Daftar Isi
10 min read

Regulasi Pajak Berubah, Bagaimana Perubahan Pajak Retail?

Tayang 25 Jul 2021
Regulasi Pajak Berubah, Bagaimana Perubahan Pajak Retail?

Seperti kita tahu, ada banyak peraturan perpajakan yang mengalami perubahan beberapa waktu terakhir. Lantas, apakah perubahan regulasi pajak ini juga memengaruhi ketentuan pajak retail? Temukan jawabnya di sini, Mekari Klikpajak mengulasnya untuk Sobat Klikpajak.

Benarkah perubahan-perubahan regulasi perpajakan yang cukup banyak beberapa waktu terakhir ini membuat ketentuan pajak retail juga berubah?

Tak sedikit wajib pajak khususnya para pelaku usaha yang mempertanyakan hal ini. Mungkin Sobat Klikpajak salah satunya.

Menanggapi hal ini, Praktisi Pajak dari RDN Consulting, H.C. Limarta, dalam Webinar Bincang Pajak Maybank x Klikpajak dengan tema ‘Perubahan Kebijakan Pajak Retail Tahun 2021’ belum lama ini, menjelaskan seperti apa kebijakan pajak retail seiring banyaknya perubahan regulasi pajak.

Menurut dia, regulasi pajak yang ada sedikit banyaknya mengarah pada banyak sektor usaha, tak terkecuali sektor retail.

Oleh karena itu, yang perlu dicermati adalah bagaimana wajib pajak khususnya pebisnis dapat memahami implikasi dari perubahan kebijakan pajak tersebut terhadap kewajiban perpajakannya.

“Pada dasarnya, aturan pajak retail itu mengikuti aturan pajak umum. Aturan-aturan itu (peraturan perpajakan secara umum) akan pengaruhi perpajakan sektor retail juga,” kata Limarta.

Artinya, peretail akan dikenakan kewajiban pajak sekaligus hak yang sama terkait perpajakan yang diatur dalam regulasi pajak yang berlaku umum tersebut.

YouTube video

Apa Saja Perubahan Regulasi Pajak & Ketentuan Pajak Retail?

Limarta pun menjabarkan satu per satu perubahan kebijakan pajak dan mewanti-wanti apa yang perlu diperhatikan dari perubahan regulasi tersebut:

1. Penurunan Tarif PPh Badan dalam Regulasi di UU Cipta Kerja

Kebijakan pajak dalam regulasi baru salah satunya adalah mengatur tentang tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan.

Regulasi tentang penurunan tarif PPh Badan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang sudah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 atau UU Cipta Kerja.

Dalam beleid ini, tarif PPh Badan diturunkan secara bertaham dari sebelumnya 25% menjadi 22% untuk tahun 2020-2021.

Kemudian tarif PPh Badan ini turun lagi menjadi 20% yang berlaku mulai 2022.

Bahkan, bagai WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk) mendapat penurunan tambahan tarif PPh Badan sebesar 3% dengan ketentuan syarat sebagai berikut:

Baca juga: Syarat Tarif Wajib Pajak Perseroan Terbuka (Tbk) Lebih Rendah 3 Persen

Limarta mengingatkan, perlu memerhatikan dengan baik penghitungan angsuran PPh Pasal 25 dari penurunan tarif PPh Badan secara bertahap tersebut.

 “Ingat ya, tarif (PPh Badan) 2021 yang dilaporkan pada 2022 itu tarif 22 persen, dan tahun depannya 20 persen. Jangan sampai salah hitung, karena selisih 2 persen kelebihan bayar pajak, betapa sulitnya melakukan restitusi,” kata dia.

2. Penurunan Tarif PPh Pasal 26 dalam PP No. 9/2021

Sebelumnya, tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga dari dalam negeri yang diterima subjek pajak luar negeri sebesar 20%.

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021 tersebut, tarif pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga atas obligasi (termasuk Syariah) yang diterima/diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain Badan Usaha Tetap (BUT), turun menjadi 10% atau sesuai P3B.

3. Bebas Pajak Dividen dalam PP 9/2021 dan PMK 18/2021

Sebagai upaya untuk mendukung kemudahan berusaha sesuai PP No. 9 Tahun 2021 dan sebagai pelaksanaan UU Cipta Kerja bidang PPh, PPN dan KUP dalam PMK No. 18/2021, pemberian dividen dikecualikan dari pajak dengan syarat tertentu.

Syarat dividen yang diterima WP Orang Pribadi tidak dipungut pajak:

a. Harus diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu

b. Dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau pembagian dividen interim

c. Jika diinvestasikan kurang dari dividen yang diterima/diperoleh:

  • Dividen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh
  • Selisih dari dividen yang diterima dikurangi dengan dividen yang diinvestasikan, dikenakan PPh sesuai ketentuan perundang-undangan

d. Harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh sebagai penghasilan tidak termasuk objek pajak

e. Tidak dilakukan pemotongan PPh oleh pemotong pajak tanpa SKB

Syarat dividen yang diterima WP Badan:

  • Tidak dipotong PPh tanpa syarat
  • Pembagian dividen harus dilakukan berdasarkan RUPS atau pembagian dividen interim
  • Dikecualikan dari melaporkan dividen yang berasal dari dalam negeri dalam SPT Tahunan PPh sebagai penghasilan tidak termasuk objek pajak
  • Tidak dipotong PPh oleh pemotong pajak tanpa SKP

“Kalau tidak melakukan RUPS, maka wajib melaporkan ke SPT dan membayar pajak dividen 10 persen,” ucap Limarta.

Baca Juga: Objek dan Tarif Pajak Dividen Badan Usaha

4. Pengkreditan Pajak Masukan saat Belum Melakukan Penyerahan

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18 Tahun 2021 juga diatur tentang pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang belum melakukan penyerahan.

Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 54 dan Pasal 55 ayat (1) beleid tersebut.

Apa saja syarat dapat mengkreditkan Pajak Masukan bagi PKP yang belum melakukan penyerahan?

Pajak Masukan atas perolehan:

  • Barang Kena Pajak (BKP)
  • Jasa Kena Pajak (JKP)
  • Impor BKP
  • Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
  • Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean

Kesemua itu pengkreditan Pajak Masukan dilakukan sesuai dengan ketentuan pengkreditan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian atau restitusi pada akhir tahun buku.

Baca juga: Daftar Perusahaan Pemungut PPN PMSE & Cara Input Data Dokumen Lain Transaksi PMSE di e-Faktur

Lalu, apa ketentuan Pajak Masukan jadi tidak bisa dikreditkan?

  • PKP belum melakukan penyerahan dalam jangka waktu tertentu
  • PKP belum melakukan penyerahan dan melakukan pembubaran usaha, melakukan pencabutan PKP, atau dilakukan pencabutan PKP secara jabatan

Dalam Pasal 19A PP-1/2012 stdd PP-9/2021 dan Pasal 72 PMK-18/2021 juga disebutkan, keterangan yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak adalah:

a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP

b. Identitas pembeli BKP atau penerima JKP yang meliputi:

  • Nama, alamat, NPWP, bagi WP Badan dalam negeri dan instansi pemerintah
  • Nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
  • Nama, alamat, dan nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi
  • Nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dalam Pasal 3 UU PPh

c. Jenis barang/jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga

d. PPN yang dipungut

e. PPnBM yang dipungut

f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak

g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Sesuai Pasal 20 ayat (1) PP-1/2012 stdd PP-9/2021, Pasal 79 dan Pasal 80 PMK-18/2021 disebutkan:

  • PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP pada pembeli BKP dan/atau penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir, termasuk yang dilakukan melalui PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik), merupakan PKP Perdagangan Eceran.
  • PKP Pedagang Eceran dapat membuat Faktur Pajak secara eceran (tanpa identitas pembeli, serta nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak), termasuk untuk penyerahan BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas tidak dipungut PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
  • Faktur Pajak tersebut dapat berupa: bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis

Perlu diingat, PKP di sini termasuk PKP yang melakukan:

  • Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP
  • Pemberian cuma-cuma atas BKP dan/atau JKP kepada konsumen akhir

Lalu, seperti apa karakteristik konsumen akhir menurut beleid tersebut?

Karekateristik konsumen akhir dalam penyerahan BKP/JKP ini di antaranya:

  • Pembeli barang dan/atau penerima jasa mengonsumsi secara langsung barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima
  • Pembeli barang dan/atau penerima jasa tidak menggunakan atau memanfaatkan barang dan/atau jasa yang dibeli untuk kegiatan usaha

Baca Juga : Cara Mudah Bayar Pajak Online di e-Billing

5. Insentif Dampak Covid-19 Diperpanjang hingga Desember 2021

Perubahan kebijakan yang belum lama ini diterbitkan adalah regulasi perpanjangan pemberian masa berlaku insentif pajak dampak Covid-19.

Kebijakan pemberian insentif dampak Covid-19 yang diperpanjang hingga akhir tahun ini tertuang dalam PMK Nomor 82 Tahun 2021.

Sebelumnya, melalui PMK No. 9/2021, pemberian insentif pajak dampak Covid-19 ini akan berakhir di bulan Juli 2021.

Jenis insentif pajak dampak Covid-19 yang diperpanjang hingga Desember 2021 di antaranya:

1. PPh Pasal 21 DTP

2. PPh Final UMKM DTP atau Pajak Final UMKM

3. PPh Final Jasa Konstruksi P3-TGAI DTP

4. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%

5. Pengembalian Pendahuluan PPN sampai dengan Rp5 miliar

6. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor

Ada sejumlah perubahan dalam penerimaan atau yang dapat mengajukan insentif pajak dampak Covid-19 yang diperpanjang hingga Desember 2021 ini.

  • PPh 21 DTP sebanyak 1.189 Klasifikasi Lapangan Usaha/KLU Pajak (tetap)
  • Pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebanyak 132 (sebelumnya 730 KLU)
  • Pengurangan Angsuran PPh 25 sebanyak 216 (sebelumnya 1.018 KLU)
  • Pengembalian Pendahuluan PPN sebanyak 132 (sebelumnya 725 KLU)

“PMK 82/2021 ini perubahan PMK 9/2021 tentang insentif pajak wajib pajak terdampak Covid-19 yang diperpanjang hingga Desember 2021. Bisa cek KSWP, apakah insentif yang sebelumnya dimanfaatkan masih berlaku. Jangan lupa laporkan realisasinya, ini banyak yang lupa,” tutur Limarta.

Apa saja Jenis-Jenis Pajak Retail?

Sebagai wajib pajak dari usaha retail yang dijalankan, setidaknya ada sejumlah jenis pajak yang dikenakan pada sektor retail.

Berikut adalah jenis-jenis pajak bagi usaha eceran atau pajak retail:

a. PPN pada Usaha Retail

PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam setiap proses produksi maupun distribusi.

PPN dibebankan atas transaksi jual-beli barang atau jasa yang dilakukan oleh WP Badan yang telah terdaftar sebagai PKP.

Perusahaan retail akan selalu melakukan transaksi barang yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Dengan demikian, pelaku usaha retail tentunya akan harus memungut atau memotong PPN atas transaksi Barang Kena Pajak (BKP) dari lawan transaksinya.

Perusahaan retail terlebih dahulu harus terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

b. Peretail Harus Membuat Faktur Pajak

Perusahaan retail yang sudah memiliki omzet lebih dari Rp4,8 miliar setahun, wajib harus menjadi Pengusaha Kena Pajak atau PKP.

Namun, bari perusahaan retail yang masih memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar setahun juga dapat mengajukan sebagai PKP.

Dengan menjadi PKP, pelaku usaha retail wajib memungut/memotong PPN.

Karena melakukan pemungutan/pemotongan PPN dari transaksi barang/jasa kena pajak, maka wajib membuat Faktur Pajak untuk lawan transaksinya.

c. ‘Withholding Tax’ bagi Perusahaan Retail

Perusahaan retail skala besar tidak lepas dari urusan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) secara withholding.

Apa itu withholding tax?

Aspek perpajakan lainnya atau withholding tax adalah pemberian kepercayaan pada pihak ketiga untuk melaksanakan kewajiban memotong/memungut PPh yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkan ke kas negara.

Contoh,

Pembayaran kepada penyedia jasa legal, akuntansi, dan lainnya.

1. Wajib memotong PPh 23

Perusahaan retail harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah imbalan bruto tidak termasuk PPN yang dibayarkan kepada penyedia jasa.

2. Wajib memotong PPh 21

Perusahaan retail juga harus memotong/memungut PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji karyawan yang besar penghasilannya telah melebihi batas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

3. Wajib memotong PPh 4 ayat (2)

Selain itu, perusahaan retail juga harus memotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas pembayaran biaya sewa Gudang dan toko sebesar 10% dari jumlah bruto biaya sewa.

4. Pajak Restoran untuk Retail Berbentuk ‘Convenience Store’

Usaha retail juga memiliki kewajiban pajak restoran apabila perusahaan retail tersebut berbentuk setengah resto atau mirip kafe, biasa disebut convenience store.

Ini sering terlihat sebagai minimarket yang menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman, serta menyediakan tempat atau ruangan bagi pembeli untuk menikmati makanan/minuman yang disajikan.

Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, usaha retail yang berbentuk convenience store ini termasuk wajib pajak restoran.

Dengan demikian, barang yang dijual oleh convenience store ini dikenakan PB1 atau pajak restoran.

Pajak Retail dan Perubahan Regulasi Pajak Perusahaan RetailIlustrasi perusahaan retail yang dikenakan pajak retail sesuai regulasi yang ada

Kelola pajak perusahaan retail lebih mudah dengan Klikpajak

Jadi, apapun usahanya termasuk usaha pedagang eceran sekalipun memiliki kewajiban perpajakan yakni pajak retail.

Itulah tentang perubahan kebijakan perpajakan dengan regulasi pajak berubah dalam beberapa waktu terakhir, termasuk pemberian insentif pajak dampak Covid-19, serta kaitannya dengan pajak retail.

Agar lebih mudah kelola pajak retail Sobat Klikpajak, gunakan aplikasi pajak online mitra resmi DJP yang memiliki fitur lengkap, yakni Klikpajak by Mekari.

Fitur lengkap Klikpajak membantu mempermudah urusan perpajakan bagi para pelaku usaha, konsultan pajak, maupun bagi Sobat Klikpajak yang berprofesi pada bagian keuangan atau sebagai tax officer.

Temukan fitur lengkap aplikasi pajak online Klikpajak by Mekari selengkapnya di Inilah Daftar Fitur Lengkap Klikpajak untuk Kelola Pajak Perusahaan.

Ingin melihat bagaimana Klikpajak dapat membantu bisnis dan aktivitas Sobat Klikpajak dalam mengelola e-Faktur, e-Bupot, bayar dan lapor SPT Tahunan/Masa PPh dan PPN yang dapat menghemat banyak waktu?

Pajak Retail dan Perubahan Regulasi Pajak Perusahaan Retail

Jangan segan menghubungi kami, karena kami senang berbicara dengan Anda. Jadwalkan demo dan kami dapat menunjukkan caranya untuk memudahkan urusan perpajakan perusahaan. Klikpajak by Mekari mengerti yang Anda butuhkan.

Cukup daftarkan email di klikpajak.id dan temukan bagaimana Sobat Klikpajak dapat melakukan urusan perpajakan dengan sangat menyenangkan. Lebih mudah dari sekadar yang dibayangkan.

Kategori : Regulasi Pajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak