Daftar Isi
8 min read

Koreksi Fiskal: Pengertian dan Jenis Koreksi Fiskal

Tayang 29 Dec 2020
Koreksi Fiskal: Pengertian dan Jenis Koreksi Fiskal

Mungkin beberapa Wajib Pajak (WP) masih ada yang belum paham soal koreksi fiskal dalam perpajakan. Sebab koreksi fiskal memang hal yang gampang-gampang susah. Pahami koreksi fiskal mulai dari pengertian hingga jenis koreksi fiskal di sini.

WP Badan atau perusahaan diwajibkan membayar kewajiban pajaknya ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan diharuskan menyampaikan laporan keuangan tepat waktu sesuai Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan peraturan perpajakan yang disebut laporan fiskal.

Akan tetapi, jika ada data yang tidak sesuai, maka WP Badan harus melakukan koreksi fiskal dalam laporannya. Inilah yang dinamakan koreksi fiskal.

Sudah menjadi keinginan sebuah perusahaan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya.

Namun, bisa saja beberapa perusahaan akan melakukan berbagai cara untuk membayar kewajiban pajak usaha yang sekecil mungkin sehingga melanggar peraturan yang berlaku.

Banyak tantangan perpajakan yang harus dilalui setiap pebisnis untuk melaporkan perpajakan dalam setiap usahanya.

Sedangkan tujuan koreksi fiskal adalah melakukan penyesuaian antara penghasilan WP dan pajak yang harus dikeluarkannya supaya tidak terjadi kesalahan penghitungan.

Untuk lebih jelasnya mengenai koreksi fiskal, simak ulasan dari Mekari Klikpajak berikut ini.

Pengertian Koreksi Fiskal Adalah?

Secara harfiah, koreksi fiskal sendiri merupakan kegiatan dalam pencatatan, pembetulan dan penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak.

Sebelum dilakukan koreksi fiskal, seorang WP diimbau mengetahui kebijakan fiskal yang berlaku.

Sedangkan untuk pelaporan fiskal, dapat dilakukan melalui DJP.

Koreksi fiskal biasanya muncul karena adanya perbedaan dalam penempatan atau pengakuan penghasilan dan biaya dalam laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

Laporan komersial disusun berdasarkan sistem keuangan akuntansi dengan laporan keuangan secara fiskal.

Sebuah laporan keuangan, bisa menjadi dasar atau prediksi langkah yang harus dilakukan sebuah perusahaan ke depan seperti apa.

Baca juga: Accrual Basis: Perbedaan dengan Jenis Laporan Keuangan ‘Cash Basis’

Laporan keuangan perusahaan juga bisa menjadi penyebab krusial perjalanan dan reputasi dan kinerja sebuah perusahaan.

Dari laporan keuangan, juga dapat diputuskan berapa pajak yang dibayar sebuah perusahaan.

Sementara itu, ketika melakukan perhitungan keuangan, ada ada laporan komersial mengenai pemasukan, pengeluaran perusahaan dan keuntungan yang diperoleh.

Kemudian akan dilakukan perhitungan rekonsiliasi fiskal.

Pembayaran pajak yang selama ini dilakukan perusahaan, didasarkan pada rekonsiliasi fiskal tersebut.

Perusahaan melakukan koreksi dan DJP akan menindaklanjuti koreksi tersebut berdasarkan draft yang diajukan perusahaan.

Biasanya perusahaan yang tidak mengemplang pajak akan mendapatkan reputasi yang baik dalam bisnis. Buntut dari aktivitas perpajakan yang rutin dilakukan ini, dituangkan dalam SPT Tahunan.

Laporan SPT Tahunan itu nantinya diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP perusahaan dikukuhkan. Sekarang ini, SPT Tahunan bisa dilakukan secara online maupun offline.

Ketahui juga tentang pajak final atau pajak penghasilan final.

Tujuan dari Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal adalah suatu kegiatan mengoreksi dan membaca kembali perbaikan draft pajak.

Sebab beban pajak sebelum disetorkan akan mengalami rekonsiliasi fiskal terlebih dahulu.

Dengan begitu, diharapkan tidak terjadi kesalahan dalam melakukan perhitungan pajak.

Lebih rinci, berikut ini beberapa tujuan dalam melakukan rekonsiliasi fiskal.

  1. Pengecekan draft pajak

Koreksi fiskal penting dilakukan setelah laporan keuangan dibuat oleh perusahaan.

Pengecekan ulang draft tersebut sebelum diangsurkan ke DJP.

Mengecek draft didasarkan pada data-data yang ada dengan memperhatikan transaksi dan penyesuaian antara penghasilan oleh wajib pajak.

  1. Alat untuk memenuhi draft laporan

DJP Kementerian Keuangan RI mengeluarkan aturan dan regulasi untuk WP.

Supaya draft bisa terpenuhi dengan baik, maka suatu perusahaan harus melakukan rekonsiliasi fiskal sehingga bisa melihat ada tidaknya kekeliruan pada laporan yang sudah dibuat.

Sebab jika terjadi kesalahan, itu bisa menyebabkan kesalahan hitung untuk nominal pajak.

  1. Meminimalisir salah hitung pajak

Pentingnya koreksi pada fiskal adalah untuk menghindari adanya kesalahan perhitungan pajak.

Sebab dalam bisnis jika ada nominal angka yang salah bisa jadi akan merugikan perusahaan.

Untuk itu, ketelitian dalam melakukan rekonsiliasi fiskal ini dibutuhkan penyesuain data, transaksi hingga penghasilan yang benar.

Dengan memahami tujuan yang menjadi bagian penting dalam melakukan koreksi untuk fiskal tersebut, maka perusahaan sama dengan memberikan kemudahan kepada petugas DJP melakukan perhitungan pajak yang sesuai.

Baca juga: Bagaimana Cara Pembulatan PPN di e-Faktur yang Benar?

Contoh Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal dibedakan dalam dua kelompok seperti berikut:

1. Perbedaan Beda Tetap, yakni biaya dan penghasilan yang dapat diakui dalam perhitungan penjumlahan laba neto akuntansi komersial, namun tidak diakui dalam perhitungan akuntansi pajak.

Contoh koreksi fiskal Perbedaan Beda Tetap dalam hal biaya:

  • Biaya pajak penghasilan
  • Biaya sumbangan
  • Biaya sanksi perpajakan

Contoh Penghasilan dalam Perbedaan Beda Tetap:

  • Sumbangan
  • Penghasilan bunga deposito
  • Hibah

2. Perbedaan Beda Waktu, yakni biaya dan penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial atau dapat dikatakan sebaliknya tidak dapat diakui secara sekaligus oleh akuntansi pajak karena perbedaan metode pengakuan.

Contoh Biaya koreksi fiskal Perbedaan Beda Waktu :

  • Biaya sewa
  • Biaya penyusutan

Contoh Penghasilan koreksi fiskal Perbedaan Beda Waktu :

  • Pendapatan lebih selisih kurs

Baca juga: Klikpajak, Aplikasi Pajak ‘Online’ yang Terintegrasi dengan Laporan Keuangan

Jenis Koreksi Fiskal

Dalam sistem perpajakan Indonesia, ada beberapa jenis pajak yang dikenakan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Diantaranya Pajak Penghasilan (PPh 21), Pajak Penghasilan pasal 22, 23, 25 PPh 4 Ayat 2 (final), dan PPh 26.

Ada pula Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Atas Barang Mewah (PPnBM).

Dalam peraturan perpajakan UU No.36 disebutkan koreksi fiskal dibagi menjadi dua sebagai berikut:

1. Koreksi Fiskal Positif

Koreksi positif umumnya disebabkan oleh biaya-biaya yang tidak diperkenankan oleh pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh. Biaya-biaya tersebut di antaranya:

  • Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungannya.
  • Dana cadangan.
  • Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
  • Jumlah yang melebihi kewajaran yang di bayarkan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
  • Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.
  • Pajak penghasilan.
  • Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.
  • Sanksi administrasi.
  • Selisih penyusutan atau amortisasi komersial diatas penyusutan/amortisasi fiskal.
  • Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
  • Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah disebutkan di atas.

Baca juga: Kenapa Laporan Keuangan Penting Saat Lapor SPT Tahunan Badan?

2. Koreksi Fiskal Negatif

Koreksi fiskal negatif akan menyebabkan laba kena pajak berkurang atau pengurangan PPh terutang.

Sebab, pendapatan lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.

Penyebab dari munculnya koreksi negatif seperti penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha (PPh Pasal 4 ayat (2), selisih penyusutan/amortisasi komersial komersial di bawah penyusutan/amortisasi fiskal, dan penyesuaian fiskal negatif lain.

Contoh Jenis Koreksi Fiskal Negatif:

  1. Penghasilan hadiah atau undian.
  2. Penghasilan transaksi saham
  3. Penghasilan transaksi pengalihan harta
  4. Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan
  5. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.

Setelah memahami tentang apa itu koreksi fiskal, langkah selanjutnya adalah memenuhi ketentuan perpajakan sebagai WP Badan/Perusahaan, salah satunya pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan.

Agar lebih mudah melaporkan SPT Tahunan Badan, gunakan aplikasi pajak online Klikpajak.id.

Klikpajak.id adalah Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau Application Service Provider (ASP) mitra resi Ditjen Pajak yang disahkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2018.

Melalui Klikpajak.id, Anda dapat memanfaatkan fitur e-Filing Klikpajak untuk melaporkan berbagai jenis SPT Tahunan/Masa PPh dengan langkah-langkah yang mudah.

Lapor SPT juga gratis selamanya melalui e-Filing Online Klikpajak. Anda bisa melaporkan semua jenis SPT mulai dari SPT Tahunan Pajak Badan, SPT Masa (Bulanan) Pajak, dan SPT Tahunan Pajak Pribadi.

Setelah menyampaikan SPT Pajak, Anda akan peroleh bukti lapor dalam bentuk elektronik, yakni Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) dari DJP, yang berisi:

  • Informasi Nama Wajib Pajak (WP)
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
  • Tanggal pembuatan BPE
  • Jam pembuatan BPE
  • Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE)

Melalui Klikpajak, Anda juga akan mendapatkan NTTE resmi dari DJP sebagai bukti lapor.

Langkah-langkah lapor SPT PPh Badan dan SPT Pribadi, selengkapnya termukan caranya berikut ini:

Aturan Baru Sanksi Tidak/Telat Lapor SPT Pajak

DJP telah menentukan kapan batas waktu pelaporan SPT Pajak PPh maupun lapor PPN Masa.

WP yang tidak lapor atau terlambat melakukan pelaporan pajak, harus bersiap menghadapi sanksi atau denda keterlambatan.

Sebelumnya, pengenaan sanksi terlambat dan kurang bayar pajak sebesar 2% per bulan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 6/1983 yang diubah dengan UU 16/2009.

Namun ketentuan diubah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menjadi disesuaikan dengan tingkat atau tarif suku bunga acuan per bulan.

Hasil penghitungan sanksi telat lapor SPT dan kurang bayar pajak terbaru pengenaan sanksi terkait pelaporan SPT jumlahnya bisa lebih rendah dibanding sanksi sebelumnya.

Lebih Mudah Urus Perpajakan Lainnya di Klikpajak

Klikpajak.id memiliki fitur lengkap dan terintegrasi yang memudahkan Anda melakukan berbagai aktivitas perpajakan, mulai dari menghitung, membayar pajak, hingga melaporkan SPT Tahunan/Masa PPh dengan mudah.

Bukan hanya itu, melalui Klikpajak Anda juga mudah membuat e-Faktur dan melaporkan SPT Masa PPN (Pajak Pertambahan Nilai), serta membuat bukti potong dan pelaporan SPT PPh Pasal 23/26 di e-Bupot lebih simpel.

Apa saja fitur lengkap Klikpajak.id yang semakin membuat administrasi perpajakan Anda lebih efektif dan efisien?

Kategori : Edukasi

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak