Pajak adalah salah satu pilar utama dalam mendukung pembangunan dan pembiayaan negara, namun tidak semua pihak mematuhi kewajiban perpajakan mereka. Masalah pengemplangan pajak terus menjadi tantangan yang merugikan negara dan masyarakat.
Mekari Klikpajak akan membahas apa itu pengemplangan pajak, dampaknya, hingga sanksi bagi pengemplang pajak yang diberlakukan pemerintah berdasarkan regulasi terbaru di Indonesia.
Apa itu Pengemplang Pajak?
Pengemplang pajak adalah individu atau perusahaan yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban membayar pajak yang seharusnya mereka bayarkan. Tindakan ini dapat berupa:
- Tax Avoidance: Penghindaran pajak melalui celah hukum yang sah tetapi tidak etis.
- Tax Evasion: Penghindaran pajak secara ilegal.
- Tax Planning: Perencanaan pajak yang sah untuk mengurangi kewajiban pajak.
Pengemplangan pajak melibatkan upaya sengaja untuk menghindari pembayaran pajak yang menyebabkan kerugian negara.
Dampak Pengemplangan Pajak terhadap Negara
Tindakan menghindari pajak memberikan dampak negatif besar bagi perekonomian negara, di antaranya:
- Kurangnya Pendanaan APBN: Pendapatan negara berkurang, sehingga anggaran untuk pembangunan menjadi terbatas.
- Pengurangan Subsidi dan Layanan Publik: Kesejahteraan masyarakat terancam karena subsidi dan fasilitas umum tidak dapat terpenuhi.
- Beban Utang Negara Bertambah: Untuk menutupi kekurangan pendapatan, negara terpaksa berutang lebih banyak.
Baca Juga: Pemeriksaan Pajak: Panduan Lengkap, Prosedur, dan Tips Terbaru
Sanksi bagi Pengemplang Pajak
Pemerintah memberlakukan sanksi tegas bagi pengemplang pajak yang tertuang dalam:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
- Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Apakah Pengemplang Pajak Bisa Dipenjara?
Ya, pengemplang pajak bisa dipenjara jika terbukti melakukan tindakan yang melanggar hukum perpajakan, sebagaimana diatur dalam UU KUP dan UU HPP.
Sanksi yang dapat diberikan terhadap tindak pengemplangan pajak meliputi:
- Pidana Penjara: Hingga 6 tahun, tergantung tingkat pelanggaran.
- Denda Finansial: Sebesar 3 kali jumlah pajak yang terutang. Selengkapnya baca: Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Terbaru.
Contoh kasus pengemplangan pajak:
PT AAA merupakan perusahaan di bidang perdagangan elektronik yang berlokasi di Jakarta. Pada periode tahun pajak 2023 memiliki jumlah penjualan sebesar Rp10 miliar dengan jumlah PPN Terutang Rp1,2 miliar dihitung dari tarif PPN 12%.
Permasalan: PT AAA adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memiliki kewajiban memungut PPN dari pelanggan, tetapi ternyata tidak menyetorkannya ke kas negara. Selain itu, perusahaan melaporkan jumlah pajak yang lebih rendah untuk menghindari deteksi. Diketahui, kerugian negara mencapai Rp1,2 miliar.
Tidakan pemerintah: Kemudian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan audit pajak dan menemukan ketidaksesuian laporan pajak melalui data pihak ketiga. Lalu DJP menerbitkan surat ketetapan pajak kurang barang untuk pajak terutang dan denda. Setelah terbukti ada unsur kesengajaan, kasus ini diajukan ke pengadilan.
Sanksi: Atas tindakan pengemplangan pajak ini, Direktur PT AAA diputuskan dipenjara 4 tahun, dengan denda sebanyak 3 kali pajak terutang sebesar Rp3,6 miliar, serta dilakukan penyitaan aset untuk melunasi denda jika jumlah yang tersedia untuk dibayarkan masih kurang.
Upaya Pemerintah Menangani Pengemplang Pajak
Untuk menekan angka pengemplangan pajak, pemerintah melakukan langkah-langkah seperti:
1. Amnesti Pajak (Tax Amnesty)
Tax amnesty memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan kekayaan dengan denda yang lebih ringan.
Informasi yang diperoleh dari program ini dapat digunakan untuk mengawasi wajib pajak di masa mendatang.
2. Sistem AEoI (Automatic Exchange of Information)
Pertukaran data keuangan antarnegara yang memungkinkan pelacakan wajib pajak hingga ke luar negeri.
Melalui AEoI, informasi seperti pendapatan dari dividen, bunga, royalti, hingga lokasi tempat tinggal wajib pajak dapat diakses oleh otoritas perpajakan.
Contoh data yang dilacak adalah saldo rekening, bunga, dividden, royalti, dan keuntungan modal.
3. Sistem Informasi Perpajakan yang Terintegrasi Melalui Coretax System
DJP enggunakan sistem berbasis teknologi seperti Core Tax Administration System (CTAS) untuk memantau kewajiban perpajakan wajib pajak. Sistem ini mampu menganalisis data secara real time untuk mendeteksi pola transaksi mencurigakan.
Keunggulan sistem ini adalah efisiensi dalam mengidentifikasi pengemplang pajak dengan teknologi big data.
4. Pemanfaatan Data Pihak Ketiga
DJP juga memanfaatkan informasi dari bank, lembaga keuangan, perusahaan asuransi, dan instansi lain seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
5. Audit Pajak dan Investigasi
DJP akan melakukan audit pajak secara menyeuruh untuk memeriksa dokumen, laporan keuangan, dan aktivitas perpajakan wajib pajak. Hal ini dilakukan untuk menemukan selisih atau ketidaksesuaian yang menunjukkan potensi pengemplangan pajak.
6. Kerja sama dengan Aparat Penegak Hukum
DJP bekerja sama dengan pihak kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidki dan menindak pengemplang pajak. Ketika ditemukan unsur pidana perpajakan, kasus dapat dilimpahkan untuk proses hukum lebih lanjut.
7. Pelaporan Masyarakat
Pemerintah juga menerima laporan dari masyarakat melalui kanal resmi, seperti aplikasi dan situs web DJP. Hal ini membuka peluang untuk mendeteksi pengemplangan pajak yang tidak terdeteksi oleh sistem formal.
Baca Juga: Poin-Poin Pelaksanaan Coretax System dalam PMK 81/2024
Cara Menghindari Status Pengemplang Pajak
Untuk menghindari risiko menjadi pengemplang pajak, berikut adalah beberapa tips yang dapat diikuti:
- Pahami Kewajiban Pajak Anda: Pelajari jenis-jenis pajak yang berlaku untuk individu atau perusahaan Anda.
- Miliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak): Pastikan Anda memiliki NPWP untuk mempermudah proses perpajakan.
- Laporkan Pajak Secara Tepat Waktu: Hindari keterlambatan yang dapat menyebabkan denda.
- Gunakan Jasa Konsultan Pajak: Jika perlu, gunakan konsultan pajak untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan.
- Manfaatkan Insentif Pajak: Gunakan insentif yang diberikan pemerintah secara sah untuk meringankan kewajiban pajak.
- Simpan Dokumen dengan Baik: Arsipkan dokumen perpajakan seperti bukti pembayaran dan laporan pajak.
- Jangan Terlibat dalam Praktik Ilegal: Hindari tawaran yang mengatasnamakan pengurangan pajak dengan cara ilegal.
- Ikuti Perubahan Regulasi Pajak: Selalu update dengan peraturan perpajakan terbaru.
- Jadilah Kooperatif Saat Pemeriksaan Pajak: Bersikaplah transparan dan kooperatif jika diaudit.
- Lakukan Tax Planning yang Legal: Rencanakan kewajiban pajak Anda sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Baca Juga: Tindak Pidana Pajak: Jenis Pelanggaran dan Sanksinya
Kesimpulan
Pengemplangan pajak adalah tindakan yang merugikan negara dan masyarakat luas. Untuk mencegah dampak buruknya, penting bagi setiap warga negara dan perusahaan untuk patuh pada kewajiban pajak. Langkah sederhana seperti memiliki NPWP, membayar, dan melaporkan pajak secara tepat waktu adalah wujud kontribusi nyata bagi pembangunan.
Pajak adalah sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk mendanai fasilitas publik dan layanan masyarakat. Dengan menjadi wajib pajak yang taat, kita turut mendukung kesejahteraan bersama sekaligus mencegah risiko sanksi hukum yang berat.
Sebagai perusahaan yang memiliki berbagai kewajiban pajak, gunakan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak untuk mempermudah pengelolaan administrasi perpajakan karena terintegrasi dengan software akuntansi online Mekari Jurnal.
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan“
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan“
JDIH Mahkamahagung.go.id. “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana“