Commanditaire Vennootschap (CV) atau sering juga disebut dengan Persekutuan Komanditer merupakan Badan Usaha yang terbentuk dari persekutuan antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dalam hal wiraswasta. Masing-masing dari anggota persekutuan tersebut memiliki tingkat keterlibatan yang berbeda-beda.
Adapun anggota persekutuan yang dimaksud adalah sekutu aktif dan pasif. Sekutu aktif bertanggung jawab penuh atas perusahaan serta melibatkan harta pribadi dalam pendirian dan pengelolaan usahanya, sedangkan sekutu pasif hanya bertanggung jawab terhadap modal yang ditanamkan.
Tentang Pajak Badan Usaha CV
Dari sudut pandang pajak, CV merupakan subjek pajak dalam negeri yang berbentuk Badan. Hal ini sesuai dengan definisi Badan dalam Pasal 2 Ayat (1) Huruf b UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang menyatakan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau Organisasi lainnya, Lembaga dan bentuk Badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Dengan demikian, berdasarkan definisi di atas, maka CV merupakan subjek pajak.
Berdasarkan Pasal 9 Ayat (1) Huruf j UU Nomor 36 Tahun 2008, CV bukan merupakan Badan hukum, sehingga kekayaan atau aset yang dimiliki oleh CV akan ditujukan kepada pendirinya. Oleh karena itu, apabila pendiri CV menerima penghasilan atas usaha yang dijalankan, hal tersebut bukan merupakan gaji, melainkan berupa laba yang tidak dikenakan pajak, dan bukan termasuk dalam objek PPh.
Dalam hal pengenaan pajak Badan Usaha atas penghasilan atau transaksi setiap bulan oleh CV, pada dasarnya akan dikenakan pajak yang besarannya bergantung pada jumlah penghasilan yang diperoleh oleh CV tersebut.
Jenis Pajak CV
- Apabila CV membayarkan penghasilan kepada karyawannya (baik tetap maupun tidak tetap), CV harus melakukan pemotongan PPh Pasal 21.
- Apabila CV melakukan penyerahan yang terutang PPN, CV yang telah dikukuhkan sebagai PKP harus menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN sebesar 10% dari harga jual/nilai penggantian.
- Apabila CV bertransaksi dengan bendaharawan Pemerintah, CV akan dipungut PPN dan PPh Pasal 22/23.
- Apabila CV melakukan penjualan/penyewaan tanah dan/atau bangunan, CV harus memotong/menyetor PPh Pasal 4 Ayat (2) bersifat Final.
- CV harus membayar angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan yang berlaku.
- Apabila CV memperoleh penghasilan dari luar negeri dan telah dipotong pajak di negeri tersebut, maka pajak yang telah dipotong dapat dijadikan kredit pajak sesuai dengan mekanisme pengkreditan pajak Pasal 24 UU PPh.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari Perseroan Komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham Persekutuan, Perkumpulan, Firma, dan Kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif dikecualikan dari objek pajak. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat pendirian CV di Indonesia sebenarnya lebih menguntungkan dibandingkan Badan Usaha lainnya, seperti misalnya Perseroan Terbatas. Hal ini dikarenakan, pengenaan pajak CV hanya dikenakan satu kali saja, yaitu pada saat CV memperoleh laba. Saat laba tersebut dibagikan kepada sekutu sebagai prive (pengambilan dana), maka dikecualikan dari objek pajak.
Anda Memiliki CV? Wajib Lakukan Ini
- Melaporkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi domisili/lokasi usaha CV yang bersangkutan untuk memperoleh NPWP.
- Meminta untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila peredaran usaha dalam satu Tahun Pajak telah mencapai lebih dari Rp4,8 Miliar atau belum mencapai lebih dari Rp4,8 Miliar namun memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP (misalnya karena akan menjadi rekanan pemerintah).
- Menyelenggarakan pembukuan secara taat asas sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU KUP.
- Menghitung besarnya pajak yang terutang secara mandiri sesuai prinsip self assessment.
- Memperhitungkan besarnya pajak-pajak yang telah dipotong/dipungut pihak lain dalam pajak terutang sesuai ketentuan Pasal 28 UU PPh.
- Menyetorkan besarnya pajak kurang bayar ke Bank atau Pos dengan menggunakan SSP.
- Mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas dan melaporkannya ke KPP tempat CV terdaftar sebagai Wajib Pajak.
[adrotate banner=”6″] |