Masyarakat pernah diramaikan cerita penjual di toko online yang tiba-tiba ditagih pajak hingga Rp35 juta oleh Ditjen Pajak. Sebenarnya, pajak apa sih yang dikenakan untuk online shop?
Supaya jualan di marketplace tetap aman dan nyaman, penting untuk tahu jenis-jenis pajak yang wajib dibayar oleh penjual online.
Penasaran dengan cerita penjual olshop yang ditagih pajak puluhan juta itu? Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda agak memahami soal kewajiban pajak penjual di toko online.
Kisah Penjual di Olshop (Online Shop) Ditagih Pajak
Awalnya, postingan tagihan pajak ke penjual di olshop ini diunggah pemilik akun @txtdarionlshop (24/11/2021) hingga viral dengan ribuan retweet dan ratusan komentar di hari yang sama.
Begini cuitannya,”Yang udah berjualan dan baru dagang onlen, ingat kalo ada pajak. Ternyata selama ini data transaksi selama ini data transaksi seller sopi diterima oleh kantor pajak, nggak tahu kalo mp (marketplace) lain, kayaknya sih iya juga. Doi belum punya NPWP, 2 tahun nggak bayar pajak kena 35 juta.”
Cuitan ini disertai unggahan tangkapan layar gadget berisi curhatan salah satu warganet (warga internet) pada laman Facebook beserta bukti surat dari Ditjen Pajak.
Kantor Wilayah DJP Jawa Barat melalui akun media sosialnya @pajakjakbar1 pun merespons cuitan tersebut dengan mengatakan,”Terima kasih kak sudah mengingatkan. Setiap warga negara yang sudah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, maka mempunyai kewajiban untuk mendaftar, menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya.”
Kehebohan cuitan pajak olshop di media sosial Twitter ini pun menuai beragam komentar. Sebagian besar memang terlihat heran dengan tagihan pajak jualan online sebesar itu.
Ada juga yang mengeluhkan jualan online ternyata kena pajak. Tak sedikit pula yang nyatanya tidak tahu soal kewajiban pajak penghasilan online shop, hingga sekadar membuat NPWP pun juga tak paham.
Baca Juga: NPWP 16 Digit dan Pemadanan NIK-NPWP
Apa Saja Jenis Pajak Online Shop?
Dalam tread cuitan tentang pajak online shop itu, nyatanya tak sedikit orang yang mengaku belum tahu sebenarnya jenis pajak apa yang dikenakan dari bisnis jualan di toko online atau marketplace.
Jangan salah kaprah memahami pajak toko online atau pajak yang dikenakan atas usaha dari jualan di toko online alias marketplace atau olshop ini.
Sekadar mengingatkan, antara pajak dari transaksi online dengan pajak atas usaha jualan online itu suatu hal yang berbeda.
Jika pajak transaksi online artinya pajak yang dikenakan atas transaksi yang terjadi dalam jual beli secara daring, sedangkan pajak usaha jualan online artinya pajak yang dikenakan atas penghasilan dari bisnis yang dimiliki.
Jadi, jenis-jenis pajak di online shop tidak akan selalu dibebankan pada penjual saja, tapi juga dikenakan pada pembeli, bahkan merupakan tanggung jawab pihak marketplace (pemilik olshop yang menyediakan platfom toko online).
Apa saja jenis pajak online shop? Berikut adalah jenis pajak penghasian atau jenis-jenis pajak online shop yang beberapa di antaranya bukan kewajiban penjual di toko online:
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan yang dikenakan pada penjual yang punya toko online di marketplace adalah jenis PPh atas omzet yang diperoleh dari hasil penjualan di online shop tersebut.
Mengacu pada cuitan tentang pajak olshop tersebut, maka sejatinya tagihan pajak sebesar Rp35 juta ini bukanlah pajak atas transaksi di olshop, melainkan PPh dari hasil jualan di toko online tersebut.
Sehingga tidak ada kaitannya harus menyesuaikan lagi perhitungan harga jual barang yang akan dijualnya. Karena yang dikenakan pajak ini merupakan penghasilannya, bukan transaksi yang dibebankan biaya-biaya dari pajak.
Sama seperti Wajib Pajak (WP) Pribadi yang memiliki penghasilan dari bekerja sebagai pegawai/karyawan, mereka secara rutin telah membayar pajak penghasilan melalui pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan perusahaan pemberi kerja.
Jika pada Wajib Pajak Pribadi yang memiliki usaha (WP Pribadi Pengusaha) juga harus membayar PPh atas penghasilan yang diperolehnya dari jualan online di online shop.
Bedanya, bagi WP Pribadi Pengusaha maupun WP Badan yang punya toko online di marketplace ini harus menghitung dan menyetorkan sendiri kewajiban PPh-nya ke negara. Karena pajak penghasilan di Indonesia masih menganut sistem perpajakan self-assessment.
Pada kasus di atas, pada masa itu penjual toko online dikenakan PPh Final 0,5% dari omzet bruto jika penghasilannya di bawah Rp4,8 miliar setahun, sesuai PP 23/2018 sebagaimana telah diperbarui dengan PP 55/2022. Sedangkan bagi wajib pajak yang omzet brutonya di atas Rp4,8 miliar setahun, dikenakan PPh Badan 22% dari penghasilan kena pajak. Mereka menghitung dan menyetorkan sendiri pajak penghasilannya tersebut ke kas negara.
Regulasi Baru: Pihak Market yang Memungut PPh Penjual di Toko Online
Mulai tahun 2025, DJP menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No 37 Tahun 2025 yang menegaskan bahwa penjual di marketplace kini dikenai pemotongan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% oleh platform digital yang ditunjuk.
Namun tidak semua penjual langsung dikenai pemotongan. Hanya penjual dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta tidak dikenakan pemotongan PPh 22 jika menyerahkan surat pernyataan omzet kepada marketplace. Selengkapnya Anda dapat membaca artikel: Peraturan Baru Pajak Penjual di Marketplace.
2. Pajak Impor Kiriman Barang dari Luar Negeri
Dalam transaksi jual beli online melalui toko online atau online shop (marketplace), juga tak luput dari kaitannya dengan beberapa pengenaan pajak transaksi, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Masuk, maupun PPh impor.
Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.
Ketiga jenis pajak ini dikenakan untuk transaksi barang dengan harga di atas US$3 yang dikirimkan dari Kawasan Perdagangan Bebas seperti Kabupaten Bintan, Kota Batam, Kota Sabang, dan Kabupaten Aceh Besar.
Namun beberapa jenis pajak tersebut sejatinya hanya dikenakan pada pembeli barang dari luar negeri atau barang impor pada saat transaksi pembelian berlangsung, bukan pajak yang harus dibayar penjual di toko online.
PPN, Bea Masuk dan PPh impor tersebut disetor ke kas negara oleh perusahaan jasa kirim sebagai pemungut pajak dari transaksi yang ada di marketplace tersebut.
Jadi, ketiga jenis pajak dari transaksi di toko online ini bisa diabaikan saja oleh penjual di online shop karena memang tidak dibebankan ke penjual maupun bukan kewajiban penjual di toko online untuk menyetorkan ke kas negara.
Agar lebih mudah memahami, begini ilustrasinya:
Tuan A menjual sepatu di online shop AAA. Sepatu yang dijual tersebut didatangkan dari luar negeri.
Harga jual sepatu | = Rp500.000 | |
Bea Masuk | = 25% x Rp500.000 | = Rp125.000 (+) |
= Rp625.000 | ||
PPh impor | = 7,5% x Rp625.000 | = Rp46.875 |
PPN | = 10% x Rp500.000 | = Rp50.000 (+) |
Harga sepatu setelah pajak | = Rp721.875 | |
Ongkos kirim | = Rp35.000 (+) | |
Harga sepatu yang harus dibayar pembeli di online shop | = Rp756.875 |
Jadi, pembeli akan membayar sejumlah Rp756.875 pada saat melakukan transaksi pembelian sepatu impor di marketplace dari toko online milik Tuan A.
Kemudian marketplace AAA tersebut akan mengirimkan ongkos kirim, Bea Masuk, PPh impor dan PPN, ke perusahaan jasa pengiriman.
Perusahaan jasa kirim hanya akan menerima ongkos kirim sebesar Rp35.000, dan menyetorkan Bea Masuk, PPh impor dan PPN tersebut senilai Rp221.875 ke kas negara.
Sedangkan Tuan A, akan menerima sejumlah uang sesuai harga jual sepatu tersebut yakni Rp500.000.
Perhitungan tersebut apabila proses pembelian barang di marketplace secara nontunai (cashless) atau pembayaran elektronik.
Jika pembelian dilakukan secara tunai, maka semua biaya seperti ongkos kirim, PPN, Bea Masuk, PPh impor dan nominal harga sepatu akan diserahkan ke pihak penjual sepatu di toko online atau Tuan A dan harus menyetorkan sendiri pajak impor tersebut.
Baca Juga: Solusi ETAX 40001: eFaktur Error 40001 & Cara Mengatasi ETAX-40001
3. PPh Pasal 23/26 dan PPh Pasal 21
Perlu dipahami, dalam aktivitas bisnis di toko online juga mengandung unsur Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23/26 maupun Pajak Penghasilan Pasal 21
Jenis pajak penghasilan pasal 23 atau pasal 26 ini merupakan PPh yang dipotong oleh pihak marketplace dari biaya jasa yang dibayarkan marketplace ke perusahaan yang jasanya digunakan pihak marketplace.
Jika PPh Pasal 23 dikenakan pada perusahaan wajib pajak dalam negeri, sedangkan PPh Pasal 26 merupakan wajib pajak luar negeri.
Sedangkan PPh Pasal 21 dalam perpajakan di online shop ini muncul ketika pihak marketplace menggunakan jasa dari pihak individu atau perorangan, misalnya influencer.
Maka, pihak marketplace ini akan memotong PPh 21 dari biaya jasa atau komisi yang diberikan kepada individu yang jasanya digunakan oleh pihak marketplace tersebut.
Karena telah memotong atau memungut PPh 23/26 dan PPh 21, maka pihak marketplace pula yang akan menyetorkan hasil pemungutan PPh 23/26 maupun PPh 21 ini ke kas negara.
Pihak marketplace juga wajib membuat Bukti Potong PPh 23/26 dan melaporkan PPh 23 secara online melalui e-Bupot Unifikasi
Ketiga jenis PPh tersebut, akan langsung dipotong pihak marketplace pada saat transaksi pembayaran jasa.
Jadi, jenis pajak ini tidak berkaitan dengan kewajiban pajak bagi penjual di toko online atau marketplace.
Baca Juga: Pahami Peraturan PPh Pasal 23 dan Ketentuan Pelaporannya
4. PPN
Masih berkaitan dengan poin ketiga di atas, jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam bisnis online shop juga merupakan kewajiban pihak marketplace dan pihak yang memberikan jasa, bukan penjual barang di toko online ini.
Ketika pihak marketplace menggunakan jasa dari pihak yang memberikan jasa, maka pihak marketplace tersebut harus membayar PPN yang dipotong langsung pada saat transaksi oleh pihak pemberi jasa.
Kemudian pihak pemberi jasa dalam hal ini perusahaan yang sudah berstatus PKP, harus menyetorkan pemungutan/pemotongan PPN atas transaksi jasa kena pajak dari pihak marketplace tersebut ke kas negara.
Sementara itu, pihak marketplace sendiri juga akan menjadi pihak yang memungut PPN. Marketplace akan memungut PPN dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau PPN PMSE atas barang/jasa kena pajak dari luar negeri melalui sistem elektronik.
Artinya, PPN PMSE ini dibayarkan oleh penjual barang/jasa kena pajak dari luar negeri. Sedangkan PPN PMSE 11% itu sendiri sebenarnya dibebankan pada pembeli produk/jasa digital yang dijual oleh penjual luar negeri kepada pembeli di Indonesia melalui situs.
Jadi, kewajiban PPN dari bisnis di online shop ini juga bukan merupakan kewajiban penjual di toko online yang merupakan wajib pajak dalam negeri.
Namun bagi penjual di toko online yang sudah memiliki sejumlah omzet lebih dari Rp4,8 miliar setahun, baik penjual di marketplace sebagai orang pribadi maupun badan/perusahaan, maka sudah wajib mengajukan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Ketika WP Badan maupun WP Pribadi sudah berstatus PKP, maka memiliki kewajiban memungut PPN atas transaksi barang/jasa kena pajak yang dilakukannya dan menerbitkan Faktur Pajak untuk lawan transaksi.
Kemudian WP Badan ataupun WP Pribadi PKP sebagai penjual di toko online ini wajib menyetorkan pemungutan/pemotongan PPN dari lawan transaksi tersebut ke kas negara.
Selengkapnya baca di sini penjelasan tentang Pajak Pertambahan Nilai saat Transaksi BKP/JKP.
Itulah jenis-jenis pajak olshop yang ada dalam bisnis online shop yang wajib diketahui dan dipahami dengan baik bagi pelaku usaha jual beli barang secara daring di marketplace.
Kelola Pajak Lainnya bagi Penjual di Toko Online
Sebagai pengusaha penjual di toko online, baik WP Pribadi maupun WP Badan dengan jumlah omzet di atas Rp4,8 miliar setahun, wajib mengajukan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Dengan status sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka ada tambahan kewajiban pajak yang harus dipenuhi yakni memungut/memotong PPN atas transaksi Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Apa untungnya menjadi PKP?
Dengan menyandang status PKP, baik WP Pribadi maupun WP Badan dapat menjadikan Pajak Masukan atau PPN Masukan sebagai pengurang pajak.
Kalaupun Pajak Masukan lebih besar dibanding Pajak Keluaran, maka dapat mengajukan restitusi PPN atau permohonan pengembalian kelebihan Pajak Masukan.
Dengan melakukan pemungutan/pemotongan PPN atas barang/jasa kena pajak tersebut, maka PKP wajib buat Faktur Pajak dan menyetorkan PPN Terutang ke kas negara.
Bagaimana cara membuat Faktur Pajak elektronik (e-Faktur), cara bayar PPN dan melaporkan SPT Masa PPN di eFaktur?
Temukan panduan lengkap langkah-langkah cara membuat e-Faktur, cara bayar dan lapor SPT-nya di bawah ini:
Satu hal lagi, melalui e-Faktur Mekari Klikpajak, Anda juga dapat melakukan rekonsiliasi pajak lebih mudah karena bisa menarik data langsung dari laporan keuangan online Mekari Jurnal ERP.
Berikut cara melakukan rekonsiliasi pajak otomatis:
Kesimpulan
Setiap aktivitas perdagangan online diperlakukan sama dengan bisnis fisik dalam hal perpajakan. Penjual di toko online (online shop) memiliki sejumlah kewajiban pajak, seperti PPh Pasal 22 yang dipungut langsung oleh pihak marketplace, kemudian PPN jika melakukan penjualan barang/jasa kena pajak, mengelola PPh 21 bagi karyawannya, serta mengelola PPh 23/26 jika melakukan transaksi yang mengandung objek pajak ini.
Dengan memahami jenis pajak apa saja yang diberlakukan pada usaha di toko online, penjual dapat memenuhi kewajibannya dengan baik dan benar serta terhindar dari sanksi akibat kekeliruan karena ketidaktahuan mengenai ketentuan pajak terbaru.
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan No. 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut PPh serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan melalui Sistem Elektronik”
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman”
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan”