konsumsi barang atau jasa dari Wajib Pajak Orang Pribadi, WP Badan, juga Bendaharawan Pemerintah.

Secara praktis, pembayar PPN atau konsumen produk dan jasa kena pajak tersebut tidak perlu membayar langsung kepada negara. Melainkan, kewajiban membayarkan jatuh pada pihak pemotong PPN.

Baca juga: Penjelasan PPh Pasal 22 Umum dan Bendaharawan/BUMN

Pihak pelapor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekaligus menjadi penyetor adalah Pengusaha Kena Pajak atau PKP

PPN ini dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan hasil pemungutan tersebut harus disetorkan ke negara dan melaporkan pemungutan tersebut melalui Surat Pemberitahuan atau e SPT Masa PPN.

PKP merupakan penyetor sekaligus pelapor PPN, di mana pajak yang ia setorkan berasal dari  pembeli.

Waktu penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai juga sudah diatur. Temukan di sini batas waktu pembayaran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN.

Sebagai PKP, sudah seharusnya mengetahui dan ingat kapan batas waktu pembayaran dan pelaporan PPN tersebut agar terhindar dari sanksi atau denda pajak.

a. PKP dapat mengkreditkan PPN Masukan

Sebagai PKP, pada saat menjual barang/jasa kena pajak, maka wajib memungut PPN dan menerbitkan Faktur Pajak Keluaran.

Ketika PKP tersebut melakukan pembelian barang/jasa kena pajak, maka akan dipotong oleh PKP penjual dan akan menerima Faktur Pajak yang kemudian menjadi Pajak Masukan.

Setiap akhir masa pajak, Pajak Keluaran tersebut dikurangkan dengan Pajak Masukan, yang hasilnya apabila Pajak Keluaran lebih besar dibanding Pajak Masukan, maka sejumlah PPN Terutang tersebut wajib disetorkan ke kas negara.

Sebaliknya, jika hasil pengurangan Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan tersebut ternyata Pajak Masukan lebih besar dibanding Pajak Keluaran, maka PKP dapat mengkreditkan PPN Masukan ke masa pajak berikutnya atau melakukan restitusi PPN.

Tidak semua pengusaha bisa jadi PKP

Perlu dipahami, tidak semua wajib pajak bisa menjadi PKP.

Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2013, bagi wajib pajak pribadi maupun badan yang sudah memiliki peredaran bruto di atas Rp4,8 miliar setahun, wajib menjadi PKP.

Namun bagi WP Pribadi dan WP Badan yang peredaran bruto setahun masih kurang dari Rp4,8 milair setahun tetap bisa mengajukan diri sebagai PKP.

Baca juga: Tarif Denda PPN: Sanksi Telat Bayar & Terlambat Lapor PPN

b. Objek Pajak Pertambahan Nilai (Objek PPN)

Objek PPN adalah objek yang dikenai pertambahan nilai, diantaranya:

  • Penyerahan BKP dan/atau JKP di suatu wilayah pabean oleh seorang pengusaha. Selama pengusaha berkegiatan bisnis di dalamnya, maka ia akan dikenai PPN di mana barang atau jasa yang dijualnya menjadi objek pajak pertambahan nilai.
  • Penggunaan atau kegiatan konsumsi BKP yang tidak berwujud dari wilayah dari luar pabean ke dalam pabean.
  • Memasukkan barang dari luar negeri atau impor, di mana barang tersebut termasuk dalam BKP.
  • Pengiriman dagang ke luar negeri BKP berwujud atau JKP oleh Pengusaha PKP. Tarif PPN untuk ekspor Barang Kena Pajak berwujud dan tidak berwujud serta ekspor Jasa Kena Pajak adalah 0%.
  • Termasuk juga pemanfaatan JKP dari wilayah luar pabean ke dalam pabean.

Penjelasan Umum PPN Terbaru

Seperti kita tahu, setidaknya ada tiga pokok perubahan ketentuan PPN terbaru dalam UU HPP diantaranya:

  • Kenaikan tarif PPN secara bertahap
  • Perluasan basis PPN melalui pengurangan dari objek yang sebelumnya dikecualikan dari pengenaan PPN
  • Menerapkan PPN Final bagi PKP tertentu dan kegiatan tertentu

Mengenai tarif PPN terbaru sudah disebutkan di atas, sedangkan bebas PPN atau tarif PPN 0% juga masih diterapkan pada:

  • Ekspor BKP Berwujud
  • Ekspor BKP Tidak Berwujud
  • Ekspor JKP

Melalui UU HPP ini, maka jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah:

1. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah.

2. Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.

Sedangkan jenis jasa yang tidak kena PPN diantaranya:

1. Jasa keagamaan

Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah.

2. Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah.

3. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

4. Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola temat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah.

5. Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah.

Baca Juga: Pajak Restoran: Pengertian, Tarif, Hitung, Bayar dan Lapor PB1

Kriteria PKP yang Dapat Menggunakan PPN UMKM

Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa pengenaan PPN Final memang terbatas pada Pengusaha Kena Pajak (PKP) tertentu.

PKP tertentu di sini adalah pelaku usaha kecil dan menengah atau UMKM dengan peredaran bruto tertentu, dan PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu, sehingga disebut PPN UMKM.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 9A ayat (1) UU No. 7/2021 dan penjelasannya, bahwa PPN Final ini diterapkan pada PKP yang:

1. Punya peredaran usaha dalam 1 tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu

2. Melakukan kegitan usaha tertentu, antara lain yang:

  • Mengalami kesulitan dalam mengadministrasikan Pajak Masukan
  • Melakukan transaksi melalui pihak ketiga, baik penyerahan barang/jasa kena pajak maupun pembayarannya
  • Memiliki kompleksitas proses bisnis sehingga pengenaan PPN tidak memungkinkan dilakukan dengan mekanisme normal

3. Melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu, seperti:

  • BKP/JKP yang dikenai PPN dalam rangka perluasan basis pajak
  • BKP/JKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak

PKP dengan ketiga kriteria tersebut dapat memungut dan menyetorkan PPN terutang atas penyerahan BKP/JKP dengan besaran tertentu.

Mengacu pada definisi PKP dengan peredaran bruto tertentu, maka PKP di sini adalah pengusaha kena pajak yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.

Sebab bagi pelaku usaha yang sudah mencapai omzet bruto di atas Rp4,8 miliar secara otomatis sudah wajib berstatus PKP.

Sedangkan bagi pelaku usaha yang jumlah omzet brutonya masih di bawah Rp4,8 miliar, ia tidak wajib menjadi PKP, namun bisa mengajukan diri sebagai PKP sehingga memiliki kewajiban melaksanakan pemungutan PPN atas transaksi barang/jasa kena yang dilakukan.

Baca juga: Menguntungkan, Anda Termasuk PKP Pasal 9 Ayat 4b? Cek di Sini

a. Mekanisme PPN Final atau PPN UMKM

Bagaimana mekanisme PPN Final UMKM ini?

Mengacu pada dasar pengenaan pajak pertambahan nilai yang didasarkan atas peredaran usaha, maka mekanisme PPN Final ini artinya bersifat final yang dihitung dari peredaran usaha yang dikalikan dengan tarif PPN Final atau PPN UMKM.

Mekanisme ini berbeda dengan pada PPN normal yang mana perhitungannya didasarkan pada Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, dan lainnya, dikalikan dengan tarif PPN.

b. PPN UMKM atau PPN Final UMKM Tidak Dapat Dikreditkan

Karena mekanisme pengenaan PPN Final inilah, maka bagi PKP yang dikenakan PPN UMKM ini artinya tidak ada mekanisme mengkreditkan Pajak Masukan.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 9 ayat (2) bahwa Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang berhubungan dengan penyerahan oleh PKP yang dikenakan PPN Final tidak dapat dikreditkan.

Tentu saja, penjelasan detail mengenai pemberlakuan PPN Final bagi UMKM ini, kita tunggu saja peraturan terbaru dari Kementerian Keuangan terbit.

Lebih Mudah Kelola e-Faktur di Mitra Resmi DJP, Klikpajak.id

Itulah penjelasan tentang PPN UMKM yang merupakan regulasi terbaru dalam UU HPP dan menggunakan peraturan turunan untuk melaksanakannya.

Dari uraian di atas dapat diringkas saperti berikut:

  • Pajak Pertambahan Nilai dibayar oleh pembeli, namun disetor dan dilaporkan oleh penjual
  • Batas akhir pembayaran PPN adalah setiap akhir bulan berikutnya
  • Faktur pajak online wajib digunakan PKP sebagai syarat pelaporan SPT Masa PPN
  • Pajak Masukan dipungut ketika PKP membeli atau memproduksi produknya
  • Pajak Keluaran diambil sewaktu PKP berhasil menjual produknya
  • Besaran PPN normal adalah 10% yang berlaku hingga Maret 2022 dan secara bertahap naik jadi 11% mulai April 2022 dan naik jadi 12% mulai Januari 2025 dalam UU PPN terbaru

Agar lebih mudah kelola Faktur Pajak elektronik gunakan e-Faktur Klikpajak.

Sebagai mitra resmi DJP, Klikpajak by Mekari menyediakan aplikasi pajak online yang terintegrasi, sehingga melakukan administrasi pajak bisnis lebih efektif dan efisien, mulai dari hitung, bayar dan lapor pajak online.

Berikut beragam kemudahan kelola e-Faktur di Klikpajak:

Temukan di sini beragam kemudahan urus pajak bisnis dengan Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online yang Terintegrasi sebagai Mitra Resmi DJP.

Kategori : Regulasi Pajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak