Daftar Isi
7 min read

Perbedaan Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif

Tayang 30 Dec 2020
Last updated 14 September 2024
Perbedaan Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif

Dalam sebuah laporan keuangan perusahaan akan selalu berkaitan erat dengan penyesuaian fiskal. Ketahui perbedaan koreksi fiskal positif negatif untuk kelancaran pelaporan perpajakan perusahaan.

Segala bentuk badan usaha di Indonesia, termasuk perusahaan dari luar negeri yang membuka cabang di Indonesia, diharuskan membayar pajak dan memperlihatkan laporan keuangan mereka.

Masalah akan muncul ketika ada perbedaan dalam pelaporan keuangan dari sisi standar akuntansi yang berlaku dan sisi perpajakan Indonesia.

Dalam dunia perpajakan, sebuah laporan keuangan harus sesuai dengan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku atau yang disebut laporan komersial.

Adapun laporan keuangan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dinamakan laporan fiskal.

Dalam perpajakan Indonesia, ada beberapa jenis pajak yang dikenakan kepada Pengusaha Kena pajak (PKP) seperti berikut: 

  • Pertama, Pajak Penghasilan (PPh) 21, 22, 23 4 ayat 2 (Final), dan 26.
  • Kedua, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan ketika terjadi pertukaran barang atau jasa antara penjual dan pembeli.
  • Ketiga, Pajak Penghasilan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak ini dikenakan atas pembelian atau impor barang-barang yang menurut peraturan perpajakan dikategorikan sebagai barang mewah.

Untuk lebih jelasnya perbedaan koreksi fiskal positif negatif, berikut ulasan dari Mekari Klikpajak berikut ini.

Apa itu Koreksi fiskal Positif Negatif?

Salah satu fungsi akuntansi perpajakan adalah untuk mengoreksi laba dari laporan komersial menjadi laba fiskal.

Sebab terdapat perbedaan pengakuan antara pendapatan dan biaya menurut PSAK dan berdasarkan peraturan perpajakan.

Perbedaan perhitungan atas pendapatan dan biaya tersebut bisa direkonsiliasi, dimana hal ini yang dinamakan rekonsiliasi atau koreksi fiskal.

Baca juga: Klikpajak, Aplikasi Pajak ‘Online’ yang Terintegrasi dengan Laporan Keuangan

Koreksi fiskal sendiri merupakan kegiatan dalam pencatatan, pembetulan dan penyesuaian yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak (WP).

Koreksi fiskal biasanya muncul karena adanya perbedaan dalam penempatan atau pengakuan penghasilan dan biaya dalam laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

Mengenai koreksi fiskal ini diatur dalam peraturan perpajakan UU no. 36 tentang PPh Koreksi fiskal.

Koreksi fiskal ini dibedakan menjadi dua, yaitu koreksi positif dan koreksi negatif.

Ilustrasi melakukan koreksi fiskal positif negatif

Perbedaan Koreksi Fiskal Positif Negatif

Berikut perbedaan koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif:

1. Koreksi Fiskal Positif

Koreksi positif biasanya terjadi karena biaya-biaya yang tidak diperkenankan oleh pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh.

Baca Juga: Aturan Terbaru Pelaporan SPT Masa PPN di e-Faktur

Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain:

  • Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungannya.
  • Dana cadangan.
  • Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
  • Jumlah yang melebihi kewajaran yang di bayarkan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
  • Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.
  • Pajak penghasilan.
  • Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.
  • Sanksi administrasi.
  • Selisih penyusutan atau amortisasi komersial diatas penyusutan/amortisasi fiskal.
  • Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
  • Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah disebutkan di atas.

Intinya, tujuan dari koreksi positif adalah menambah laba komersial atau laba Penghasilan Kena Pajak (PhKP).

Dengan begitu, koreksi positif akan menambahkan pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan biaya-biaya yang sekiranya harus diakui secara fiskal.

Baca juga: Cara Membuat Pembukuan Keuangan Usaha Kecil: UMKM Wajib Tahu

2. Koreksi Fiskal Negatif

Koreksi fiskal negatif akan menyebabkan laba kena pajak berkurang atau pengurangan PPh terutang.

Sebab pendapatan lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.

Penyebab dari adanya koreksi negatif adalah: 

  • Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha.
  • Selisih penyusutan/amortisasi komersial komersial di bawah penyusutan/amortisasi fiskal.
  • Penyesuaian fiskal negatif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah disebutkan di atas.

Jenis Koreksi Fiskal Negatif antara lain:

  • Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final contohnya :
  • Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. 
  • Penghasilan dari hadiah atau undian.
  • Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
  • Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan. 
  • Penghasilan dari WP Tertentu yang termasuk dalam kriteria PP Nomor 46 Tahun 2013 (mulai 1 Juli 2018 telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018).
  • Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak antara lain : 
  • Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat.
  • Harta hibah yang diterima oleh keluarga kandung yang satu garis keturunan, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Warisan.
  • Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. 
  • Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dari WP atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).
  • Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
  • Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
  • Penghasilan dari modal yang diinvestasikan oleh dana pensiun yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
  • Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
  • Beasiswa.

YouTube video

  • Sisa lebih yang diterima suatu badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut.
  • Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada WP.
  • Simpanan yang jumlahnya kurang dari jumlah berdasarkan metode penghitungan yang ditetapkan dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
  • Penyusutan yang besarnya melebihi jumlah penyusutan berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh. 
  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. 
  • Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha di Indonesia. Deviden diterima dalam syarat dan kondisi :
  • Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
  • Untuk perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.

Contoh tabel skema laporan rekonsiliasi atau koreksi fiskal:

Deskripsi Komersial Koreksi Fiskal Fiskal
Koreksi Positif Koreksi Negatif
Pendapatan
HPP
Laba bruto
Biaya Operasional:
– Biaya Adm
– Biaya Penjualan
Laba Operasional
Penghasilan Lain
Biaya Lain-Lain
Laba Bersih
Kompensasi Kerugian
PhKP

 

Agar urusan perpajakan mudah, gunakan aplikasi pajak online Klikpajak.id.

Klikpajak.id adalah Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau Application Service Provider (ASP) mitra resi Ditjen Pajak yang disahkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2018.

Koreksi Fiskal Positif Negatif, Apa Perbedaan Keduanya?Ilustrasi perusahaan yang umumnya ada koreksi fiskal positif negatif

Kategori : Edukasi
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
WhatsApp Hubungi Kami