Melalui PER-11/PJ/2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperbarui ketentuan pelaporan pajak. Mulai dari batas waktu unggal e-Faktur, kewajiban baru bagi wajib pajak orang pribadi, penyederhanaan SPT Masa, hingga pelaporan SPT Tahunan yang terintegrasi penuh di Coretax.
Beleid ini sebagai bagian dari implementasi Coretax. Mekari Klikpajak akan mengulas poin-poin ketentuan terbaru dalam implementasi Coretax yang tertuang dalam PER-11/PJ/2025 untuk memudahkan Anda memahami ketentuannya.
Apa yang Diatur dalam PER-11/PJ/2025?
Peraturan ini memuat pedoman tentang format, isi, cara pengisian, hingga penyampaian berbagai jenis Surat Pemberitahuan (SPT) dan dokumen pajak lainnya. Aturannya mencakup:
- SPT Masa PPh, PPN, dan PPnBM.
- SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan Badan.
- Faktur Pajak dalam bentuk e-Faktur.
- Bukti potong dan dokumen tambahan lain yang mendukung pelaporan.
Dengan adanya regulasi ini, setiap pelaporan pajak wajib dilakukan secara elektronik dan terintegrasi melalui Coretax.
Poin-Poin Penting Peraturan Baru dalam PER-11/PJ/2025
Beberapa ketentuan baru yang perlu diperhatikan dalam Perdirjen-pajak nomor 11/2025 tersebut antara lain:
1. Batas Waktu Unggah e-Faktur Diperpanjang
Batas waktu upload e-Faktur diperpanjang dari tanggal 15 menjadi tanggal 20 bulan berikutnya.
2. Pengusaha Pribadi Wajib Potong Pajak atas Sewa
Orang pribadi yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas (UMKM, freelancer, profesional) wajib memotong pajak atas transaksi sewa.
Jenis pajak yang dipotong:
- PPh 23: tarif 2% untuk sewa selain tanah/bangunan.
- PPh Final Pasal 4 ayat (2): tarif 10% untuk sewa tanah/bangunan.
3. SPT Masa PPh Disederhanakan jadi Dua Jenis
SPT Masa PPh disederhanakan menjadi dua jenis laporan:
- SPT Masa PPh Pasal 21/26: untuk karyawan & tenaga kerja asing.
- SPT Masa PPh Unifikasi: gabungan PPh 22, 23, 15, dan 4(2).
4. Ketentuan SPT Masa PPN dan PPnBM
- Semua pelaporan dilakukan lewat Coretax.
- Formulir/lampiran diperbarui dengan format baru.
- Termasuk 3 jenis SPT Masa PPN: Pengusaha Kena Pajak (PKP) umum, PKP dengan fasilitas, dan penyerahan khusus (misalnya PMSE/Perdagangan Melalui Sistem Elektronik).
5. Ketentuan SPT Tahunan PPh
- SPT PPh Tahunan orang pribadi maupun SPT Badan wajib disampaikan melalui Coretax.
- PPh Badan memiliki lampiran lebih banyak dan detail yang wajib dilampirkan, termasuk laporan transaksi afiliasi (transfer pricing), penyusutan, amortisasi, kompensasi kerugian, hingga daftar kepemilikan saham.
6. Integrasi Penuh dengan Coretax
- Seluruh dokumen pajak (SPT Masa, SPT Tahunan, e-Faktur, e-Bupot) terhubung dalam satu sistem.
- Penggunaan NIK (Nomor Induk Kependudukan) sebagai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) untuk login dan pelaporan online.
Tujuan Aturan dalam PER-11/PJ/2025
Tujuan utama dari adanya peraturan tersebut adalah:
- Menyederhanakan administrasi perpajakan.
- Meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
- Mendukung transformasi digital pajak nasional.
Baca Juga: Panduan Cara Membuat Kode Billing Pajak di Coretax
Contoh Kasus Pengusaha Pribadi Kelola Pajak atas Sewa
Tuan A sebagai freelancer desain grafis yang terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi usaha, menyewa ruko milik Tuan B untuk kantor kecil dengan nilai sewa Rp150 juta per tahun. Jenis pajak atas sewa ruko tersebut adalah PPh Final Pasal 4 ayat 2 dengan tarif sebesar 10% atas sewa tanah/bangunan. Maka, berikut kewajiban Tuan A atas sewa ruko tersebut:
1. Menghitung pajak penghasilan atas sewa ruko
- Nilai sewa tahunan = Rp150 juta
- Tarif PPh 4(2) sewa = 10%
- Pajak terutang = Rp150 juta x 10% = Rp15 juta
2. Kewajiban Tuan A (berdasarkan PER-11/PJ/2025)
- Memotong PPh Final 4(2) atas sewa yang dibayarkan ke Tuan B.
- Membuat bukti potong PPh Final 4(2) atas pembayaran sewa.
- Menyetorkan pajak sebesar Rp15 juta melalui sistem Coretax atau PJAP seperti e-Billing Mekari Klikpajak sebelum jatuh tempo pembayaran pajak.
- Melaporkan SPT Masa PPh Unifikasi di Coretax dengan melampirkan bukti potong dan detail transaksi sewa.
Contoh Kasus Penyewaan Alat oleh UMKM
Tuan C sebagai wajib pajak orang pribadi usaha yang memiliki toko percetakan, menyewa mesin printer dari perusahaan CV. DD senilai Rp75 juta per kontrak. Atas sewa tersebut dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% untuk sewa selain tanah/bangunan. Maka, berikut kewajiban Tuan C atas transaksi sewa printer tersebut.
1. Menghitung pajak atas sewa printer
- Nilai sewa printer = Rp75 juta
- Tarif PPh Pasal 23 = 2%
- Pajak terutang = Rp75 juta x 2% = Rp1,5 juta
2. Kewajiban Tuan C (berdasarkan PER-11/PJ/2025)
- Tuan C wajib memotong PPh 23 atas sewa printer dari CV. DD.
- Membuat bukti potong PPh 23 senilai Rp1,5 juta.
- Menyetorkan pajak ke kas negara melalui Coretax.
- Melaporkan SPT Masa PPh Unifikasi bulan terkait, dengan mencantumkan detail penyewaan.
Kesimpulan
PER-11/PJ/2025 membawa perubahan besar dalam tata cara pelaporan pajak. Mulai dari batas waktu unggah e-Faktur yang lebih fleksibel, kewajiban baru bagi wajib pajak orang pribadi, penyederhanaan SPT Masa, hingga pelaporan SPT Tahunan yang terintegrasi penuh di Coretax.
Dari kedua contoh kasus di atas terlihat:
- Wajib pajak orang pribadi yang dahulu tidak wajib potong pajak, sekarang harus membuat bukti potong, setor, dan lapor sendiri.
- Semua proses (buat bukti potong, setor, lapor) dilakukan langsung di sistem Coretax sesuai ketentuan PER-11/PJ/2025.
Dengan memahami aturan ini, wajib pajak dapat menyesuaikan prosedur administrasi, mengurangi risiko kesalahan, serta memastikan kepatuhan sesuai regulasi terbaru.
Agar lebih mudah mengelola administrasi pajak perusahaan, Anda dapat menggunakan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak, karena:
- sudah terintegrasi dengan software akuntansi Mekari Jurnal ERP untuk kelola keuangan dan faktur pajak secara otomatis, serta;
- terintegrasi dengan HRIS Mekari Talenta untuk kelola payroll dan pemotongan pajaknya secara otomatis.
Referensi
Pajak.go.id. “Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2025 tentang Ketentuan Pelaporan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Meterai dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan”
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan”