Daftar Isi
7 min read

SPT Masa PPh Unifikasi: Pengertian dan Ketentuannya

Tayang 20 Apr 2023
SPT Masa PPh Unifikasi: Pengertian dan Ketentuannya

Pengertian Unifikasi SPT Masa PPh atau SPT Masa PPh Unifikasi adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Masa yang digunakan untuk melaporkan pemotongan dan/atau pemungutan  Pajak Penghasilan (PPh) yang tergolong dalam unifikasi.

Implementasi unifikasi SPT Masa PPh ini berlaku mulai awal 2022 yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-24/PJ/2021.

Unifikasi SPT Masa PPh ini menyasar SPT Masa yang bukan hanya dilaporkan oleh WP Badan, namun juga WP Orang Pribadi, selama mereka berkewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak (pot/put).

Simak ulasan dari Mekari Klikpajak berikut ini untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai unifikasi SPT Masa PPh yang seharusnya dipahami kalangan pengusaha sebagai penunjang aktivitas pajak bisnis,


Apa itu Unifikasi SPT Masa PPh?

Pengertian unifikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hal menyatukan atau penyatuan maupun hal menjadikan seragam.

Unifikasi juga disebut sebagai penyempurnaan pembinaan hukum nasional dilakukan antara lain dengan jalan pembaharuan, kodifikasi, dan hukum.

Dengan demikian, pengertian unifikasi secara luas merupakan proses penyatuan hukum yang berlaku secara nasional atau penyatuan pemberlakuan hukum secara nasional.

Sedangkan SPT berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah:

Surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta serta kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dengan begitu, SPT  Masa PPh Unifikasi adalah SPT masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut pajak penghasilan (PPh) untuk melaporkan kewajiban pemotongan, pemungutan, atau penyetoran sendiri untuk beberapa jenis PPh dalam satu masa pajak.

Baca juga: Cara Pembetulan SPT Badan di e-Filing, Begini Langkahnya

Dalam UU KUP, SPT dikelompokkan menjadi dua berdasarkan waktu pelaporannya, yaitu:

A. SPT Tahunan

SPT tahunan dilaporkan secara tahunan dan SPT tahunan ini dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu SPT tahunan PPh WP OP dan PPh WP badan.

Untuk SPT tahunan WP Objek Pribadi, dikelompokkan lagi menjadi tiga jenis berdasarkan formulir penggunaannya, yakni formulir SPT Tahunan OP 1770, 1770 S, dan 1770 SS.

Namun, untuk SPT tahunan badan hanya memiliki satu jenis formulir saja.

B. SPT Masa

SPT masa seperti namanya dilaporkan pada masa (bulan) tertentu saja.

SPT Masa ini, meliputi SPT Masa untuk PPh, Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan untuk pemungut PPN.

Khusus SPT Masa PPh, berdasarkan UU PPh, ada 6 jenis SPT Masa yang penamaannya berdasarkan nomor pasal dalam peraturan tersebut, diantaranya SPT Masa PPh Pasal 21/26, Pasal 22, 25, 15, dan 4 ayat 2.

Keenam jenis SPT itu, perbedaannya ada pada objek pajak yang dilaporkan dan telah dipungut atau dipotong pajaknya.

Manfaat

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka yang perlu dipahami para pengusaha, bahwa jenis SPT Masa PPh cukup beragam.

SPT Masa PPh yang bermacam-macam jenisnya ini, kadang bikin rumit dan memakan biaya administrasi yang cukup mahal, baik bagi WP maupun otoritas pajak.

Sebab mulai dari proses pelaporan, termasuk aplikasinya, sejauh ini masih dilakukan secara terpisah untuk setiap jenis SPT Masa PPh.

Dengan begitu, WP yang memiliki kewajiban pemotongan atau pemungutan yang lebih dari satu jenis PPh harus melaporkan SPT berulang-ulang menggunakan formulir dan format yang berbeda.

Nah, unifikasi SPT Masa mencoba menyederhanakan proses tersebut menyeragamkan laporan pajak (SPT), yang selama ini diserahkan secara bulanan (masa) oleh WP OP dan WP Badan.

Sedangkan untuk SPT Masa PPh, proses unifikasi ini menyasar SPT Masa PPh yang berkaitan dengan kewajiban pot/put atau potong/pungut, yakni untuk PPh Pasal 15, 22, 23/26 dan 4 ayat (2).

Maka, SPT Masa PPh Unifikasi bertujuan untuk memudahkan pengelolaan dan mengurangi biaya administrasi bagi WP maupun DJP.

Sebab jika sebelumnya pelaporannya dilakukan secara terpisah, baik aplikasinya maupun formatnya yang berbeda, kini dapat dilakukan dalam dilakukan dalam satu SPT untuk beberapa jenis PPh dalam satu Masa Pajak.

Jadi SPT Masa PPh Unifikasi meliputi beberapa jenis PPh, yaitu:

  1. PPh Pasal 22
  2. PPh Pasal 23/26
  3. PPh Pasal 4 ayat 2
  4. PPh Pasal 15

Dalam unifikasi ini, SPT Masa PPh dijadikan dalam satu format pelaporan SPT. Sedangkan PPh Pasal 21 tetap dipisah.

Sedangkan untuk SPT Masa PPh Pasal 25 sendiri sudah tidak wajib disampaikan, selama Surat Setoran Pajak ( SSP ) sudah mendapat validasi nomor transaksi penerimaan negara (NTPN).

Baca Juga: Dear Pebisnis, Begini Cara Mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh 23

Ketentuan SPT Masa PPh Unifikasi

Mengenai unifikasi SPT Masa PPh ini diatur dalam Peraturan DJP Nomor PER-23/PJ/2020.

Dalam bab II mengenai kewajiban pemotong atau pemungut PPh Pasal 2 dijelaskan sebagai berikut:

(1) Pemotong/Pemungut PPh yang melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh wajib membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi, menyerahkannya kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut, dan melaporkannya kepada Direktorat Jenderal Pajak menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi.
(2) SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi beberapa jenis PPh, yaitu:
a. PPh Pasal 4 ayat (2);
b. PPh Pasal 15;
c. PPh Pasal 22;
d. PPh Pasal 23; dan
e. PPh Pasal 26.
(3) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk:
a. Formulir kertas; atau
b. Dokumen Elektronik, yang dibuat dan disampaikan melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi.
(4) Pemotong/Pemungut PPh menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara penyampaian, penerimaan, dan pengolahan Surat Pemberitahuan.
(5) Pemotong/Pemungut PPh tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi dalam hal pada suatu Masa Pajak:
a. Tidak terdapat objek pemotongan dan/atau pemungutan yang harus diterbitkan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi; dan
b. Tidak terdapat pelunasan PPh terutang atas suatu transaksi/kegiatan, yang dilakukan dengan cara penyetoran sendiri.

Baca Juga: Cara Lapor SPT PPh Badan di e-SPT Tahunan Badan Klikpajak

Sedangkan dalam Bab IV Peraturan DJP Nomor PER-23/PJ/2020 Pasal 8 dijelaskan mengenai formulir yang digunakan untuk melakukan aktivitas unifikasi SPT Masa PPh dan tata cara pengisiannya:

(1) SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari formulir:
a. Induk SPT Masa PPh Unifikasi;
b. Daftar Rincian Pajak Penghasilan yang Disetor Sendiri;
c. Daftar Objek Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pihak Lain; dan
d. Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi beserta Daftar Surat Setoran Pajak, Bukti Penerimaan Negara, Bukti Pemindahbukuan PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, pajak PPh 23 dan/atau PPh 26.
(2) SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. Masa Pajak dan Tahun Pajak;
b. Status SPT normal atau pembetulan;
c. Identitas Pemotong/Pemungut PPh;
d. Jenis PPh;
e. Jumlah dasar pengenaan pajak PPN;
f. Jumlah nilai PPh yang dipotong, dipungut, ditanggung Pemerintah, dan/atau PPh yang disetor sendiri;
g. Jumlah total PPh;
h. Jumlah total PPh yang disetor pada SPT yang dibetulkan;
i. Jumlah PPh yang kurang (lebih) disetor karena pembetulan;
j. Nama dan tanda tangan Pemotong/Pemungut PPh atau kuasa; dan
k. Tanggal SPT Masa PPh Unifikasi dibuat.
(3) SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. Dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C;
b. Diisi sesuai petunjuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

 

Cara Menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi

Bukti potong/pungut dari unifikasi dan unifikasi SPT Masa PPh ini, bisa dalam bentuk kertas seperti tanda terima, namun bisa pula berbentuk dokumen elektronik yang disampaikan lewat aplikasi Bukti Pemotongan atau Pemungutan PPh Unifikasi Elektronik yang sudah disediakan DJP pada situs mereka.

Bukti potong yang bentuk dokumen, baik fisik maupun elektronik, ada kriterianya sendiri berdasarkan Peraturan DJP Nomor PER-23/PJ/2020 Pasal 3.

Kriteria yang dimaksud sebagai berikut:

A. Untuk formulir kertas digunakan oleh pemotong/pemungut PPh yang memenuhi kriteria :

  • Membuat tidak lebih dari 20 Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 Masa Pajak, dan
  • Membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan dasar pengenaan PPh tidak lebih dari Rp100.000.000 untuk setiap Bukti Pot/Put Unifikasi dalam satu Masa Pajak.

Baca Juga: Cara Lapor SPT Masa PPN Online Terbaru di e-Faktur

B. Adapun untuk bukti pot/put unifikasi dan unifikasi SPT Masa PPh berbentuk dokumen elektronik, hanya  digunakan oleh pot/put PPh yang memenuhi kriteria seperti berikut:

  • Membuat lebih dari 20 bukti pot/put unifikasi dalam 1 masa pajak.
  • Ada bukti pot/put unifikasi dengan nilai dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100.000.000 dalam satu masa pajak.
  • Membuat bukti pot/put unifikasi untuk objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI, giro, dan transaksi penjualan saham.
  • Sudah menyampaikan SPT Masa Elektronik, atau
  • Terdaftar di KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, atau KPP Madya.

Itulah penjelasan tentang unifikasi SPT Masa PPh yang perlu diketahui dan dipahami.

Sekarang waktunya Anda melakukan berbagai aktivitas perpajakan dengan cara mudah dan praktis melalui aplikasi pajak online Mekari Klikpajak.

Unifikasi SPT Masa PPh yang Harus Dipahami Pengusaha

Mekari Klikpajak memiliki Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online Terintegrasi Mitra Resmi DJP yang membuat pengelolaan perpajakan lebih efektif dan efisien.

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak