Daftar Isi
11 min read

Restitusi Pajak : Contoh, Syarat, Cara Restitusi PPN dan PPh

Tayang 22 Feb 2024
Restitusi Pajak : Contoh, Syarat, Cara Restitusi PPN dan PPh

Restitusi pajak adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh wajib pajak kepada negara.

Wajib pajak dapat mengajukan restitusi pajak atas kelebihan pembayaran maupun yang tidak terutang PPh, PPN, hingga PPnBM sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Bagaimana ketentuan dan syarat restitusi pajak, Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda.


Tentang Restitusi Pajak

Restitusi pajak adalah pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau yang tidak terutang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Restitusi pajak ini menjadi hak wajib pajak untuk mendapatkan kembali kelebihan atas pajak yang telah dibayarkan atau yang seharusnya tidak terutang pajak.

Atas kelebihan pembayaran pajak tersebut, negara wajib mengembalikan kepada wajib pajak setelah dilakukan serangkaian proses pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesuai ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.

Penyebab Restitusi Pajak

Restitusi pajak terjadi karena beberapa hal seperti berikut:

  • Kekeliruan pemungutan pajak
  • Kekeliruan pemotongan pajak
  • Kekeliruan perhitungan pajak pada pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak
  • Memperoleh fasilitas pajak (PPh dan PPN tidak dipungut/ditanggung pemerintah)
  • Memiliki aktivitas atau kegiatan usaha yang dikenakan tarif pajak 0%
  • Bukan wajib pajak yang dikenakan pajak

Wajib Pajak yang Dapat Mengajukan Restitusi

Sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, setiap wajib pajak memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Artinya, baik wajib pajak pribadi maupun badan memiliki hak yang sama atas perpajakan, termasuk mengajukan restitusi pajak.

Namun wajib pajak yang sesuai dengan ketentuan dalam PMK No. 209/PMK.03/2021 perubahan kedua PMK 39/2018, berhak menerima pendahuluan restitusi pajak, di antaranya:

1. Wajib pajak kriteria tertentu

  • WP yang tepat waktu menyampaikan SPT.
  • Tidak punya tunggakan pajak.
  • Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun berturut-turut.
  • Tidak pernah dipidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

2. Wajib pajak persyaratan tertentu

  • WP Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan lebih bayar restitusi.
  • WP Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan lebih bayar restitusi dengan jumlah paling banyak Rp100 juta.
  • WP Badan yang menyampaikan SPT Tahunan lebih bayar restitusi dengan jumlah paling banyak Rp1 miliar.
  • PKP yang menyampaikan SPT Tahunan lebih bayar dengan jumlah paling banyak Rp5 miliar.

3. Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah

  • PKP yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki langsung oleh pemerintah pusat/daerah, ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan.
  • PKP pabrikan/produsen selain perusahaan pada poin di atas, yang menyampaiakan SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir tepat  waktu.
  • PKP yang tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
  • PKP tidak pernah dipidanakan karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Dasar Hukum Restitusi Pajak

Dasar hukum restitusi pajak atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Selain itu ketentuannya juga diatur dalam UU No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8 Tahun 1982 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah.

Sementara itu, regulasi pelaksana  UU KUP tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) sebagai peraturan turunan yang sudah mengalami beberapa kali perubahan.

Termasuk regulasi perpajakan yang mengatur tentang pemberian insentif restitusi pajak berupa percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

Insentif restitusi pajak dipercepat terbaru diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas PMK No. 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Baca Juga: Pembetulan SPT Badan daan Ketentuan jika Statusnya Rugi

Jenis Restitusi Pajak dan Ketentuan Pengajuannya

Ada dua jenis restitusi pajak yang didasarkan pada kondisi dapat  dilakukannya restitusi/pengembalian pajak dan ketentuan pengajuannya, yaitu:

A. Kondisi lebih bayar pajak yang seharusnya Tidak Terutang

Kondisi kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya Tidak Terutang ini terjadi karena WP membayar pajak, padahal seharusnya tidak terutang pajak.

Contoh;

Tuan AAA telah membayar pajak penghasilan sebesar Rp50 juta, padahal untuk Tahun Pajak 2024 sebenarnya Tuan AAA tidak memiliki Pajak Terutang yang harus dibayarkan.

Dengan demikian, Tuan AAA dapat mengajukan restitusi pajak, misalnya pada pengajuan pengembalian kelebihan bayar Pajak Terutang Tahun Pajak 2024 senilai Rp50 juta tersebut pada 2025.

Ketentuan dan Syarat Pengajuan Restitusi Lebih Bayar yang Seharusnya Tidak Tertang

DJP menegaskan, ketentuan dan syarat pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya Tidak Terutang dipisahkan berdasarkan hal yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran tersebut, di antaranya:

1. Restitusi Pajak atas Pembayaran Pajak oleh Pembayar

  • Pengajuan restitusi pajak secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  • Permohonan pengembalian pajak harus ditandatangani oleh pembayar / melampirkan surat kuasa jika pengajuan restitusi tidak dilakukan oleh pembayar sendiri.
  • Harus melampirkan dokumen bukti asli pembayaran berupa SSP (Surat Setoran Pajak), penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang, dan alasan pengajuan restitusi.
  • Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau KPP wilayah kerjanya.
  • Pengajuan restitusi juga bisa melalui pos dan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti penerimaan surat permohonan.

2. Restitusi Pajak dalam Rangka Impor

  • Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  • Permohonan restitusi harus ditandatangani oleh WP atau melampirkan surat kuasa jika diwakilkan pihak lain.
  • Melampirkan dokumen seperti fotokopi surat setoran pabean cukai dan pajak atau yang dipersamakan dengan surat setoran pabean cukai dan pajak, fotokopi SPTNP (Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean), SPKTNP (Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean), SPKPBM (Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor), SPP (Surat Penetapan Pabean), atau dokumen berisi pembatalan impor, fotokopi keputusan keberatan, putusan banding, dan/atau putusan peninjauan kembali yang terkait dengan SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, atau SPP, penghitunagn pajak yang seharusnya tidak terutang, dan alasan pengajuan restitusi.
  • Diserahkan langsung ke KPP tempat WP terdaftar.
  • Pengajuan restitusi dapat dilakukan melalui pos atau jasa ekspedisi /jasa kurir.
  • Bukti penerimaan surat atau bukti pengiriman surat.

3. Restitusi Pajak atas Kesalahan Pemotongan atau Pemungutan

  • Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  • Harus ditandatangani oleh WP atau pihak lain dengan membuat surat kuasa khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Berikut detail dokumen yang harus dilampirkan dalam pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang seharusnya tidak terutang:

Mekari Klikpajak_Restitusi Pajak

B. Kondisi lebih bayar pajak PPh, PPN, dan/atau PPnBM

Sedangkan kelebihan pembayaran pajak PPh, PPN, dan/atau PPnBM ini terjadi ketika WP membayar pajak lebih besar dari yang semestinya.

Contoh;

PT. BBB sebagai PKP pada masa pajak Juni 2022 membuat Faktur Pajak Keluaran senilai Rp500 juta. Artinya, PT. BBB telah memungut PPN pada masa pajak ini sebesar nilai tersebut.

Sementara, jumlah nilai dari Faktur Pajak Masukan dari transaksi pembelian barang/jasa kena pajak pada Masa Pajak Juni 2022 ini sebesar Rp600 juta.

Artinya, PT. BBB telah dipotong PPN dengan total sebesar Rp600 juta pada saat membeli barang/jasa pada masa pajak tersebut.

Sebagai PKP pemungut pajak pertambahan nilai, PT. BBB wajib menyetorkan pemungutan PPN tersebut ke kas negara.

Namun sebelum menyetorkan/membayarkan pemungutan PPN tersebut, PT. BBB harus mengetahui berapa besar jumlah PPN Terutang yang harus disetorkan ke kas negara.

Untuk mengetahui berapa nilai PPN Terutang yang harus disetorkan tersebut, PT. BBB harus menghitung terlebih dahulu besar PPN Terutang dengan cara mengurangkan Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan.

Maka perhitungan PPN Terutangnya sebagai berikut:

Pajak Keluaran = Rp500.000.000

Pajak Masukan = Rp600.000.000

Rumus PPN Terutang = Pajak Keluaran – Pajak Masukan

PPN Terutang = Rp500.000.000 – Rp600.000.000

PPN Terutang = (-) Rp100.000.000

Karena Pajak Masukan PT. BBB lebih besar dari Pajak Keluaran yang artinya PPN yang dipungut PT. BBB dibanding dengan PPN yang telah dibayarkan pada saat membeli barang/jasa lebih besar, maka PPN Terutang PT. BBB dinyatakan  sebagai PPN Lebih Bayar.

Dengan demikian, PT. BBB dapat melakukan dua pilihan atas kelebihan Pajak Masukan tersebut, yakni dilakukan untuk mengkreditkan pada masa pajak berikutnya, atau melakukan restitusi PPN.

Ketentuan dan Syarat Pengajuan Restitusi Lebih Bayar Pajak

Secara umum, ketentuan pengembalian kelebihan pembayaran atau restitusi PPh, PPN dan PPnBM sama, yakni tergantung kriteria subjek pajaknya (kriteria tertentu, persyaratan tertentu, dan PKP berisiko rendah).

Jika setelah dilakukan pemeriksaan dan mempelajari dokumen tambahan, DJP bisa berkeputusan mengembalikan kelebihan pembayaran PPN dan menerbitkan SKPLB dengan kondisi sebagai berikut:

  1. pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara;
  2. pajak yang telah disetor tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN, tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan PPh, atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan;
  3. pajak yang dipungut telah dilaporkan oleh PKP dalam SPT Masa PPN wajib pajak pemungut; dan
  4. pajak yang dipungut tidak diajukan keberatan oleh WP yang dipungut.

Restitusi PPN juga dapat dilakukan apabila terjadi kesalahan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak yang terkait dengan pajak dalam rangka impor, yang salah satunya meliputi PPN yang telah dibayar dan tercantum dalam:

  1. Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP) atau Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP);
  2. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor (SPKPBM), SPTNP, atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang telah diterbitkan keputusan keberatan;
  3. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan dan putusan banding;
  4. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan, putusan banding, dan putusan peninjauan kembali;
  5. SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding;
  6. SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding dan putusan peninjauan kembali; atau
  7. Dokumen yang berisi pembatalan impor yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang, yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak.

Merujuk Pasal 4 dan 4a UU PPN No. 42 Tahun 2009, apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.

Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.

DJP dapat melakukan pengembalian kelebihan pembayaran PPN dan menerbitkan SKPLB apabila memenuhi ketentuan:

  1. Pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara; dan
  2. Dalam hal pajak yang telah dibayar atau disetor terkait dengan PPN impor dan SPT Tahunan tahun pajak terjadinya pembayaran telah dilaporkan, pajak tersebut tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN, tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan, atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan.

Baca Juga: Pajak Terutang: Pengertian, Contoh, Perhitungan, Cara Bayar

Mekanisme Pengajuan Restitusi Pajak

Berikut mekanisme pengajuan restitusi pajak secara umum hingga pengembalian kelebihan pembayaran pajak diberikan:

  1. Mengajukan permohonan resstitusi ke DJP secara online maupun datang langsung ke Kantor Pajak.
  2. Menyerahkan dokumen yang dibutuhkan dana DJP akan melakukan pemeriksaan paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
  3. DJP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) jika jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang.
  4. Bagi WP yang mengajukan restitusi dipercepat, DJP akan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) PPN paling lama 1 bulan.
  5. Apabila dalam 12 bulan sejak permohonan restitusi PPN, DJP tidak kunjung memberikan keputusan, itu artinya permohonan restitusi PPN dikabulkan dan SKPLB tersebut akan diterbitkan dalam waktu paling telat 1 bulan setelah jangka waktunya berakhir.

Kemudian melalui PER-5/PJ/2023 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, restitusi pajak penghasilan (PPh) orang pribadi dipercepat dari sebelumnya harus diproses dalam kurun waktu hingga 1 tahun menjadi 15 hari kerja.

“Wajib pajak orang pribadi yang mengalami lebih bayar, sampai dengan Rp100 juta, kami akan melakukan langkah penyederhanaan dan percepatan restitusinya. Jika semula restitusi pajak orang pribadi prosesnya memakan waktu satu tahun, maka untuk tahun ini dilakukan percepatan hanya menjadi 15 hari kerja,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani konferensi pers APBN KiTa seperti dikutip dari Informasi Publik Kemenkeu.

Proses restitusi pajak lebih cepat karena hanya dilakukan penelitian, namun di masa yang akan datang dimungkinkan dilanjutkan dengan pemeriksaan apabila ditemukan data baru.

Baca Juga: Surat Ketetapan Pajak dalam Pemeriksaan Pajak

Cara Mengajukan Restitusi Pajak

1. Buka dan masuk dengan akun pajak DJP Online maupun aplikasi pajak online yang disediakan PJAP pada e-Filing ataupun e-Faktur.

2. Pengajuan pengembalian pajak dilakukan melalui penyampaian SPT Tahunan PPh untuk restitusi PPh dan melalui SPT Masa PPN untuk restitusi PPN.

3. Pada halaman pengisian pengajuan restitusi pajak terdapat kolom berisi pertanyaan: “Perlakuan apa saja yang ingin dilakukan dalam hal terdapat pajak yang lebih bayar”.

4. Kemudian, pilih pengajuan Pengembalian Pendahuluan atau pilih restitusi biasa (Dikembalikan).

5. Pada pengajukan permohonan restitusi PPN jika kolom Dikembalikan (restitusi) pada SPT Masa PPN tersebut tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak, maka PKP bisa mengajukan surat permohonan sendiri secara terpisah, melalui KPP tempat PKP dikukuhkan.

6. Atau bisa dikirimkan melalui pos, jasa ekspedisi atau jasa kurir yang dilengkapi dengan bukti pengiriman surat.

Contoh Centang Kolom pada Pengajuan Pengembalian Pajak

Berikut contoh kolom yang harus dicentang dalam proses pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam SPT pajak berdasarkan dokumen Ditjen Pajak:

1. Contoh kolom pengajuan restitusi pajak dalam SPT Masa PPN

Cara Restitusi Pajak PPh,, Syarat dan Cara Restitusi PPN adalah

2. Contoh kolom pengajuan pengembalian kelebihan pajak dalam SPT Tahunan Badan

Cara Restitusi Pajak PPh,, Syarat dan Cara Restitusi PPN adalah

3. Contoh kolom pengajuan pengajuan restitusi pajak dalam SPT Tahunan Pribadi

Cara Restitusi Pajak PPh,, Syarat dan Cara Restitusi PPN adalah

Baca Juga: PPN Pemakaian Sendiri dan PPN Pemberian Cuma-Cuma Bikin Bisnis Untung?

Bagaimana jika Permohonan Restitusi PPN ditolak?

Ada sejumlah alasan jika DJP tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Beberapa penyebabnya sebagai berikut:

1. Hasil pengecekan menemukan bahwa PKP tidak memenuhi ketentuan seperti yang ditetapkan pada Pasal 9 Ayat (4b) huruf a, b, c, d, dan e Undang-undang PPN.

2. Hasil pemeriksaan menyatakan PKP ternyata tidak ada kelebihan bayar PPN.

3. Lampiran surat pemberitahuan tidak lengkap dan terdapat pembayaran pajak yang tidak benar.

Baca Juga: Gagal Lapor SPT Masa PPN, Begini Cara Baru untuk Lapor

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak