Pajak Penghasilan (PPh 21) merupakan pajak yang dikenakan untuk seluruh penghasilan berupa gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lainnya yang diterima atau diperoleh setiap subyek pajak sehubungan dengan pekerjaan. Ditegaskan kembali, subyek pajak dalam konteks ini adalah pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan. Oleh karena itu, bagi setiap karyawan, pegawai atau pekerja suatu perusahaan yang memperoleh gaji atau upah sehubungan dengan pekerjaan, wajib membayarkan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21).
Secara umum, rumus perhitungan jenis pajak ini adalah tarif umum PPh dikalikan Dasar Pengenaan Pajak PPh 21. Sebagai pihak perusahaan sekaligus pemotong dan pemungut pajak, dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Anda harus memahami terlebih dahulu, apa sajakah yang menjadikan dasar pengenaan dan pemotongan PPh 21 atas penghasilan yang diterima karyawan Anda? Pahami penjelasan lengkapnya berikut ini.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh 21
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah dasar pengenaan pajak yang didapat dari Penghasilan Kena Pajak dari para Wajib Pajak penerima penghasilan. Apa sajakah DPP para wajib pajak PPh 21?
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-32/PJ/2015, memberikan batasan atas Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21, yang ditentukan sebagai berikut:
a. Penghasilan Kena Pajak
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak, hanya berlaku bagi:
- Pegawai Tetap,
- Penerima pensiun berkala,
- Pegawai Tidak Tetap atau pegawai Kerja Lepas yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah).
- Bukan pegawai selain tenaga ahli, meliputi seniman, olahragawan, akademisi, agen iklan, distributor multi level marketing (MLM) atau direct selling, dan lainnya yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan dalam satu tahun kalender.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh 21 bagi wajib pajak penerima penghasilan berbeda-beda. Tergantung dari apa status kepegawaian bersangkutan (pegawai tetap, pegawai tidak tetap atau bukan pegawai).
b. Penghasilan Kumulatif
DPP dari jumlah penghasilan yang melebihi Rp450.000 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) dalam satu hari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan ataupun upah borongan. Sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi angka Rp4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah).
c. Penghasilan Bruto
DPP yang berasal dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Ketentuan ini berlaku bagi tenaga ahli bukan pegawai yang melakukan pekerjaan bebas berupa pemberian jasa. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, bukan pegawai adalah pihak yang menerima imbalan yang tidak berkesinambungan.
d. Penghasilan Bruto Lainnya
DPP untuk jumlah seluruh penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan dari 3 poin yang telah tersebut di atas. Misalnya jumlah penghasilan bruto dokter rumah sakit, dihitung dari jasa dokter yang dibayar pasien melalui rumah sakit sebelum dipotong biaya lain-lain oleh rumah sakit.
Demikian penjelasan mengenai apa saja hal yang menjadi dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Sebagai wajib pajak badan, perusahaan harus memahami betul bahwa pemungutan PPh 21 atas penghasilan yang diterima karyawan atau pekerja Anda ini harus dapat dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya dan tidak menyimpang. Tujuan dipungutnya pajak untuk kelancaran pembangunan bersama. Perbanyak segala informasi perpajakan Anda dan selesaikan kewajibannya bersama Klikpajak. Bangga Bayar Pajak!