Tindak pidana pajak merupakan kejahatan yang dilakukan wajib pajak dengan berbagai cara yang merugikan negara.
Agar wajib pajak memahami risiko dan konsekuensi tindak pidana pajak, penting untuk mengetahui alur pengenaan serta sanksi hukum yang berlaku.
Mekari Klikpajak akan mengulas secara lengkap mengenai pengertian tindak pidana pajak, alur proses penanganannya, hingga jenis sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana pajak.
Apa itu Tindak Pidana Pajak?
Tindak pidana pajak adalah pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh wajib pajak atau pihak lain untuk menghindari kewajiban perpajakan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang telah diperbarui dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP No. 7/2021), tindakan ini mencakup kelalaian maupun kesengajaan yang merugikan penerimaan negara.
Perbedaan Pidana Pajak dan Sanksi Administratif
Dalam hukum pajak, terdapat dua jenis konsekuensi hukum, yaitu:
1. Pidana Pajak
Pengenaan pidana pajak mengacu pada pelanggaran hukum berat seperti penggelapan pajak atau pemalsuan dokumen. Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara atau denda dengan nominal besar.
2. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi pajak diberikan untuk pelanggaran ringan seperti keterlambatan pelaporan atau pembayaran pajak. Bentuk sanksinya berupa denda, bunga, atau kenaikan pajak.
Baca Juga: Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Terbaru
Jenis atau Modus Pelanggaran Pajak yang Umum Terjadi
Berikut beberapa jenis pelanggaran yang menjadi modus kejahatan pajak:
1. Menyalahgunakan NPWP
Modus pelanggaran pajak yang dilakukan wajib pajak dapat berupa menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) palsu atau meminjam NPWP milik orang lain untuk menghindari kewajiban perpajakan.
2. Dokumen dan Pembukuan Palsu
Penggunaan dokumen dan pembukuan palsu menjadi salah satu jenis pelanggaran pajak sebagai modus yang digunakan untuk pelaporan pajak.
Pelaporan dokumen pajak yang dimanipulasi, seperti faktur fiktif atau pembukuan ganda untuk menurunkan besaran pajak yang harus dibayar.
3. Pemotongan atau Pemungutan Pajak Fiktif
Jenis pelanggaran pajak berupa pemotongan atau pemungutan pajak fiktif dengan cara biasanya perusahaan memotong Pajak Penghasilan (PPh) karyawan tetapi tidak menyetorkannya ke kas negara.
Praktik melakukan pemotongan maupun pemungutan pajak fiktif ini sering disebut penggelapan pajak.
4. Tidak Melaporkan Pajak
Modus pelanggaran pajak berikutnya dapat berupa tindakan tidak melaporkan kewajiban perpajakannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan maupun SPT Masa, seperti tidak melaporkan pemungutan dan pemotongan pajak hingga kewajiban pelaporan pajak penghasilannya.
5. Tidak Menyetorkan Pajak
Tindakan tidak menyetorkan pajak atas penghasilannya maupun pemotongan dan pemungutan pajak juga menjadi salah satu modus pelanggaran pajak.
Dampak Pelanggaran Pajak pada Masyarakat dan Negara
Tindak pidana pajak dapat berdampak buruk pada masyarakat secara keseluruhan dan merugikan negara. Berikut adalah beberapa dampaknya:
1. Penurunan Pendapatan Negara
Pelanggaran pajak yang dilakukan wajib pajak dapat berdampak pada berkurangnya dana untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik karena penerimaan negara dari pajak lebih sedikit dari yang seharusnya diperoleh negara.
2. Beban Pajak yang Lebih Berat bagi Masyarakat
Apabila penerimaan negara terus mengalami penurunan, maka ketidakpatuhan wajib pajak dapat memaksa pemerintah menaikkan tarif pajak.
3. Kerugian Reputasi bagi Pelaku
Perusahaan atau individu yang terbukti melakukan tindak pidana pajak akan kehilangan kepercayaan publik terhadap bisnis yang dijalankan maupun reputasi pelaku sebagai individu yang berintegritas.
Baca Juga: Peraturan Terbaru Pemeriksaan Bukti Permulaan
Sanksi dan Konsekuensi Hukum bagi Pelaku Tindak Pidana Pajak
Konsekuensi hukum bagi wajib pajak yang melakukan tindak pidana pajak akan dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Jenis Sanksi Pidana Pajak
Merujuk Pasal 38, 39, dan 39A UU KUP, jenis sanksi pidana pajak dapat berupa:
- Hukuman kurungan
- Hukuman penjara
- Hukuman denda
Untuk mengetahui jenis sanksi pidana pajak atas pelanggaran pajak penghasilan, selengkapnya Anda dapat membaca artikel: Jenis Sanksi Pidana Pajak di Indonesia.
Contoh Kasus Tindak Pidana Pajak
PT AAA sebagai perusahaan manufaktur menggunakan faktur pajak palsu untuk mendapatkan pengembalian pajak ataupun mengurangi PPN terutangnya.
Dalam kasus ini, perusahaan diwajibkan membayar denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar, sesuai Pasal 39 ayat (1) UU KUP.
Selain itu, PT AAA juga dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun atas penggelapan pajak yang dilakukannya.
Namun, PT AAA berpeluang mendapatkan penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan apabila ia melunasi kekurangan pajak serta membayar sanksi administratif berupa denda sebesar empat atau enam kali lipat dari jumlah pajak tidak atau kurang dibayarkan, sesuai ketentuan dalam Pasal 44B UU KUP.
Baca Juga: Tahapan Pengenaan Sanksi Pajak dan Penyelesaiannya
Bagaimana Menghindari Tindak Pidana Pajak?
Untuk menghindari tindak pidana pajak, wajib pajak dapat melakukan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan tata cara perpajakan yang diatur dalam perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Tips agar Terhindar Pidana untuk Wajib Pajak
- Memahami aturan perpajakan yang berlaku.
- Melaporkan pajak secara tepat waktu.
- Menghindari penggunaan dokumen palsu atau faktur pajak fiktif.
- Menggunakan jasa konsultan pajak terpercaya untuk membantu mengelola kewajiban perpajakan.
Kesimpulan
Tindak pidana pajak menjadi pelanggaran serius yang dapat merugikan negara dan masyarakat secara umum. Pelanggaran ini dapat berupa penyalahgunaan NPWP, manipulasi dokumen pajak, penggelapan pemungutan atau pemotongan pajak, hingga tidak melaporkan dan menyetorkan kewajiban pajak sebagai modusnya.
Konsekuensi dari tindak pidana pajak mencakup sanksi berat, baik berupa hukuman penjara, denda dua hingga enam kali jumlah pajak yang kurang bayar, maupun kombinasi keduanya, sebagaimana diatur dalam UU KUP dan UU HPP.
Untuk menghindari tindak pidana pajak, wajib pajak harus mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku, melaporkan pajak secara tepat waktu, dan menghindari manipulasi atau penggunaan dokumen fiktif.
Manfaatkan jasa konsultan pajak yang terpercaya juga dapat membantu memastikan pengelolaan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan hukum. Dengan kepatuhan pajak, wajib tidak hanya terhindar dari risiko hukum, tetapi juga turut mendukung pembangunan negara.
Referensi
Pajak.go.id. “Mengenal Unsur-Unsur Tindak Pidana di Bidang Perpajakan”
Pajak.go.id. “Wajib Pajak Badan Dapat Dikenakan Hukum Pidana?”
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP”
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan”