Ada banyak jenis pajak yang diterapkan, salah satunya adalah pajak properti. Mekari Klikpajak akan mengulas tentang pajak properti yang harus Sobat Klikpajak ketahui sebagai pengusaha bisnis properti agar usaha dapat berjalan lancar.
Tapi sebelum membahas tentang bisnis properti dan pajak real estate yang dikenakan, Klikpajak.id akan kembali mengingatkan Sobat Klikpajak pentingnya kelola pajak dan keuangan bisnis yang efektif dan efisien guna meningkatkan kinerja perusahaan atau usaha.
Ingin mengetahui cara mengelola pajak dan keuangan bisnis yang mudah dan cepat?
Mekari Klikpajak adalah Mitra resmi Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau Application Service Provider (ASP) mitra resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang disahkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2018.
Melalui Klikpajak.id, Sobat Klikpajak dapat menghitung, membayar, melaporkan pajak kapan saja dan di mana pun, serta menyimpan arsip perpajakan dengan aman dalam satu platform aplikasi pajak online berbasis web yang terintegrasi.
Dengan Klikpajak, kelola e-Faktur maupun e-Bupot juga lebih mudah dan cepat karena terintegrasi dengan fitur akuntansi pajak online Jurnal.id.
Mekari Jurnal adalah software akuntansi online berbasis cloud dengan laporan keuangan lengkap, seperti Neraca keuangan, Arus kas, Laba-rugi.
Baca juga: Klikpajak, Aplikasi Pajak ‘Online’ yang Terintegrasi dengan Laporan Keuangan
Temukan cara mudah & cepat kelola e-Faktur dengan menarik data langsung dari laporan keuangan online hanya di e-Faktur Mekari Klikpajak. Coba dan buktikan sekarang!
Bisnis & Pajak Properti yang Dikenakan pada Pengusaha Properti
Secara umum, memiliki investasi properti jangka menengah dan panjang menjadi hal wajib, prestise, dan menjanjikan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
Selain sebagai kepemilikan, properti juga bisa sebagai sarana bisnis.
Dengan kondisi permintaan properti yang dikatakan selalu ada serta penyediaan yang relatif terbatas, maka bisnis properti bisa timbul.
Bisnis properti juga berperan penting dalam menopang pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Bukan hanya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan lainnya, fenomena bisnis properti di Indonesia juga semakin merambah dan berkembang di kota-kota kecil yang tersebar di seluruh tanah air.
Selain itu, fenomena maraknya kemunculan bisnis properti di kota-kota kecil lainnya dikarenakan harga tanah di wilayah kota-kota besar semakin membumbung tinggi.
Bukan hanya itu, dari sudut pandang peluang bisnis, sektor properti muncul akibat ledakan konsumen.
Dengan demikian pengembang lebih memilih berfokus pada hunian vertikal untuk optimalisasi lahan.
Tentunya, para pengusaha properti harus mempertimbangkan limitasi pasar yang kemungkinan terjadi agar persaingan pasar properti semakin sehat dan solid.
Kebijakan perbankan yang mendukung untuk investasi properti juga semakin memudahkan para pengusaha menjual produk propertinya.
Setiap transaksi dalam bisnis ini akan dikenakan pajak properti.
Dua komponen dalam transaksi jual-beli properti, adalah subjek dan objek pajak.
Subjek pajak terdiri dari penjual dan pembeli, dan objek pajak adalah properti itu sendiri.
Penjual properti dikenakan pajak karena menerima uang dari transaksi jual-beli, sementara pembeli dikenakan pajak karena menerima barang/hak.
Singkatnya, saat Sobat Klikpajak sebagai pengusaha properti dan juga ketika Sobat Klikpajak membeli properti, maka Sobat Klikpajak harus membayar pajak ke kas negara.
Lalu, apa saja jenis pajak properti yang dikenakan pada bisnis properti ini?
Berikut adalah beberapa pajak real estate yang dibebankan kepada pengusaha atau bisnis properti dan pembeli properti.
1. Pajak Properti PPh (Pajak Penghasilan) Final
PPh Final atau Pajak Penghasilan Sehubungan dengan Pengalihan Hak Atas Tanah & Bangunan adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima selama tahun berjalan.
Pembayaran, pemotongan atau pemungutan PPh Final yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.
Besarnya PPh adalah 2,5 % dari Nilai Peralihan ÷ Nilai Transaksi.
Contoh: sebuah rumah di Pondok Indah tipe 250/200 ditransaksikan dengan harga 2,5 milyar rupiah dengan demikian pemiliknya dikenakan PPh final sebesar:
= 2,5% x 2,5 milyar rupiah
= 62,5 juta rupiah
Baca juga: BPHTB: Pengertian, Objek, Tarif, Cara Menghitung dan Syarat Mengurus
2. Pajak Properti PBB (Pajak Bumi Bangunan)
PBB adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
Besarnya nilai PBB tergantung lokasi, bisa dilihat di Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).
Untuk mengetahui besaran biayanya, ketahui dulu dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), di mana dalam SPPT tercantum besarnya NJOP dan besarnya PBB yang harus dibayar.
Pembayaran PBB dilakukan tiap tahun.
Pajak Bumi dan Bangunan atas Properti di Indonesia Terbilang Kecil
Kenyataannya PBB terbilang kecil dibandingkan dengan nilainya. Berikut contoh perhitungan pajak real estate berupa PBB:
- Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) : 2.049.175.000
- NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) : 15.000.000
- NJOP untuk perhitungan PBB : 2.030.175.000
- PBB yang terutang adalah 0.2 % x 2.030.175.000 = 4.060.350
Bisa dilihat bahwa jika memiliki properti dengan nilai NJOP sebesar 2.049.175.000 maka kewajiban membayar PBB/tahun hanya Rp4.060.350.
Nilai ini tentu sangat kecil jika dibanding nilai objek pajak sesungguhnya.
Karena nilai bisnis properti umumnya lebih tinggi dari NJOP.
Kemudahan terhadap PBB di Jakarta khususnya, saat ini pembayaran PBB untuk NJOP lebih kecil dari Rp1 miliar digratiskan.
Jenis Pajak Properti yang Ditanggung Pembeli Properti
Bukan hanya bagi pebisnis properti dalam hal ini pengembang, konsumen atau pembeli properti pun juga harus menanggung pajak properti yang dibelinya.
Apa saja jenis pajak properti yang dibebankan pada pembeli properti?
Berikut adalah jenis pajak properti yang harus dibayar oleh pembeli properti:
1. Pajak Properti Berupa PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Pajak properti yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
PPN dibayar oleh pembeli dan dipungut oleh penjual yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) kemudian menyetorkan ke Negara.
Di bidang properti PPN dikenakan terhadap properti primary yang dijual oleh pengembang ke konsumen. Jadi transaksi jual beli properti secondary atau rumah seken tidak dikenakan PPN. Besarnya PPN adalah 10 % dari Nilai Peralihan.
Kecuali peralihan hak untuk rumah sederhana tidak dikenakan PPN. Rumah sederhana yang dimaksud di sini adalah rumah yang harga jualnya diatur oleh pemerintah. Rumah ini dikenal juga sebagai rumah subsidi karena pembelian disubsidi oleh pemerintah dalam bentuk:
- Harga rumah dibatasi, contohnya untuk perumahan di Pulau Jawa dan Sumatera harga perumahan subdisi adalah 116,5 juta rupiah
- Uang muka yang rendah, hanya sekitar 1% dari harga rumah. Dengan demikian untuk membeli rumah masyarakat berpendapatan rendah (MBR) hanya perlu menyediakan uang muka sekitar 1 juta ditambah dengan biaya lain seperti BPHTB, biaya PPAT/Notaris, biaya provisi dan administrasi bank yang jumlahnya tidak lebih dari 4 juta. Sehingga untuk membeli rumah masyarakat cukup menyediakan uang 5 juta saja
- Bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) rendah sehingga cicilannya ringan. Bunga KPR 5% lebih rendah dibandingkan bunga KPR untuk perumahan non subsidi yang masih di atas 8% bahkan sampai di atas 10%
Ketahui juga cara membuat NPWP Badan yang mudah.
Baca juga: Apa itu Account Payable dan Account Receivable Adalah
2. PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah)
PPnBM dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen untuk menghasilkan atau mengimpor barang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Di bidang properti, PPnBM hanya berlaku untuk primary product (rumah atau produk property lainnya) dari developer ke konsumen, tidak berlaku untuk transaksi antara individu atau secondary product. Besarnya PPnBM adalah 20 % dari Nilai Transaksi.
Syarat transaksi jual beli properti dikenakan pajak properti PPnBM:
- Hunian mewah seperti apartemen, kondominium, town house, luas 150 m2 atau lebih dan harga jual bangunan Rp 4.000.000/m2.
- Rumah termasuk rumah kantor (rukan)/rumah toko (ruko) dengan luas bangunan minimal 400 m2 dan harga jual bangunan Rp. 3.000.000/m2.
- Namun saat ini, kedua syarat di atas tidak berlaku lagi karena berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 206/PMK.010/2015, properti digolongkan barang mewah apabila harganya mencapai 20 milyar rupiah untuk rumah tapak dan 10 milyar rupiah untuk apartemen. Jadi saat ini tidak melihat luas dari properti tersebut. Patokannya hanya harga jualnya.
Baca juga: Pemutihan Pajak PBB Diperpanjang hingga Desember, Cara dan Syarat
3. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
BPHTB adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dimana perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Besarnya BPHTB adalah 5% dari Nilai Transaksi. Dimana Nilai Transaksi dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Besarnya NPOPTKP berbeda-beda setiap daerah.
Untuk di Jakarta saat ini NPOPTKP adalah 80 Juta, untuk BODETABEK 60 Juta.
BPHTB = 5% x (Nilai Transaksi-NPOPTKP)
Contoh: satu unit rumah di Bekasi ditransaksikan dengan harga 150 juta rupiah, maka besarnya BPHTB adalah:
= 5% x (150 juta – 60 juta)
= 5% x 90 juta
= 4,5 juta rupiah
BPHTB juga dikenakan terhadap permohonan pembuatan sertifikat untuk pertama kali.
Contoh: tanah seluas 500 m2 di Daan Mogot, Jakarta Barat dengan nilai NJOP 4.000.000/m2. Tanah belum bersertifikat, maka BPHTB nya adalah:
5% (500m2 x 4.000.000 – 80.000.000)
5% (2.000.000.000 – 80.000.000)
5% x 1.920.000.000
96.000.000 rupiah
BPHTB sebesar Rp96.000.000, belum termasuk biaya lain-lain. Tentu jumlah ini sangat besar bagi sebagian masyarakat.
Untuk rumah subdisi pemerintah BPHTB saat ini dikurangi 25% dari BPHTB normal. Terdapat wacana pemerintah menggratiskan BPHTB ini.
Diharapkan dengan pajak properti rendah, masyarakat berpendapatan rendah semakin mudah dalam memiliki rumah.
4. PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Pembayaran PNBP dilakukan ketika pengajuan permohonan balik nama sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Besarnya PNBP dalam transaksi jual beli bisnis properti adalah (0,1 % x Zona Nilai Tanah) + 50.000.
Zona Nilai Tanah (ZNT) adalah suatu poligon yang menggambarkan nilai tanah yang relatif sama atas sekumpulan bidang tanah yang ada di dalamnya, yang batasannya bisa bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan penggunaan tanah.
Nilai ZNT dikeluarkan oleh Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN.
Penetapan nilai ZNT berdasarkan perkiraan dan analisa harga tanah di lokasi, tidak termasuk nilai bangunannya.
Baca juga: Ketahui Syarat & Proses Mengurus PKP bagi Virtual Office
5. Pajak Properti Berupa BBN (Bea Balik Nama)
Pajak ini dikenakan kepada pembeli untuk proses balik nama sertifikat properti yang ditransaksikan dari penjual.
Umumnya pajak BBN ini diurus oleh pihak developer dan konsumen tinggal membayarnya.
Namun, jika Anda membeli properti secara perorangan, biaya BBN ini Sobat Klikpajak urus sendiri atau diurus oleh pihak notaris.
Besarnya pajak BBN berbeda di setiap daerah, namun rata-rata sekitar 2% dari nilai transaksi.
Demikian sedikit ulasan tentang maraknya fenomena bisnis properti di Indonesia.
Sebelum bertransaksi properti, alangkah baiknya Sobat Klikpajak sebagai calon penjual dan pembeli wajib mengetahui jenis-jenis pajak yang dikenakan.
Pajak untuk Usaha Real-Estate
Dalam penerapan pajak untuk usaha real-estate, pemerintah menerbitkan program Kontrak Investasi Kolektif Dana investasi Real Estate atau biasa disebut KIK DIRE.
KIK merupakan Kontrak Investasi Kolektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pasar Modal.
Sedangkan yang dimaksud DIRE merupakan sebuah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan pada aset real estate.
Terdapat aspek pajak real estate dengan skema KIK DIRE, meliputi:
Objek PPh Final
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengalihan real estate kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat Final.
Skema KIK tertentu yang dimaksud adalah suatu skema investasi dalam bentuk KIK dengan wadah DIRE dengan atau tanpa menggunakan SPC.
Tarif Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan real estate kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu adalah sebesar 0,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan real estate.
Dasar Pengenaan Pajak
Jumlah bruto yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas nilai pengalihan real estate adalah sebagai berikut:
- Seluruh jumlah yang sesungguhnya diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari SPC atau KIK atas pengalihan real estate dalam skema KIK tertentu. Dalam hal Wajib Pajak tidak memiliki hubungan istimewa dengan SPC atau KIK.
- Seluruh jumlah yang seharusnya diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari SPC atau KIK atas pengalihan real estate dalam skema KIK tertentu dalam hal Wajib Pajak memiliki hubungan istimewa dengan SPC atau KIK.
Tata Cara Pembayaran
Pajak usaha real estate berupa PPh Final ini wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang mengalihkan real estate ke kas negara sebelum akta, keputusan, perjanjian, atau kesepakatan atas pengalihan real estate kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Jangka waktunya paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran.
Pembayaran PPh Final dapat dilakukan ke kas negara melalui layanan pada loket atau teller (over the counter). Bisa juga melalui layanan dengan menggunakan sistem elektronik lainnya, pada bank atau pos persepsi.
Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan real estate dan dikenai pajak usaha real estate berupa PPh Final ini juga wajib melakukan beberapa hal di bawah ini:
1. Menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Tentang adanya pengalihan real estate kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu sesuai format dalam lampiran PMK 37/PMK.03/2017 yang dilengkapi dengan dokumen:
- Fotokopi surat pemberitahuan efektifnya pernyataan pendaftaran DIRE berbentuk KIK yang diterbitkan dan telah dilegalisasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
- Keterangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa Wajib Pajak yang mengalihkan real estate bertransaksi dengan SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu.
- Surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa Wajib Pajak melakukan pengalihan real estate kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu.
- Fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP atas penghasilan dari pengalihan real estate kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu.
2. Setelah itu mendapatkan surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Ketentuan tersebut mengatur tentang pemberian Surat Keterangan Fiskal dari Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Baca juga: Apa Saja Pajak yang Ditanggung Developer Properti?
Tata Cara Pelaporan
Wajib Pajak yang membayar sendiri pajak usaha real estate berupa PPh yang terutang. Kemudian wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dan PPh yang telah dibayar dalam suatu Masa Pajak kepada:
- KPP yang wilayah kerjanya meliputi lokasi real estate yang bersangkuan, bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan real estate.
- KPP yang melakukan administrasi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak. Bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan real estate.
- Pelaporan dilakukan melalui SPT Masa PPh Pasal 4 Ayat (2) serta surat pemberitahuan sesuai format dalam lampiran PMK 37/PMK.03/2017. Tentang adanya pengalihan real estate kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu. Jangka waktunya paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Urus Pajak Properti dengan Fitur Lengkap Mekari Klikpajak
Jika bisa praktis, kenapa harus menggunakan cara-cara yang dapat menyita banyak waktu dan tenaga Sobat Klikpajak untuk urusan perpajakan?
Sobat Klikpajak dapat menemukan semua kemudahan mengurus dan melakukan administrasi perpajakan seperti pajak properti melalui Klikpajak yang memiliki fitur lengkap.
“Karena Klikpajak didukung dengan teknologi cloud yang memudahkan Sobat Klikpajak melakukan aktivitas perpajakan hanya dalam satu platform dan mengaksesnya di mana pun serta kapan saja Sobat Klikpajak inginkan.”
Klikpajak akan menghitung kewajiban pajak dengan tepat dan akurat sehingga Sobat Klikpajak terhindar dari kesalahan penghitungan yang dapat menyebabkan pengenaan sanksi denda pajak.
Tentu saja bukan hanya menghitung, membayar dan melaporkan pajak saja, fitur lengkap Mekari Klikpajak yang semakin memudahkan aktivitas perpajakan Sobat Klikpajak mulai dari membuat Faktur Pajak elektronik hingga Bukti Potong elektronik.
Temukan kemudahan urus perpajakan lainnya dengan Mekari Klikpajak di bawah ini: