Rumus dan cara menghitung PPh Badan terutang berbeda dengan pajak pribadi. Cara mencari PPh terutang didasarkan pada penghitungan penghasilan kena pajaknya.
Temukan cara menghitungnya di bawah ini, Mekari Klikpajak akan memberikan contoh soal perhitungan PPh Badan terutang untuk Anda.
Siapa dan Apa Wajib Pajak Badan itu?
PPh Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha.
Sebelum menghitung PPh Badan terutang dan bagaimana rumus pajak penghasilan untuk mengetahui pajak terutang, ketahui terlebih dahulu bentuk usaha dari Wajib Pajak Badan.
Sebagai Wajib Pajak Badan, memiliki banyak kewajiban perpajakan.
Namun secara umum kewajiban Wajib Pajak Badan sama dengan WP Pribadi, yakni:
- Membayar pajak penghasilan
- Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak
Bedanya, ada kewajiban lain yang diemban oleh Wajib Pajak Badan, yaitu:
- Memungut dan menyetor pajak penghasilan
- Memungut atau memotong dan menyetor PPN ke kas negara
- Melaporkan SPT Masa PPN
- Menyampaikan SPT Masa/Tahunan PPh
Ilustrasi Wajib Pajak Badan yang dikenakan PPh Badan terutang sesuai rumus
Ketentuan Menghitung PPh Badan Terutang
Penghasilan sendiri merupakan objek pajak, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Sebagai Wajib Pajak Badan, harus mengikuti ketentuan perhitungan pajak objek PPh badan sesuai dengan ketentuan perundang-undangkan dengan rumus pajak penghasilan terutang yang sudah ditetapkan sesuai tarif pajaknya.
Dalam penghitungan Pajak Penghasilan Badan, Wajib Pajak Badan biasanya tak luput dari yang namanya pembukuan.
Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 28 ayat (1), bahwa Wajib Pajak badan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.
Sebab untuk menghitung PPh Badan, terlebih dahulu harus mengetahui berapa besar Penghasilan Kena Pajak tersebut, sehingga perlu menyelenggarakan pembukuan.
Ingat, di Indonesia berlaku berbagai dokumen dan buku catatan maupun data elektronik yang menjadi dasar pembukuan harus disimpan selama 10 tahun.
Hal ini sesuai dengan batas kedaluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Berikut langkah-langkah untuk mengetahui Penghasilan kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan dalam menghitung PPh Badan:
1. Menghitung penghasilan setahun
Hitung seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu Tahun Pajak.
Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak perlu dimasukkan dalam penghitungan penghasilan setahun.
Jika penghasilan yang tidak dapat dikurangkan itu terlanjur masuk dalam pembukuan, maka perlu mengeluarkan terlebih dahulu dari laporan rugi/laba terlebih dahulu melalui koreksi fiskal.
2. Mengurangi dengan biaya-biaya
Berikutnya, untuk mengetahui Penghasilan Kena Pajak, WP Badan harus mengurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan kegiatan usaha, baik itu pengeluaran langsung maupun tidak langsung.
Biaya-biaya tersebut diantaranya; biaya sewa, pembelian bahan, biaya perjalanan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa ( gaji, tunjangan, honorarium, dan lainnya ), biaya bunga, royalti, premi asuransi, biaya promosi dan penjualan, biaya pengolahan limbah, biaya administrasi dan lainnya.
Tak ketinggalan juga adalah harus mengurangkan biaya penyusutan atau amortisasi.
3. Melakukan Koreksi atau Rekonsiliasi Fiskal
Langkah keempat, WP Badan harus melakukan koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiskal.
Rekonsiliasi fiskal adalah proses pencatatan penyesuaian, dan pembetulan yang dilakukan karena ada perbedaan perlakuan atas pendapatan atau laba komersial maupun biaya antara standar akuntansi dan aturan perpajakan.
Sehingga rekonsiliasi fiskal ini terbagi menjadi dua, yaitu:
- Rekonsiliasi beda tetap : karena perbedaan antara laba yang dikenakan pajak dengan laba akuntansi yang belum terkena pajak. seperti penghasilan final, PPh.
- Rekonsiliasi beda waktu: karena perbedaan waktu pengakuan, baik penghasilan maupun biaya antara sistem akuntansi dan sistem perpajakan, seperti perbedaan metode penyusutan.
Sedangkan koreksi fiskal terbagi menjadi dua, yaitu:
- Koreksi fiskal postitif : menambah laba komersial atau laba penghasilan kena pajak, dengan menambahkan pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan biaya-iaya yang tidak diakui secara fiskal.
- Koreksi fiskal negatif : mengurangi laba komersial atau laba penghasilan kena pajak yang disebabkan pendapatan komersial lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.
4. Biaya yang tidak dapat dikurangkan
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, Wajib Pajak Badan juga harus mengeluarkan biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan itu adalah pembagian laba/dividen, sisah hasil usaha koperasi atau biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota maupun biaya lainnya yang diatur dalam peraturan perpajakan.
Jika biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan tersebut terlanjur dimasukkan dalam pembukuan, maka harus dikeluarkan terlebih dahulu melalui koreksi fiskal.
Catatan:
Jika penghasilan bruto setelah dilakukan pengurangan biaya-biaya ternyata hasilnya mengalami kerugian, sehingga tidak terdapat Penghasilan Kena Pajak, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya.
Kompensasi dengan penghasilan di Tahun Pajak berikutnya tersebut berlaku secara berturut-turut hingga 5 tahun.
Baca Juga: Cara Menghitung DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPh dan PPN
Rumus Menghitung PPh Wajib Pajak Badan Berdasarkan Omzet
Selain mekanisme di atas, ada juga hal lain yang harus dipahami, yaitu peredaran bruto dan kepentingannya dalam cara menghitung Pajak Penghasilan (PPh) badan.
Peredaran bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima, baik orang pribadi maupun badan.
Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, penghitungan berdasarkan jumlah peredaran bruto, yaitu:
1. Wajib Pajak Badan dengan omzet kurang dari Rp4,8 miliar
Wajib pajak badan dengan penghasilan bruto di bawah Rp4,8 miliar setahun, dapat menggunakan PPh Final PP 23/2018 dalam jangka waktu tertentu.
2. Wajib Pajak dengan omzet Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar
Untuk wajib pajak dengan omzet antara nilai tersebut, maka perhitungan tarif pajak berbeda.
WP Badan memperoleh pengurangan sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan yang dikalikan dengan penghasilan kena pajak.
Fasilitas pengurangan tarif sendiri merupakan kebijakan yang terdapat pada Pasal 31E UU PPh.
Kebijakan ini didasarkan pada prinsip keadilan dan peningkatan daya saing pada wajib pajak badan agar dapat semakin mudah berkembang.
3. Wajib Pajak dengan omzet lebih dari Rp50 miliar
Pajak Penghasilan badan terutang dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar akan dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif, yakni tarif PPh Badan x Penghasilan Kena Pajak.
Untuk lebih memudahkan bagaimana rumus penghitungan PPh wajib pajak badan lihat tabel berikut:
Penghasilan Kotor (Bruto) (Rp) |
Tarif Pajak |
Kurang dari Rp4,8 miliar | 50% x *22% x Penghasilan Kena Pajak |
Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar | [(50%x22%) x Penghasilan Kena Pajak yang Memperoleh Fasilitas] + (22% x Penghasilan Kena Pajak Tidak Memperoleh Fasilitas)] |
Lebih dari Rp50 miliar | 22% x Penghasilan Kena Pajak |
*22% tarif PPh Badan yang berlaku pada 2022 hingga saat ini
Lalu, bagaimana cara menentukan penghasilan bruto?
Ketentuan mengenai peredaran bruto diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2015.
Bahwa peredaran bruto dihitung dari penghasilan yang diterima/diperoleh setelah dikurangi dengan retur/potongan penjualan/potongan tunai yang berasal dari semua usaha dari Indonesia maupun luar Indonesia, yakni:
- Dari kegiatan utama
- Dari luar kegiatan usaha
Penghasilan ini meliputi seluruh penghasilan yang diterima oleh WP Badan dalam negeri, yakni:
Penghasilan yang merupakan objek pajak, baik dikenakan PPh Final maupun PPh Tidak Final serta penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Dalam SPT Tahunan PPh Badan, peredaran bruto adalah penjumlahan dari nomor 1a, 1e, dan nomor 2, yang terdapat pada Formulir 1771 angka I.
Baca Juga: Panduan Penghitungan PPh 21 Karyawan, Contoh, Cara Bayar dan Lapor SPT
Cara Menentukan PPh Badan Terutang
Dengan demikian, untuk menentukan tarif PPh Badan bagi Wajib Pajak Badan ini harus memperhatikan hal berikut ini:
1. Bentuk Badan
Apakah WP Badan tersebut memenuhi syarat perseroan terbuka tertentu atau bukan?
2. Besarnya peredaran bruto apakah melebihi Rp50 miliar atau tidak
Untuk WP Badan yang tidak melebihi Rp50 miliar, terdapat bagian penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas dan bagian yang tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif PPh Badan.
Baca juga: Pajak Restoran: Pengertian, Tarif, Hitung, Bayar dan Lapor PB1
Berikut alur penghitungan PPh Badan untuk Wajib Pajak Badan Perseroan Terbuka:
Jenis Usaha | Langkah 1 | Langkah 2 | Langkah 3 | Langkah 4 |
Perusahaan | Tarif Pasal 17 ayat (2b) | Selesai | – | – |
Perusahaan | Hitung Peredaran bruto | > Rp50 miliar | Tarif Pasal 17 ayat (2a) | Selesai |
Perusahaan | Hitung Peredaran bruto | < Rp50 miliar | Tarif Pasal 31E | Selesai |
Cara Menghitung PPh Badan Terutang
Dengan mengetahui bagaimana cara mencari pajak terutang sesuai rumus pajak penghasilan terutang, maka berapa besar PPh Badan terutang yang kewajiban wajib pajak badan dapat diketahui dan dipenuhi pembayaran pajak terutangnya dengan benar.
Berikut cara mencari PPh terutang dan cara menghitung PPh Badan terutang sesuai rumus pajak penghasilan terutang WP Badan.
WP Badan AA berdomisi di dalam negeri dan memiliki peredaran bruto hingga Rp50 miliar.
AA juga berhak menerima pengurangan tarif hingga setengah persen atau 50% dari tarif pajak badan yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh.
Seperti diketahui, WP Badan yang bisa mendapatkan pengurangan tarif pajak penghasilan setengah persen itu untuk perusajaan dengan pedapat bruto hingga Rp4,8 miliar.
A. Cara mencari PPh terutang perusahaan dengan pendapatan bruto kurang dari Rp4,8 miliar
Dari contoh kasus di atas, maka rumus pajak penghasilan terutang wajib pajak badan AAA adalah: (50% x 20% x Penghasilan Kena Pajak).
Maka contoh menghitung PPh Badan terutang adalah:
PT AAA pada 2023 memiliki peredaran bruto sebesar Rp4,5 miliar.
Sementara, jumlah penghasilan kena pajak adalah Rp900 juta.
Maka perhitungan PPh Badan terutang dari PT AAA ini adalah:
= (50% x 20% x Rp900 juta) |
= Rp90 juta |
Baca juga: Begini Cara Menghitung Pajak Penghasilan Perusahaan
B. Cara mencari PPh terutang perusahaan dengan pendapatan bruto lebih dari Rp4,8 miliar hingga kurang dari Rp50 miliar
Untuk cara menghitung pajak terutang PPh Badan terutang berikutnya dapat menggunakan rumus pajak penghasilan terutang sebagai berikut: [(50% x 25%) x Penghasilan Kena Pajak memperoleh fasilitas] + [25% x Penghasilan Kena Pajak tidak memperoleh fasilitas].
Berikut contoh perhitungan PPh badan terutang dari jenis penghasilan tersebut:
PT BBB pada 2023 memiliki peredaran bruto sebesar Rp25 miliar dan mendapatkan fasilitas, maka perhitungan PPh Terutang adalah:
= (Rp4,8 miliar : Rp25 miliar) x Rp2 miliar |
= 384 juta |
Maka, jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto dan tidak mendapatkan fasilitas, maka jumlah PPh terutangnya adalah:
= Rp2 miliar – Rp384 juta |
= Rp1,616 miliar |
Maka PPh terutang PT BBB adalah:
= (50% x 20%) x Rp384 juta = 38,4 juta |
= 20% x Rp1,616 miliar = 323,2 juta |
Jumlah PPh Terutang adalah: |
= Rp38,4 juta + 323,2 juta |
= 361,6 juta |
C. Cara mencari PPh terutang perusahaan dengan pendapatan bruto di atas Rp50 miliar
Bagaimana cara mencari PPh terutang jika peredaran bruto di atas Rp50 miliar?
Ada ketentuan umum pengenaan pajak penghasilan terutang wajib pajak badan tanpa pengurangan tarif dan dengan tarif tunggal yakni 20% untuk 2022 sesuai UU HPP.
Contoh mencari PPh terutang ini adalah PT CCC pada 2022 mencatatkan peredaran bruto sebesar Rp70 miliar.
Maka, perhitungan PPh Badan terutang PT CCC adalah:
= 20% x Rp70 miliar |
= Rp14 miliar |
D. Cara mencari PPh terutang atau cara menghitung PPh Badan terutang perusahaan berbentuk Perseroan Terbuka
Bagi wajib pajak badan berbentuk Perseroan Terbuka, mendapatkan pengurangan 5% lebih rendah dari wajib pajak dalam negeri sesuai dalam ketentuan UU HPP.
Namun ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi wajib pajak badan berbentuk Perseroan Terbuka tersebut untuk dapat menikmati pengurangan tarif 5% dari tarif WP Badan umum.
Syaratnya adalah:
- Memiliki 40% saham yang dicatat dalam Bursa Efek Indonesia untuk diperdagangkan.
- Paling tidak memiliki kepemilikan saham oleh 300 pihak publik, baik itu badan maupun pribadi.
- Saham yang dimiliki masing-masing pihak hanya boleh kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang disetor penuh dan harus dipenuhi dalam waktu 183 hari kalender dalam jangka satu tahun pajak.
Contoh cara mencari pajak terutang Perseroan Terbuka seperti berikut:
PT DDD Tbk memiliki modal 10 miliar yang ditepatkan dan disetorkan secara penuh senilai Rp9 miliar.
Nilai nominal untuk setiap lembar sahamnya adalah Rp5000. Maka, total saham yang ditempatkan maupun disetor penuh adalah 1,8 juta lembar saham.
Kemudian PT DDD Tbk mencatatkan 40% saham, yakni 720 ribu lembar saham di Bursa Efek Indonesia yang dimiliki oleh 310 pihak dengan persentase kepemilikan maksimal 3,50%.
Kondisi ini dilakukan selama 183 hari kalender dalam satu Tahun Pajak.
Maka, PT DDD Tbk berhak mendapatkan penurunan tarif PPh Badan 5% lebih rendah dari tarif PPh Badan umum yang sebesar 20% dari Penghasilan Kena Pajak.
Ilustrasi laporan keuangan Wajib Pajak Badan untuk menghitung pajak terutang
Contoh Soal Menghitung PPh Terutang Badan
Berikut contoh soal menghitung pajak terutang atau cara mencari PPh terutang WP Badan atau PPh Badan terutang dengan tarif yang berlaku dan sesuai pada kondisi masing-masing Wajib Pajak Badan.
Mekari Klikpajak akan memberikan beberapa ilustrasi cara mencari PPh terutang dalam contoh soal menghitung pajak terutang atau PPh Badan terutang untuk Anda.
Baca Juga: Cara Menghitung PPh Pengusaha
A. Contoh soal menghitung pajak terutang sesuai rumus pajak penghasilan terutang 1:
PT AAA merupakan Perusahaan Tbk dengan penghasilan bruto sebesar Rp80.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak dari hasil pembukuannya sebesar Rp5.000.000.000.
Karena Peredaran Bruto PT AAA telah melebihi Rp50 miliar, maka ketentuan penghitungan PPh sesuai Pasal 17 ayat (2a) yaitu menggunakan tarif sebesar 25%.
Maka, PPh Badan Terutang PT AAA adalah:
Peredaran Bruto = Rp80.000.000.000 |
Penghasilan Kena Pajak = Rp5.000.000.000 |
PPh Badan = (20% x Penghasilan Kena Pajak) |
= 20% x Rp5.000.000.000 |
= Rp1.000.000.000 |
B. Contoh soal menghitung pajak terutang sesuai rumus pajak penghasilan terutang 2:
PT BBB memiliki peredaran bruto sebesar Rp4.500.000.000. Penghasilan Kena Pajak adalah sebesar Rp800.000.000.
PT BBB tidak termasuk WP yang dikenakan PPh Final atas peredaran Bruto Tertentu.
Karena Peredaran Bruto PT BBB tidak melebihi Rp50 miliar, maka penghitungan PPh Badan PT BBB dilakukan sesuai Pasal 31E.
Untuk ketentuan tarif menggunakan Pasal 31E, perlu diperhatikan bahwa peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar, memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebesar Rp50%.
Karena Peredaran Bruto PT BBB tidak melebihi Rp4,8 miliar, maka seluruh bagian peredaran bruto memperoleh fasilitas pengurangan tarif.
Berikut perhitungan PPh Badan Terutang PT BBB:
Peredaran Bruto = Rp4.500.000.000 |
Penghasilan Kena Pajak = Rp800.000.000 |
PPh Badan = (Pengurang Tarif x Tarif PPh x Penghasilan Kena Pajak) |
= 50% x 20% x Rp800.000.000 |
= Rp80.000.000 |
C. Contoh soal menghitung pajak terutang sesuai rumus pajak penghasilan terutang 3:
PT CCC memiliki peredaran bruto sebesar Rp45.000.000.000 dan Penghasilan Kena Pajak adalah sebesar Rp4.500.000.000.
Karena peredaran bruto PT CCC tidak melebihi Rp50 miliar, maka penghitungan PPh Badan PT CCC dilakukan sesuai ketentuan Pasal 31E.
PPh Badan Terutang PT CCC adalah:
1. Langkah pertama
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan bagian penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas pengurangan tarif dan menghitung besar PPh untuk bagian tersebut.
Peredaran Bruto = Rp45.000.000.000 |
Penghasilan Kena Pajak = Rp4.500.000.000 |
Bagian Penghasilan Kena Pajak dengan Fasilitas: |
= ([Batas Penghasilan Bruto yang mendapat fasilitas tarif : Peredaran Bruto] x Penghasilan Kena Pajak) |
= (Rp4.800.000.000/Rp45.000.000.000) x Rp4.500.000.000 |
= Rp480.000.000 |
PPh Terutang untuk Bagian dengan Fasilitas: |
= (Pengurang Tarif x Tarif PPh x Penghasilan Kena Pajak dengan Fasilitas) |
= 50% x 20% x Rp480.000.000 |
= Rp48.000.000 |
2. Langkah kedua
Langkah kedua adalah menentukan bagian Penghasilan Kena Pajak yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan tarif dan menghitung PPh atas bagian tersebut.
Bagian Penghasilan Kena Pajak tidak memperoleh fasilitas diperoleh dari pengurangan seluruh penghasilan kena pajak dengan bagian penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas.
Peredaran Bruto = Rp45.000.000.000 |
Penghasilan Kena Pajak = Rp4.500.000.000 |
Bagian Penghasilan Kena Pajak Tanpa Fasilitas: |
= (Penghasilan Kena Pajak – Penghasilan Kena Pajak dengan Fasilitas) |
= Rp4.500.000.000 – Rp480.000.000 |
= Rp4.020.000.000 |
PPh Terutang untuk Bagian Tanpa Fasilitas: |
= (Tarif PPh x Penghasilan Kena Pajak Tanpa Fasilitas) |
= 20% x Rp4.020.000.000 |
= Rp840.000.000 |
3. Langkah ketiga
Dengan demikian, besarnya PPh Badan Terutang PT CC adalah:
= (PPh Bagian dengan Fasilitas) + (PPh Bagian Tanpa Fasilitas) |
= Rp60.000.000 + Rp505.000.000 |
= Rp565.000.000 |
Lakukan Perhitungan PPh Terutang untuk SPT Tahunan Badan dengan Benar
Setelah mengetahui rumus dan cara menghitung PPh Badan terutang, lakukan perhitungan dengan benar dan bayarkan serta laporkan pajak penghasilan perusahaan yang Anda kelola dengan mudah dan cepat dengan aplikasi pajak Klikpajak.
Sistem Klikpajak akan membantu Anda menghitung kewajiban perpajakan Anda dengan akurat, sehingga menghindari adanya kesalahan penghitungan yang dapat merugikan.
Berikut tata cara pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan: