Baca disini untuk panduan penghitungan, contoh soal perhitungan pajak penghasilan PPh 21 Karyawan secara lengkap di blog Mekari Klikpajak.
Pajak penghasilan karyawan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan wajib pajak karyawan.
Perusahaan memotong PPh Pasal 21 dari gaji karyawan setiap bulannya dan menyetorkan ke kas negara.
Mekari Klikpajak akan memberikan panduan lengkap penghitungan juga perhitungan PPh 21 karyawan, contoh, cara bayar dan lapor SPT pajak secara online.
Apa Itu PPh 21?
Sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan ( PPh ), yakni No. 36/2008 yang merupakan perubahan keempat UU PPh No. 7/1983, pengertian PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
Penghasilan yang dimaksud bisa berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain.
Mengacu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-32/PJ/2016, batas penghasilan yang dikenakan pajak adalah di atas Rp4,5 juta per bulan atau lebih dari Rp54 juta setahun.
Ini berlaku untuk karyawan tetap maupun karyawan tidak tetap.
Sedangkan bagi tenaga kerja lepas (pekerja bebas) yang menerima imbalan tidak bersifat berkesinambungan, batas penghasilan yang dikenakan pajak (PPh 21) adalah lebih dari Rp450 ribu sehari atau di atas Rp4,5 juta sebulan.
Tarif PPh 21 bagi pekerja lepas ini sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto
Namun kali ini yang dibahas adalah tentang PPh 21 karyawan, yang artinya bukan merupakan pekerja lepas
Ketahui penghitungan PPh 21 karyawan dan cara pembayaran pajak bagi perusahaan yang memotong PPh Pasal 21 karyawan sebagai Wajib Pajak Badan yang telah memungut PPh 21.
Tahukah, Anda dapat mudah membayar atau menyetorkan PPh 21 yang dipungut dari karyawan karena dapat dilakukan dalam satu platform saja, yakni membuat Kode Billing sekaligus bayar billing dalam satu platform.
Untuk mengetahui panduan lengkap penghitungan PPh Pasal 21 karyawan serta contohnya dan langkah-langkah menyetorkan pemotongan PPh 21 dan pelaporan pajaknya, berikut ulasan dari Mekari Klikpajak.
Ketentuan PPh 21 bagi Karyawan dan Perusahaan
Perlu dipahami, dalam konteks PPh 21 karyawan, seperti penjelasan di atas maka kewajiban PPh Pasal 21 ditujukan pada WP Pribadi maupun WP Badan/perusahaan.
PPh Pasal 21 yang ditujukan kepada WP Orang Pribadi dalam hal karyawan artinya pajak yang dikenakan terhadap penghasilan atau gaji karyawan tersebut.
Sehingga karyawan akan menerima gaji yang sudah terpotong PPh 21 setiap bulannya dan hanya punya kewajiban melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pribadi saja pada tahun pajak berikutnya.
Sedangkan Pasal 21 yang ditujukan pada WP Badan dalam konteks PPh 21 karyawan ini, artinya perusahaan sebagai pemotong PPh 21 karyawan, memiliki kewajiban membayarkan/menyetorkan ke kas negara.
Buktikan kemudahan pembayaran atau penyetoran pajak dengan secara gratis sekarang juga dengan klik gambar di bawah ini.
Baca Juga : Daftar Subjek dan Objek Pajak yang Dikecualikan dari PPh
Komponen atau Elemen dalam Penghitungan PPh 21 Karyawan
Dalam penghitungan PPh Pasal 21 karyawan, terdapat beberapa elemen atau komponen yang harus dihitung di luar gaji pokok.
Semua elemen atau komponen ini nantinya merupakan sebagai pengurang gaji yang akan diterima karyawan setiap bulannya.
Apa sajakah itu?
Berikut beberapa komponen dalam penghitungan PPh 21 karyawan:
1. Tunjangan
Tunjangan adalah sejumlah nilai yang dibayarkan secara rutin oleh perusahaan kepada karyawan setiap bulannya. Ini merupakan di luar gaji pokok.
Ada banyak macam tunjangan yang biasanya diberikan perusahaan kepada karyawannya, seperti tunjangan istri bagi karyawan laki-laki yang sudah menikah, tunjangan anak, dan lainnya.
Dalam penghitungan PPh 21 karyawan, semua tunjangan tersebut harus dijumlahkan terlebih dahulu dengan gaji pokok setiap bulannya.
Dari jumlah total tersebut akan menjadi gaji bruto atau penghasilan bruto karyawan.
Pun demikian, tunjungan ini bukan merupakan kewajiban perusahaan. Maksudnya, perusahaan tidak wajib memberikan tunjangan kepada karyawannya.
Dengan demikian, walaupun perusahaan memutuskan memberikan tunjangan kepada karyawannya. Besar jumlah tunjangan tersebut juga tergantung dari kebijakan perusahaan yang bersangkutan.
Note: Bukti Potong PPh 21: Penjelasan tentang Formulir 1721 A1 dan 1721 A2
2. Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah biaya yang dikenakan terhadap semua karyawan tanpa mempertimbangan tingkatan jabatan karaywan tersebut.
Jadi, semua karyawan, apapun jabatan dan tingkatannya, akan dikenakan biaya jabatan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menetapkan persentase biaya jabatan adalah 5% dari penghasilan bruto dalam setahun.
Batas maksimal penghasilan bruto yang dikenakan biaya tersebut, yaitu maksimal Rp500.000 sebulan dan Rp6.000.000 setahun.
Contoh,
Pak Kelik karyawan di PT AAA dan memiliki total gaji atau penghasilan bruto sebesar Rp20.000.000 per bulan. Maka, besar biaya jabatan yang harus dikeluarkan Pak Kelik atau yang dipotong PT AAA setiap bulannya adalah:
= Gaji Bruto x Biaya Jabatan
= Rp20.000.000 x 5%
= Rp1.000.000
Namun, karena maksimal biaya jabatan sesuai ketentuan DJP itu hanya Rp500.000 sebulan, maka biaya jabatan yang dipotong dari gaji Pak Kelik ini bukan Rp1.000.000 melainkan hanya Rp500.000 saja.
Note: Bagaimana Cara Membuat Bukti Potong PPh 21 Karyawan?
3. BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan adalah program jaminan sosial diselenggarakan oleh pemerintah.
Iuran BPJS Ketenagakerjaan merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh perusahaan/pemberi kerja dan karyawan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.ini.
Perusahaan yang mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS, akan menanggung sebagian persentase tarif iuran BPJS Ketenagakerjaan ini.
Sedangkan beberapa persentase lainnya dibebankan pada karyawan.
Rincian iuran yang harus dibayarkan dari program BPJS Ketenagakerjaan ini adalah:
- Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) => Karyawan membayar 0,24% – 1,74% dan Perusahaan menanggung 1%
- Jaminan Kematian (JK) => Karyawan membayar 0,3% dan Perusahaan menanggung Rp6.800
- Jaminan Hari Tua (JHT) => Karyawan membayar 5,7% dan Perusahaan menanggung 2%
- Jaminan Pensiun (JP) => Karyawan membayar 1% dan Perusahaan menanggung 2%
Jumlah persentase iuran BPJS Ketenagakerjaan itu dikalikan dengan jumlah gaji,
4. BPJS Kesehatan
Komponen dalam penghitungan PPh 21 berikutnya adalah iuran BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan adalah program jaminan kesehatan yang juga diselenggarakan oleh pemerintah.
Jumlah iuran BPJS Kesehatan ini juga ditanggung oleh perusahaan dan juga karyawan itu sendiri.
Besar iuran BPJS Kesehatan adalah 5% dari penghasilan karyawan setiap bulannya, dengan ketentuan 4% ditanggung perusahaan dan 1% dibayar oleh karyawan peserta BPJS Kesehatan ini.
Ilustrasi pekerja yang dikenakan PPh 21 karyawan
Besar PTKP yang Jadi Hak Karyawan dalam PPh 21
Harus dipahami juga dalam penghitungan PPh Pasal 21 karyawan ini juga ada yang namanya Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ) sebagai hak karyawan dari pemerintah.
Artinya, ada sejumlah nilai dari penghasilan karyawan itu tidak dikenakan pajak.
Jadi, setelah gaji dikurangi dengan PTKP, hasilnya akan diketahui besar Penghasilan Kena Pajaknya.
Pengertian Penghasilan Kena Pajak adalah jumlah upah karyawan/pekerja yang akan dikenakan PPh 21 setelah dikalkulasikan dengan tunjangan, biaya jabatan, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, dan lainnya.
Besar PTKP bisa berubah-ubah setiap tahunnya tergantung dari kebijakan pemerintah yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan pelaksana dari UU PPh.
Besarnya PTKP sesuai PMK No. 101/PMK/2016 adalah:
- Rp54.000.000 per tahun => PTKP untuk WP Orang Pribadi
- Rp4.500.000 per tahun => Tambahan PTKP untuk WP yang menikah (Tanpa Tanggungan
- Rp4.500.000 per tahun => Tambahan PTKP untuk setiap keluarga sedarah atau anak yang menjadi tanggungan
- Rp54.000.000 per tahun => PTKP untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami
PTKP Pria/Wanita Lajang | PTKP Pria/Wanita Kawin | PTKP Suami-Istri Digabung |
TK/0 = Rp54.000.000 | K/0 = Rp58.500.000 | K/I/0 = Rp112.500.000 |
TK/1 = Rp58.500.000 | K/1 = Rp63.000.000 | K/I/1 = Rp117.000.000 |
TK/2 = Rp63.000.000 | K/2 = Rp67.000.000 | K/I/2 = Rp121.500.000 |
TK/3 = Rp67.500.000 | K/3 = Rp72.000.000 | K/I/3 = Rp126.000.000 |
Keterangan Tabel:
PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi Tidak Kawin (TK)
TK/0 = Tanpa Tanggungan
TK/1 = Punya 1 Tanggungan
TK/2 = Punya 2 Tanggungan
TK/3 = Punya 3 Tanggungan
PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi Kawin (K)
K/0 = Tanpa Tanggungan
K/1 = Punya 1 Tanggungan
K/2 = Punya 2 Tanggungan
K/3 = Punya 3 Tanggungan
PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Penghasilan Istri Digabung Suami (K/I)
K/I/0 = Tanpa Tanggungan
K/I/1 = Punya 1 Tanggungan
K/I/2 = Punya 2 Tanggungan
K/I/3 = Punya 3 Tanggungan
Ilustrasi jumlah tanggung pengaruhi PTKP dalam penghitungan PPh 21 Karyawan
Tarif Penghasilan Kena Pajak PPh 21 Karyawan
Setelah gaji yang telah dikalkulasikan dengan pengurang dari tunjangan, biaya jabatan, BPJS TK dan BPJS Kesehatan serta lainnya tersebut, hasilnya akan dikurangi PTKP.
Hasil dari dari pengurangan dengan PTKP itulah disebut Penghasilan Kena Pajak, yang nantinya akan dikalikan dengan tarif pajak progresif sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh No. 36/2008, sebagai PPh 21 Terutang.
Jadi, tarif PPh 21 Orang Pribadi adalah menggunakan tarif progresif yang dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak.
Tarif progresif PPh Orang Pribadi sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh 36/2008 adalah:
- 5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp50.000.000 per tahun
- 15% untuk penghasilan kena pajak Rp50.000.000 hingga Rp250.000.000
- 25% untuk penghasilan kena pajak Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000
- 30% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp500.000.000
Keempat persentase tarif progresif PPh Orang Pribadi tersebut merupakan tarif bagi karyawan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ).
Sementara itu, bagi karyawan yang tidak memiliki NPWP, akan dikenakan tarif tambahan 20% lebih tinggi dari tarif progresif di atas.
Ilustrasi tarif PPh 21 karywan
Metode Penghitungan PPh 21 Karyawan
Setelah mengetahui komponen penghitungan PPh 21 karyawan, kemudian besar PTKP sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak, dan tarif progresif untuk mengetahui PPh terutang yang harus disetor ke kas negara, berikutnya ketahui pula metode penghitungan PPh 21 karyawan.
Metode penghitungan yang digunakan untuk mengenakan PPh dari gaji karyawan ini akan memengaruhi jumlah penghasilan yang akan diterima sang pekerja.
Berikut tiga metode penghitungan pajak penghasilan dari gaji yang akan diterima karyawan:
1. Metode ‘Nett’
Penghitungan PPh dengan metode neto (net) adalah pemotongan pajak yang dilakukan perusahaan, dimana perusahaanlah yang menanggung pajak karyawan tersebut.
Artinya, gaji yang diterima karyawan sudah bersih atau tidak termasuk yang akan dipotong pajak penghasilan.
Singkatnya, menghitung PPh 21 dengan menggunakan metode Nett adalah pemotongan pajak di mana perusahaan yang menanggung pajak karyawannya.
Contoh,
Pak Kelik seorang lajang yang melamar kerja di PT AAA. Dia mengajukan gaji sebesar Rp10.000.000 Nett dan perusahaan menyetujuinya.
Sehingga potongan PPh 21 yang dikenakan pada Pak Kelik dari penghitungan jumlah gaji tersebut adalah di luar dari jumlah nominal Rp10.000.000 itu.
Artinya, PPh 21 dari perhitungan nilai gaji Rp10.000.000 ditanggung oleh perusahaan yang mempekerjakan Pak Kelik.
Ilustrasi penghitungan metode Nett,
Ilustrasi tanpa penghitungan pengurang dari tunjangan, BPJS dan lainnya.
Gaji Pokok setahun | = Rp10.000.000 x 12 bulan | = Rp120.000.000 |
Biaya Jabatan setahun | = 5% x Rp10.000.000 = Rp500.000 sebulan | |
= Rp500.000 x 12 bulan | = Rp6.000.000 (-) | |
Penghasilan Neto | = Rp119.000.000 | |
PTKP (TK/0) | = Rp54.000.000 (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | = Rp65.400.000 | |
PPh 21 Terutang: | ||
5% x Rp50.000.000 | = Rp2.500.000 | |
15% x Rp16.400.000 | = Rp2.310.000 (+) | |
PPh 21 Terutang setahun | = Rp4.810.000 | |
PPh 21 Terutang sebulan | = Rp4.810.000 / 12 bulan | = Rp400.833 |
Gaji yang diterima per bulan | = Rp400.833 dibayarkan oleh perusahaan | = Rp10.000.000 |
Note: Berapa Besar Minimal Gaji yang Kena PPh 21 Tahun 2021?
2. Metode ‘Gross’
Kebalikan dari penghitungan PPh dengan metode gross (bruto) adalah cara menghitung pajak penghasilan yang secara keseluruhan dibebankan pada gaji yang seharusnya diterima karyawan.
Jadi, gaji yang akan diterima karyawan setiap bulannya tersebut belum termasuk potongan pajak penghasilan.
Singkatnya, menghitung PPh 21 dengan menggunakan metode Gross adalah pemotongan pajak penghasilan di mana karyawan yang menanggung pajaknya.
Contoh,
Pak masih lajang dan melamar kerja di PT BBB dan perusahaan memberikan gaji Rp10.000.000 gross.
Maka potongan PPh 21 yang dihitung dari jumlah nominal nominal tersebut akan dibebankan atau diambil dari nilai Rp10.000.000 itu.
Dengan demikian, PPh 21 dari perhitungan nilai gaji Rp10.000.000 itu ditanggung oleh Pak Kelik yang akan mengurangi jumlah nominal gaji yang akan diterimanya.
Ilustrasi penghitungan metode gross,
Ilustrasi tanpa penghitungan pengurang dari tunjangan, BPJS dan lainnya.
Gaji Pokok setahun | = Rp10.000.000 x 12 bulan | = Rp120.000.000 |
Biaya Jabatan setahun | = 5% x Rp10.000.000 = Rp500.00 sebulan | |
= Rp500.000 x 12 bulan | = Rp6.000.000 (-) | |
Penghasilan Neto Setahun | = Rp119.400.000 | |
PTKP (TK/0) | = Rp54.000.000 (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | = Rp65.400.000 | |
PPh 21 Terutang: | ||
5% x Rp50.000.000 | = Rp2.500.000 | |
15% x Rp15.400.000 | = Rp2.310.000 (+) | |
PPh 21 Terutang setahun | = Rp4.810.000 | |
PPh 21 Terutang sebulan | = Rp4.810.000 / 12 bulan | = Rp400.833 |
Gaji yang diterima sebulan | = Rp10.000.000 – Rp400.833 | = 9.599.166 |
3. Metode ‘Gross Up’
Cara menghitung pajak penghasilan dengan metode gross up ini artinya memberikan tunjangan kepada karyawan sejumlah potongan pajak yang ditentukan.
Sehingga penghitungan PPh 21 metode Gross Up ini terbilang lebih rumit dibanding metode Nett ataupun Gross, karena metode penghitungannya didasarkan pada jumlah tunjangan yang sama besar dengan jumlah pajak yang dipotong dari karyawan.
Contoh,
Pak Kelik melamar kerja di PT CCC dan masih lajang dengan kesepakatan gaji adalah Rp10.000.000 dengan metode Gross Up. Ada biaya jabatan dan tunjangan pajak.
Maka, penghasilan yang akan diterima Pak Kelik nantinya mengikuti jumlah tunjangan pajak yang diberikan perusahaan berdasarkan lapisan penghitung yang digunakan untuk menentukan jumlah mendapatkan jumlah tunjangan pajak tersebut.
Tunjangan Pajak ini dihitung berdasarkan besar Penghasilan Kena Pajak dengan mengikuti formula Lapisan Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
- Lapisan 1 => Penghasilan Kena Pajak Rp0 – Rp47.500.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – 0) x 5/95 + 0
- Lapisan 2 => Penghasilan Kena Pajak Rp47.500.000 – Rp217.500.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – Rp47.000.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – Rp217.500.000) x 15/85 + Rp2.500.000
- Lapisan 3 => Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp217.500.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – Rp405.000.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – Rp217.500.000) x 25/75 + 32.500.000
- Lapisan 4 => Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp405.000.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – Rp405.000.000) x 30/70 + Rp95.000.000
Ilustrasi penghitungan metode Gross Up,
Berikut ilustrasi cara menghitung gaji dengan metode gross up dari gaji Pak Kelik yang sebesar Rp10.000.000 per bulan yang masih berstatus tidak kawin dan tanpa tanggungan (TK/0):
Gaji Pokok setahun | = Rp10.000.000 x 12 bulan | = Rp120.000.000 |
Biaya Jabatan setahun | = Rp10.000.000 x 5% = Rp500.000 (sebulan) | |
= Rp500.000 x 12 bulan | = Rp6.000.000 (-) | |
Penghasilan Neto setahun | = Rp114.000.000 | |
PTKP (TK/0) | = Rp54.000.000 (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | = Rp60.000.000 | |
Lapisan 2 | = Rp60.000.000 – Rp47.500.000 x 15/85 + Rp2.500.000 | = Rp4.705.882 |
Tunjangan Pajak sebulan | = Rp4.705.882 / 12 bulan | = Rp392.156 |
Penghasilan Pokok: | = (Gaji Pokok + Tunjangan PPh 21) | |
= Rp10.000.000 + Rp392.156 | = Rp10.392.156 | |
Penghasilan Bersih sebulan | = (Gaji Pokok – Biaya Jabatan sebulan) | |
= Rp10.392.156 – Rp500.000 | = Rp9.892.156 | |
Penghasilan Bersih setahun | = Rp10.392.156 x 12 bulan | = Rp118.345.872 |
Penghasilan Kena Pajak | = Penghasilan Bersih – PTKP | |
= Rp118.345.872 – Rp54.000.000 | = Rp64.345.872 | |
PPh 21 Terutang: | ||
5% x Rp50.000.000 | = Rp2.500.000 | |
15% x Rp14.345.872 | = Rp2.151.880,8 (+) | |
= Rp4.651.880,8 | ||
PPh 21 Terutang sebulan | = Rp4.651.880,8 / 12 | = Rp387.656,7 |
Gaji yang diterima | = Rp10.000.000 – Rp387.656,7 | = Rp9.612.343,3 |
Ilustrasi PPh 21 karyawan
Penghitungan PPh 21 Karyawan Harian atau Pekerja Lepas
Status karyawan atau Pekerja Harian Lepas (PHL) yang dasar hukumnya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI nomor Kep-100/Men/Vi/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Kepmen ini merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Namun, ketentuan dalam UU 13/2003 ini telah direvisi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memuat beberapa klaster, salah satunya Klaster Ketenagakerjaan.
UU Cipta Kerja resmi diundangkan dan berlaku pada 2 November 2020.
Dalam UU Cipta Kerja ini diatur kembali ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ( PKWT ) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ( PKWTT ).
Punya Kewajiban PPh 21
Pekerja yang berstatus karyawan harian atau pekerja lepas juga memiliki kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
PPh 21 karyawan harian lepas ini dihitung berdasarkan upah harian dan jumlah akumulasi upah harian yang diterima dalam satu bulan ( Masa Pajak ).
1. Tidak Dikenakan PPh 21
Karyawan harian lepas yang dikenakan PPh 21 jika:
- Upah > Rp450.000 sehari
- Jumlah upah kumulatif > Rp4.500.000 sebulan
2. Dikenakan PPh 21
Karyawan harian lepas yang tidak dikenakan PPh 21 adalah:
- Jika upah < Rp450.000 sehari
- Jumlah upah kumulatif < Rp4.500.000
Tarif PPh 21 karyawan harian lepas berdasarkan tarif pajak progresif Pasal 17 ayat (1) UU PPh sebagai Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ).
Jumlah Penghasilan Harian | Penghasilan Kumulatif Sebulan | Tarif dan DPP |
< Rp450.000 | < Rp4.500.000 | Tidak Dipotong PPh 21 |
> Rp450.000 | < Rp4.500.000 | 5% x (Upah – Rp450.000) |
< Rp450.000 | > Rp4.500.000 | 5% x (Upah – PTKP: 360) |
> Rp450.000 | > Rp4.500.000 | 5% x (Upah – PTKP: 360) |
< Rp450.000 | > Rp10.200.000 | Tarif progresif UU PPh Pasal 17 |
> Rp450.000 | > Rp10.200.000 | Tarif progresif UU PPh Pasal 17 |
Contoh Penghitungan PPh 21 Karyawan Harian Lepas
Pak Kelik masih lajang dan bekerja sebagai karyawan harian lepas di PT AAA pada Januari 2020. Upah harian yang diberikan sebesar Rp450.000 per hari selama 10 hari.
Pada Februari 2020, Pak Kelik menerima upah sebesar Rp550.000 per hari selama 11 hari.
Berikutnya pada bulan Maret 2020, upah harian Pak Kelik di PT AAA ini sebesar Rp750.000.000 selama 12 hari.
Berikut penghitungan PPh 21 Pak Kelik sebagai karyawan harian lepas dan upah yang akan diterima setelah dipotong pajak:
Januari | ||
Upah harian | = Rp450.000 x 10 hari | = Rp4.500.000 |
PTKP | = Rp4.500.000 (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | = Rp0 (Nihil) | |
Upah yang diterima | = Rp4.500.000 – Rp0 | = Rp4.500.000 |
Februari | ||
Upah Februari | = Rp550.000 x 11 hari | = Rp6.050.000 |
PTKP | = 11 x (Rp54.000.000 / 360) | = Rp1.650.000 (-) |
Penghasilan Kena Pajak 11 hari | = Rp4.400.000 | |
DipotongPPh 21 | = 5% x Rp4.40.000 | = Rp220.000 |
Upah yang diterima | = Rp6.050.000 – Rp220.000 | = Rp5.830.000 |
Maret | ||
Upah harian | = Rp750.000 x 12 hari | = Rp9.000.000 |
PTKP | = 12 x (Rp54.000.000 / 360) | = Rp1.800.000 (-) |
Penghasilan Kena Pajak 12 hari | = Rp7.200.000 | |
Dipotong PPh 21 | = 5% x Rp4.500.000 | = Rp360.000 |
Upah yang diterima | = Rp9.000.000 – Rp360.000 | = Rp8.640.000 |
Cara Hitung PPh 21 Uang Lembur
Dengan adanya lembur, maka jumlah jam kerja karyawan bertambah dan aka nada tambahan kompensasi berupa uang lembur.
Uang lembur yang diberikan perusahaan kepada karyawan juga dikenakan PPh Pasal 21 Uang Lembur.
Kewajiban pemberian uang lembur bagi karyawan yang melakukan jam kerja lebih diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Penghitungan PPh 21 Uang Lembur ini diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Contoh Penghitungan PPh 21 Uang Lembur
Pak Kelik karyawan di PT AAA, sudah menikah dan punya 1 anak, melakukan kerja lembur pada Desember 2020 dengan jumlah uang lembur yang diberikan perusahaan sebesar Rp5.000.000. Gaji Pak Kelik adalah Rp10.000.000 per bulan dan Iuran Pensiun Rp400.000.
Maka, PPh 21 yang harus dibayar dengan adanya uang lembur tersebut adalah:
Gaji Pokok setahun | = Rp10.000.000 x 12 bulan | = Rp120.000.000 |
Uang Lembur Desember | = Rp5.000.000 (+) | |
Penghasilan Bruto setahun | = Rp125.000.000 | |
· Penghasilan Bruto sebulan Desember | = Rp10.000.000 + Rp5.000.000 = Rp15.000.000 | |
Biaya Jabatan sebulan | = 5% x Rp10.000.000 = Rp500.00 sebulan | |
· Biaya Jabatan setahun | = Rp500.000 x 12 bulan | = Rp6.000.000 |
Iuran Pensiun setahun | = Rp400.000 x Rp12 bulan | = Rp4.800.000 (-) |
Penghasilan Neto Setahun | = Rp114.200.000 | |
PTKP (K/1) | = Rp63.000.000 (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | = Rp51.200.000 | |
PPh 21 Terutang: | ||
5% x Rp50.000.000 | = Rp2.500.000 | |
15% x Rp1.200.000 | = Rp180.000 (+) | |
PPh 21 Terutang setahun | = Rp2.680.000 | |
PPh 21 Terutang sebulan | = Rp2.680.000 / 12 bulan | = Rp223.333 |
Gaji diterima pada Desember | = Rp15.000.000 – Rp223.333 | = 14.776.666 |
Note: Cara Termudah Menghitung PPh Terutang Badan
Cara Hitung PPh 21 Kenaikan Gaji
Pak Kelik merupakan karyawan tetap di PT AAA dengan gaji pada Januari 2020 sebesar Rp10.000.000 dan iuran pensiun Rp400.000. Pak Kelik sudah menikah tapi belum punya anak. Kemudian pada Juli Pak Kelik mendapatkan kenaikan gaji sebesar Rp2.000.000 dan iuran pensiun naik jadi Rp480.000.
Maka, PPh 21 yang harus dibayar Pak Kelik atau dipotong perusahaan pada saat pembayaran gaji Juli adalah:
Gaji Pokok setahun | = Rp10.000.000 x 12 bulan | = Rp120.000.000 |
Biaya Jabatan sebulan | = 5% x Rp10.000.000 = Rp500.000 | |
· Biaya Jabatan setahun | = Rp500.000 x 12 bulan | = Rp5.000.000 |
Iuran Pensiun setahun | = Rp400.000 x 12 bulan | = Rp4.800.000 (-) |
Penghasilan Neto Setahun | = Rp110.600.000 | |
PTKP (K/0) | = Rp58.500.000 (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | = Rp51.700.000 | |
PPh 21 Terutang: | ||
5% x Rp50.000.000 | = Rp2.500.000 | |
15% x Rp1.700.000 | = Rp255.000 (+) | |
PPh 21 Terutang setahun | = Rp2.755.000 | |
PPh 21 Terutang sebulan | = Rp2.755.000 / 12 bulan | = Rp229.583 |
Gaji diterima sebulan (Januari-Juni) | = Rp10.000.000 – Rp229.583 | = 9.770.416 |
Gaji mulai Juli 2020 | ||
Gaji Pokok setahun | = Rp10.000.000 + Rp2.000.000 x 12 | = Rp144.000.000 |
Biaya Jabatan setahun | = 5% x Rp12.000.000 x 12 | = Rp7.200.000 |
Iuran Pensiun setahun | = Ro480.000 x 12 | = Rp5.760.000 (-) |
Penghasilan Neto | = Rp131.040.000 | |
PTKP (K/0) | = Rp58.500.000 (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | = Rp72.540.000 | |
PPh 21 Terutang: | ||
5% x Rp50.000.000 | = Rp2.500.000 | |
15% x Rp22.540.000 | = Rp3.381.000 (+) | |
PPh Terutang disetahunkan | = Rp5.881.000 | |
PPh Terutang sebulan | = Rp5.881.000 / 12 | = Rp490.083 |
Gaji yang diterima | = Rp12.000.000 – Rp490.083. | = Rp11.509.000 |
Cara Hitung PPh 21 THR dan Bonus
Ketentuan penghitungan pajak dari Tunjangan Hari Raya yang diterima karyawan sesuai UU PPh diberikan setahun sekali.
Sedangkan bonus umumnya juga akan diterima karyawan setahun sekali namun kebijakan diserahkan kepada masing-masing perusahaan.
Contoh Penghitungan PPh 21 atas THR
Pak Kelik seorang lajang yang bekerja di PT AAA selama 2 tahun dengan gaji per bulan Rp10.000.000. Pada 2020 Pak Kelik menerima THR.
Maka PPh 21 adalah:
Gaji Pokok setahun | = Rp10.000.000 x 12 bulan | = Rp120.000.000 |
Biaya Jabatan setahun | = 5% x Rp10.000.000 x 12 bulan | = Rp6.000.000 (-) |
Penghasilan Neto Setahun | = Rp114.000.000 | |
PTKP (TK/0) | = Rp54.000.000 (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | = Rp60.000.000 | |
PPh 21 Terutang: | ||
5% x Rp50.000.000 | = Rp2.500.000 | |
15% x Rp10.000.000 | = Rp1.500.000 (+) | |
PPh 21 Terutang setahun | = Rp4.000.000 | |
PPh 21 Terutang sebulan | = Rp4.000.000 / 12 bulan | = Rp333.333 |
Gaji yang diterima | = Rp10.000.000 – Rp333.333 | = Rp9.666.666 |
PPh THR Pak Kelik adalah:
Gaji Pokok setahun | = Rp10.000.000 x 12 bulan | = Rp120.000.000 |
THR | = 1 bulan gaji | = Rp10.000.000 (+) |
Penghasilan Bruto | = Rp130.000.000 | |
Biaya Jabatan setahun | = 5% x Rp10.000.000 x 12 bulan | = Rp6.000.000 (-) |
Penghasilan Neto Setahun | = Rp124.000.000 | |
PTKP (TK/0) | = Rp54.000.000 (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | = Rp70.000.000 | |
PPh 21 Terutang: | ||
5% x Rp50.000.000 | = Rp2.500.000 | |
15% x Rp20.000.000 | = Rp3.000.000 (+) | |
PPh 21 Terutang setahun | = Rp5.500.000 | |
PPh 21 Terutang sebulan | = Rp5.000.000 / 12 bulan | = Rp458.333 |
THR yang diterima | = Rp10.000.000 – Rp458.333 | = Rp9.541.667 |
Gaji + THR yang diterima | = Rp9.666.666 + Rp9.541.667 | = Rp19.208.333 |
Cara Hitung PPh 21 Karyawan WNA
Bagi karyawan yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) yang telah memenuhi persyaratan untuk dikenakan pajak penghasilan dalam negeri atau disebut Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN).
Lalu, bagaimana cara menghitung PPh 21 Karyawan WNA ini?
Contoh Penghitungan PPh 21 Karyawan WNA
Liong Pack berkewarganegaraan Singapura yang bekerja di PT AAA di Indonesia pada Oktober 2020 dengan gaji sebesar Rp20.000.000 dan masih lajang. Karena masuknya di Oktober yakni 3 bulan hingga Desember, maka penghitungan PPh 21 disetahunkan.
PPh 21 yang harus dibayarkan Liong Pack adalah:
Gaji Pokok setahun | = Rp20.000.000 x 12 bulan | = Rp240.000.000 |
Biaya Tunjangan setahun | = 5% x Rp20.000.000 x 12 bulan | = Rp12.000.000 (-) |
Penghasilan Neto | = Rp228.000.000 | |
PTKP (K/0) | = Rp54.000.000 (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | = Rp174.000.000 | |
PPh 21 Terutang: | ||
5% x Rp50.000.000 | = Rp2.500.000 | |
15% x Rp124.000.000 | = Rp18.600.000 (+) | |
= Rp21.100.000 | ||
PPh 21 (3 bulan) | ||
3/12 x Rp21.100.00 | = Rp5.275.000 | |
PPh Terutang di Oktober: | ||
1/3 x Rp5.275.000 | = Rp1.758.333 | |
Ilustrasi pekerja asing yang juga dikenakan pajak penghasilan atau PPh 26
Bayar dan Setorkan PPh 21 Melalui e-Billing
Setelah menghitung kewajiban PPh 21 yang dibayarkan karyawan dan dipungut oleh perusahaan, maka perusahaan wajib menyetorkan ke kas negara.
Agar lebih mudah membayar dan menyetorkan PPh 21 yang dipungut, gunakan e-Billing Klikpajak.
Selain itu, untuk pelaporan PPh 21 dapat dilakukan melalui e-Filing Klikpajak atau eSPT PPh 21 dari Klikpajak.
Klikpajak.id adalah Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau Application Service Provider (ASP) mitra resmi Ditjen Pajak yang disahkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2018.
Sebelum menyetor pajak, harus mendapatkan Kode Billing atau ID Billing terlebih dahulu dari DJP sebagai syarat untuk membayar pajak.
Melalui e-Billing Klikpajak, Anda dapat membuat Kode Billing untuk semua jenis Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) dengan mudah dan gratis.
Semua riwayat ID Billing dan SSP akan tersimpan dengan aman sesuai jenis dan Masa Pajak yang diinginkan.
Begitu juga Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) akan disimpan dengan rapi dan aman pada fitur Arsip Pajak di Klikpajak.
Sistem e-Billing akan membimbing Anda mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) elektronik dengan benar sesuai transaksi.
“Klikpajak akan menerbitkan ID Billing Anda resmi dari DJP dan Anda dapat langsung membayar pajak tanpa keluar dari platform. Karena e-Billing Klikpajak terintegrasi dengan bank persepsi yang ditunjuk DJP untuk menerima pembayaran/setoran pajak.”
Setelah pembayaran pajak selesai, Anda akan langsung menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) resmi dari Direkorat Jenderal Pajak (DJP).
Note: Langkah-Langkah Cara Cetak Billing Pajak dan Bayar Billing di e-Billing
Fitur membuat Kode Billing dan bayar billing di e-Billing Klikpajak
Cukup daftarkan email Anda di klikpajak.id dan temukan bagaimana Anda dapat melakukan urusan pajak dengan sangat menyenangkan. Lebih mudah dari sekadar yang Anda bayangkan.
Nah, semoga panduan penghitungan, contoh soal perhitungan pajak penghasilan PPh 21 Karyawan secara lengkap diatas bisa bermanfaat untuk Anda!