Daftar Isi
7 min read

Perhitungan dan Contoh Pajak Usaha Dagang

Tayang 15 Nov 2022
Last updated 19 Juli 2024
Perhitungan dan Contoh Pajak Usaha Dagang

Apakah Usaha Dagang harus bayar pajak dan apa saja jenis pajak usaha toko? Temukan contoh pajak usaha dagang, tarif PPh-nya dan perhitungan pajaknya.

Usaha dagang adalah jenis usaha perdagangan seperti retail atau usaha toko yang merupakan pedagang eceran, bisa juga berupa grosir.

Sama seperti jenis usaha lainnya, Usaha Dagang (UD) juga memiliki kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi.

Bagi Anda yang memilki usaha toko atau sebagai pedagang eceran, tentunya wajib mengetahui apa saja kewajiban pajaknya serta bagaimana cara perhitungan pajak usaha dagang.

Mekari Klikpajak akan mengulas seputar pajak usaha dagang, berapa tarif PPh pedagang eceran dan contoh perhitungan pajak UD ini.


Ketentuan dan Jenis Pajak Usaha Dagang

Dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan, pajak usaha dagang dikenal dengan pajak pedagang eceran.

Pedagang eceran adalah pengusaha yang melakukan penjualan atau penyerahan barang dan/atau jasa ke konsumen akhir dengan cara eceran tanpa ada penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak atau lelang.

Contoh pedagang eceran atau penjualan eceran adalah toko dan kios.

Dengan demikian, yang menjadi objek pajak dari penjualan eceran atau toko dan kios ini adalah “Penghasilan”

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Ini sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Nomor 7 Tahun 1983, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008.

Artinya yang dikenakan pajak adalah penghasilan dari usaha yang dilakukan pedagang eceran.

Sebagaimana diatur dalam UU PPh, pedagang eceran atau pengusaha toko harus membayar pajak penghasilan dari usaha tokonya ke kas negara.

Pemenuhan kewajiban pajak penghasilannya dengan cara menghitung sendiri dan membayarkan serta melaporkan PPh terutang atau sistem self assesment.

Bukan hanya penghasilan saja, pedagang eceran juga bisa saja memiliki kewajiban jenis pajak lainnya dengan ketentuan tertentu.

Kewajiban pajak tamabahan ini dikenakan apabila pedagang eceran sudah berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka memiliki kewajiban pajak tambahan.

Ada perbedaan kewajiban bagi pedagang eceran yang sudah PKP dan yang masih Non PKP dalam pajak toko atau pajak usaha dagang ini.

Baca Juga: Apa Saja Implikasi Pemanfaatan Insentif Pajak pada Pelaporan SPT Tahunan?

A. Kewajiban Pajak Pedagang Eceran Non PKP

Jika pedagang eceran masih berstatus wajib pajak yang belum PKP, maka hanya memiliki kewajiban atas Pajak Penghasilan (PPh) saja.

Pedagang eceran ini dapat sebagai wajib pajak badan usaha maupun wajib pajak pribadi pengusaha.

Sehingga besar tarif PPh pedagang eceran bagi wajib pajak pribadi pengusaha dan yang berbentuk badan usaha jadi berbeda.

Begitu juga dengan metode perhitungan pajak penghasilannya yang berbeda antara WP Pribadi pengusaha dan WP Badan pedagang eceran.

B. Kewajiban Perpajakan Lainnya Pedagang Eceran

Sedangkan bagi pedagang eceran yang statusnya sebagai WP Badan PKP, maka punya dua kewajiban perpajakan, yakni PPh dan PPN.

Pedagang eceran yang telah dikukuhkan sebagai PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan SPT Masa PPN atas transaksi barang yang dikenakan pajak pertambahan nilai.

Ia harus memungut/ memotong PPN dari lawan transaksinya yang dibuktikan dengan menerbitkan Faktur Pajak Keluaran dan memberikannya ke lawan transaksi.

Baca juga: Ketentutan dalam Membuat Faktur Pajak Keluaran di e-Faktur

Ilustrasi usaha dagang pedagang eceran yang dikenakan pajak

Tarif PPh Pedagang Eceran

Dari segi penghasilan yang diperoleh, ada batasan besar omzet yang diperolehnya selama setahun bagi usaha dagang untuk bisa dikategorikan sebagai PKP atau Non PKP.

Jika pedagang eceran memiliki usaha dagang atau toko dengan jumlah omzet kurang dari Rp4,8 miliar dari peredaran bruto dalam setahun, maka masih dikaterogikan sebagai Non PKP.

Namun ia dapat memilih untuk mengajukan sebagai PKP meski omzetnya masih di bawah Rp4,8 miliar setahun.

Sehingga ketika dikukuhkan sebagai PKP, ia wajib melaksanakan pembukuan dalam kewajiban PPh-nya.

Sedangkan bagi usaha dagang yang memiliki omzet lebih dari Rp4,8 miliar setahun, maka wajib menjadi PKP dan punya kewajiban atas PPh dengan melakukan pembukuan.

Baca Juga: Cara Pilih Tarif Pajak Perusahaan yang Tepat dan Persiapan Lapor SPT Pajak WP Badan PT

Bagi pengusaha usaha dagang atau pedagang eceran Non PKP dapat menggunakan tarif PPh Final sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018.

Tarif PPh Final PP 23/2018 sebesar 0,5% dari peredaran bruto atau omzet bruto, kecuali yang melaksanakan pembukuan.

Pengusaha usaha dagang harus menyetorkan PPh Final dari omzet bruto ini setiap bulannya.

Apabila pelaku usaha dagang melakukan pembukuan, maka besar PPh terutang dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dari Penghasilan Kena Pajak, yang merupakan selisih antara peredaran usaha dikurangi biaya-biaya yang boleh dibebankan berdasarkan UU PPh dan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

Sedangkan bagi pelaku usaha dagang yang sudah menjadi wajib pajak badan atau berstatus PKP, akan dikenakan tarif PPh Badan sesuai Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sebesar 22% pada 2022.

Apakah UD harus bayar pajak? ini tarif PPh pedagang eceran, Perhitungan dan Contoh Pajak Usaha DagangIlustrasi penghasilan yang dikenakan PPh dalam pajak toko

Contoh Perhitungan Pajak Usaha Dagang

Perhitungan pajak usaha dagang atau pedagang eceran didasarkan pada Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas PPh dan PPN.

Berikut contoh perhitungan pajak usaha dagang atau pajak toko pedagang eceran:

A. Pedagang eceran Non PKP

Tuan A merupakan pedagang eceran yang memiliki tokoyang  menjual perlengkapan rumah tangga dengan omzet bruto pada 2022 sebesar Rp4 miliar.

Maka, Tuan A bisa memilih tidak menjadi PKP dan memilih tidak melakukan pembukuan.

Sehingga hanya dikenakan PPh Final 0,5% dari omzet bruto, dengan perhitungan sebagai berikut:

Omzet bruto 2022 = Rp4.000.000.000
PPh Final PP 23/2018 = 0,5%
PPh Terutang:
= 0,5% x Rp4.000.000.000 = Rp20.000.000

 

B. Pedagang Eceran yang Melakukan Pembukuan

Tuan B merupakan pedagang eceran masih lajang yang memiliki toko menjual alat kecantikan dengan peredaran bruto sebesar Rp5 miliar dan melakukan pembukuan.

Sehingga Tuan B dikenakan tarif PPh sesuai Pasal 17 UU PPh dengan menggunakan pembukuan.

Sedangkan bagi pedagang eceran dengan omzet di atas Rp4,8 miliar setahun tersebut, yang sudah wajib menjadi PKP, maka harus memungut PPN dengan tarif 11% dari nilai penyerahan barang kena pajak.

Diketahui, biaya usaha Tuan B sebesar Rp3 miliar dan memiliki penghasilan lainnya sebesar Rp100 ribu, serta mengeluarkan biaya lainnya sebesar Rp40 juta.

Berikut contoh perhitungan PPh pedagang eceran PKP:

Peredaran Bruto = Rp5.000.000.000
Biaya Usaha Toko = Rp3.000.000.000 (+)
Laba Usaha Netto = Rp2.000.000.000
Penghasilan lainnya = Rp100.000.000
Biaya lainnya = Rp40.000.000 (-)
= Rp60.000.000 (+)
Jumlah total penghasilan netto = Rp2.060.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak:
PTKP (K/0) = Rp54.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak = Rp2.006.000.000
PPh Terutang:
– 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
– 15% x Rp250.000.000 = Rp37.500.000
– 25% x Rp500.000.000 = Rp125.000.000
– 30% x 1.841.000.000 = Rp552.300.000 (+)
= Rp717.300.000
PPh Terutang Pasal 21 Masa = Rp717.300.000 / 12 bulan = Rp59.775.000

 

C. Contoh Perhitungan PPh Badan Usaha Dagang

Sebagai wajib pajak badan dari usaha perdagangan, ketahui contoh cara menghitung PPh Badan berikut ini:

Seperti diketahui, tarif PPh Badan pada 2022 adalah 22%, sedangkan tarif PPh Badan normal menurut Pasal 21E adalah fasilitas potongan pajak 50% dari tarif PPh Badan normal ini.

Peredaran Bruto = Rp8.000.000.000
Biaya perusahaan = Rp5.000.000.000 (-)
Penghasilan Neto Usaha = Rp3.000.000.000
Kompensasi kerugian = Rp200.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak = Rp2.800.000.000
PPh Terutang:
= 22% – Pasal 21E = 11% x Rp2.800.000.000 = Rp308.000.000
Kredit Pajak:
PPh Pasal 25 = Rp150.000.000
PPh Pasal 22  dipungut Pihak Ketiga = Rp60.000.000
PPh Pasal 23 dipotong Pihak Ketiga = Rp80.000.000 (+)
= Rp290.000.000 (-)
Pajak yang masih harus dibayar = Rp18.000.000

 

Contoh Perhitungan PPN Usaha Dagang

Pedagang eceran yang juga melakukan transaksi barang kena pajak, wajib memotong PPN dan membuat Faktur Pajaknya.

Bagaimana perhitungan pajak pertambahan nilai dari pelaku usaha dagang ini?

Untuk mengetahui perhitungan seputar PPN, selengkapnya temukan penjelasannya di bawah ini:

Lebih mudah membuat Faktur Pajak elektronik dan lapor SPT Masa PPN melalui e-Faktur Klikpajak.

Tunggu apa lagi? Segera daftarkan diri sekarang juga dan nikmati kemudakan kelola pajak bisnis dengan Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online Klikpajak.id.

Apapun bisnisnya, kelola pajak dengan cara yang mudah, efektif dan efisien untuk meningkatkan kinerja perusahaan bersama Mekari Klikpajak.

Setelah memungut PPN, pelaku usaha dagang wajib menyetorkan PPN terutang.

Tahukah? Kini makin praktis setor pajak dengan Cara Bayar PPN Terutang dari Halaman SPT PPN

Itulah penjelasan tentang pajak pedagang eceran atau pelaku usaha dagang dan jawaban atas apakah UD harus bayar pajak. Semoga dapat membantu Anda!

Kategori : Hitung
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
WhatsApp Hubungi Kami