Daftar Isi
4 min read

Apa Saja Pajak yang Ditanggung Developer Properti?

Tayang 19 Sep 2019
Apa Saja Pajak yang Ditanggung Developer Properti?
Apa Saja Pajak yang Ditanggung Developer Properti?

Dalam bisnis jual beli properti, terdapat dua pihak yang memiliki kewajiban pajak besar. Pihak pertama adalah konsumen atau pembeli properti yang dijual, dan pihak kedua adalah pengembang atau developer. Namun yang sering luput dalam pembahasan pajak ialah pajak yang ditanggung developer sebagai pihak penjual properti. Artikel ini secara khusus akan mencoba membedah pajak apa yang harus ditanggung pihak kedua sebagai penjual dan pengembang properti.

Jika dilogika, pajak yang pasti ditanggung oleh developer tentu adalah pajak penghasilan. Karena penjualan properti yang dilakukannya membawa sejumlah penghasilan untuk developer dan menambah kemampuan ekonominya. Selain itu, pajak lain yang juga dikenakan adalah pajak bumi dan bangunan. Mengapa? Karena barang yang diperjualbelikan adalah tanah beserta bangunan yang dibangun di atas tanah tersebut. Maka menjadi kewajiban developer untuk membayar PBB sebelum tanah dan bangunan tersebut berpindah kepemilikannya atau belum laku.

Pajak Penghasilan Final

Pajak pertama yang dikenakan kepada developer ketika terjadi transaksi jual-beli rumah beserta tanah adalah pajak penghasilan. Pajak ini dibebankan karena developer mendapatkan sejumlah penghasilan dari kegiatan jual beli. Pajak penghasilan ini sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan bangunan, dan sifatnya final.

Pajak final diberlakukan karena pendapatan atas transaksi jual beli properti merupakan pendapatan dari sektor khusus dan tidak masuk dalam perhitungan PPh 21 seperti pendapatan lainnya. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan final yang dipotong pihak lain maupun disetor sendiri bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang. Namun lebih kepada pelunasan PPh terutang atas penghasilan yang didapatkan. Sehingga developer dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.

Besaran dari pajak penghasilan final ini adalah 2,5% dari nilai peralihan atau nilai transaksi yang terjadi. Karena bersifat final, maka berapapun nilai transaksi yang dilakukan developer dan pembeli tarif pajaknya akan tetap dan tidak bertambah seperti pajak progresif yang dikenakan di Pajak Penghasilan Pasal 21.

Misalnya, seorang pengembang memiliki rumah dengan tipe tertentu yang dijual dengan harga Rp 4.000.000.000. Ketika rumah tersebut laku, maka atas pembayaran sebesar RP 4.000.000.000 yang menjadi penghasilan developer, dikenakan tarif pajak sebesar 2,5%. Jadi pajak yang harus dibayarkan oleh developer adalah sebesar 2,5% x Rp 4.000.000.000 = Rp 100.000.000.

Pajak Bumi Bangunan

Pajak ini dikenakan atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Besaran PBB sendiri tidak bisa dipukul rata untuk seluruh wilayah Indonesia, karena setiap daerah memiliki tarif PBB sendiri dan pertimbangan sendiri.

PBB sendiri memiliki 3 faktor penting dalam perhitungannya, yakni NJOP atau Nilai Jual Objek Pajak, NJKP atau Nilai Jual Kena Pajak dan NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Ketiga variabel ini harus diketahui terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai Pajak Bumi Bangunan yang harus dibayarkan. Tentu saja, kisaran nilai ketiganya tergantung pada keputusan pemerintah daerah. Karena disesuaikan dengan nilai bangunan dan tanah di daerah tersebut.

Pajak Bumi Bangunan yang dikenakan di Indonesia nilainya cenderung kecil karena taksiran yang digunakan pemerintah daerah guna menentukan NJOP suatu objek juga tidak setara dengan nilai properti yang sebenarnya. Katakanlah sebuah properti yang berada di pusat kota, memiliki nilai jual sebenarnya pada angka Rp. 40.000.000.000. NJOP yang ditetapkan pemerintah tidak akan sebesar itu karena satu dan lain hal.

Baca juga: Pajak Bumi dan Bangunan, Ini Peraturan Barunya

Relaksasi Pajak

Untuk mendorong perkembangan bisnis properti di Indonesia, bari-baru ini diluncurkan kebijakan baru dengan tajuk relaksasi pajak. Relaksasi pajak akan menyasar pada properti bernilai besar (di atas Rp. 10.000.000.000) dengan penurunan pajak penghasilan dari 5% ke angka 1%. tentu saja ini merupakan angin segar bagi developer yang ingin terus mengembagkan pasar properti mewah di Indonesia.

Dengan dua pajak utama yang harus dibayar oleh developer tersebut, negara dan daerah sudah mendapatkan porsi yang diinginkan dari pos pajak properti. Meski tidak besar, namun pajak yang dibayarkan setiap tahun dan setiap transaksi dirasa sudah cukup dapat memberikan kontribusi untuk pendapatan negara maupun daerah.

Untuk Anda yang berbisnis properti, tentu saja pajak yang ditanggung developer menjadi pengetahuan wajib. Untuk membantu Anda melaksanakan kewajiban perpajakan, Anda bisa menggunakan aplikasi pajak online dari Klikpajak. Dengan fitur lengkap yang dapat mengakomodir kepentingan perpajakan Anda, Klikpajak akan menjadi partner yang menguntungkan karena selain merupakan mitra resmi DJP, layanan ini bersifat GRATIS.

Kategori : Edukasi

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak