BerandaBlogImplikasi Pemanfaatan Insentif Pajak pada Pelaporan SPT Tahunan?
11 min read

Implikasi Pemanfaatan Insentif Pajak pada Pelaporan SPT Tahunan?

Tayang
Diperbarui
Ditulis oleh: Mekari Jurnal Fitriya
Implikasi Pemanfaatan Insentif pada Pelaporan SPT Tahunan
Implikasi Pemanfaatan Insentif Pajak pada Pelaporan SPT Tahunan?

Wajib pajak yang memanfaatkan insentif pajak perlu memahami implikasinya agar pemenuhan kewajiban administrasi pajaknya benar, akurat, dan sesuai dengan ketentuan.

Salah satu implikasi pemanfaatan insentif pajak yang perlu diketahui wajib pajak dalah wajib melaporkan realisasinya dan menyesuaikan pelaporan SPT Tahunan. Mekari Klikpajak akan mengulas tentang pemanfaatan fasilitasnya dengan benar, melaporkan realisasi tepat waktu, dan mengelola pajak dengan baik.


Aplikasi Pajak Online untuk Perusahaan

Mengapa Ada Insentif Pajak?

Pandemi Covid-19 yang sempat terjadi menekan kesehatan, sosial, dan ekonomi. Penerimaan negara turun, belanja naik, risiko resesi meningkat.

Untuk menjaga daya beli dan keberlangsungan usaha, terutama UMKM dan sektor prioritas, pemerintah menyediakan beragam insentif pajak. Tujuannya, agar bisnis tetap berjalan dan ekonomi ekonomi berputar. Setelah memanfaatkan insentif, realisasinya harus dilaporkan.

Melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indonesia, insentif pajak dampak Covid-19 diharapkan dapat membantu meringankan beban masyarakat.

Setidaknya, beberapa insentif pajak yang dirilis sejak kemunculan pandemi Covid-19 di Indonesia awal 2020 dan diperpanjang hingga Juni 2021 dapat menjadi angin segar seluruh lapisan masyarakat.

Harapannya, daya beli masyarakat terjaga melalui pembebasan pajak penghasilan bagi karyawan dan pelaku bisnis dapat menjalankan usahanya di tengah situasi yang serba sulit.

Lalu, seperti apa implikasi pemanfaatan insentif pajak terhadap kewajiban perpajakan dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan ini? Bagaimana juga cara memanfaatkan insentif pajak sebaik-baiknya sekaligus dapat memenuhi kewajiban pajaknya?

Mekari Klikpajak telah menghadirkan para ahli di bidangnya pada acara Webinar Bincang Pajak bertajuk Implikasi Pemanfaatan Insentif Pajak Terhadap Pelaporan SPT Tahunan yang menjawab semua pertanyaan seputar pemanfaatan insentif pajak.

6 Insentif Pajak jadi Tumpuan

Pemerintah berharap 6 insentif pajak dampak Covid-19 yang telah disediakan dapat dimanfaatkan pelaku usaha sebaik-baiknya untuk menjalankan roda bisnis.

“Khususnya untuk UMKM dan industri-industri yang diharapkan mampu memberi stimulus di dunia usaha agar pelaku usaha dapat bertahan. Bahkan dapat berkembang dalam satu situasi yang tidak mudah,” tutur Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementeri Keuangan, Neilmaldrin Noor, dalam Webinar Bincang Pajak Mekari Klikpajak.

Dengan dunia usaha tetap berjalan, maka roda perekonomian nasional dapat tetap bergerak.

Neilmaldrin juga mengingatkan, setelah memanfaatkan insentif pajak, pelaku usaha tidak lupa untuk melaporkan realisasi pemanfaatan insentif pajak.

Implikasi Pemanfaatan Insentif Pajak pada Pelaporan SPT TahunanDirektur P2Humas Ditjen Pajak Kemenkeu, Neilmaldrin Noor, dalam Webinar Bincang Pajak Klikpajak terkait insentif pajak

Wajib Laporkan Realisasi Pemanfaatan Insentif

Caranya Sobat Klikpajak tinggal masuk ke halaman DJP Online:

Setiap wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan dapat mengajukan insentif pajak jika memenuhi syarat. Pelaporan pemanfaatan insentif pajak wajib dilaporkan ke DJP.

Bila tidak melaporkan realisasi pemanfaatan insentif pajak, secara ketentuan dianggap tidak memanfaatkan insenif dan berisiko ditagih utang pajak.

Kepala Subdirektorat Penyuluhan Perpajakan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Inge Diana Rismawanti, menegaskan proses pengajuan dan pelaporan realisasi pemanfaatan insentif pajak ini tidak sulit.

Maka, sudah seharusnya kewajiban pelaporan realisasi pemanfaatan insentif pajak dapat dilakukan dengan baik untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. “Karena apa? Jika tidak menyampaikan pelaporan pemanfaatan, itu berarti tidak memanfaatkan,” kata Inge.

Penyuluh Pajak Khusus Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Dedik Herry Susetyo, menambahkan pentingnya jangan sampai lupa tidak melaporkan realisasi pemanfaatan insentif pajak dampak Covid-19 ini.

Sebab, akibatnya bisa saja merugikan karena ternyata selama ini yang bersangkutan dianggap tidak memanfaatkan insentif tersebut.

“Kalau tidak melaporkan realisasi, secara ketentuan dianggap WP tidak memanfaatkan insentif ini. Jangan sampai jadi nanti ditagih utang pajak,” ujar Dedik.

Seperti diketahui, pelaporan realisasi pemanfaatan insentif dampak Covid-19 dilakukan setiap bulannya untuk masa pajak sebelumnya. “Kalau belum lapor (realisasi pemanfaatan insentif pajak dampak Covid-19) mending lapor sekarang. Karena telat (lapor) tidak ada denda,” imbuh Inge.

Baca Juga: Supertax Deduction: Insentif Pajak untuk Bisnis

Ini Implikasi Pemanfaatan Insentif Pajak PPh 25 pada Perhitungan Angsuran di 2021

Selain bagaimana cara mengajukan insentif pajak dampak Covid-19 dan kewajiban pelaporan realisasi pemanfaatannya, hal yang cukup krusial adalah implikasi pemanfaatan insentif ini pada perhitungan pajak sebagai dasar penghitungan SPT Tahunan.

Seperti diketahui, dalam perpajakan ada istilah Kredit Pajak. Artinya, kredit pajak ini dapat menjadi komponen pengurang pajak yang akan dibayarkan ke kas negara.

Kredit Pajak dapat diperoleh dari berikut ini:

1. Pemotongan dan/atau pemungutan PPh:

  • Pajak PPh Pasal 22 (Pemungutan PPh atas impor atau transaksi tertentu lainnya)
  • PPh Pasal 23 (Pemotongan PPh antara lain atas persewaan harta selain tanah dan/atau bangunan)

2. Pembayaran PPh oleh Wajib Pajak sendiri (angsuran PPh Pasal 25)

3. PPh yang dipotong atau dibayar di luar negeri (PPh Pasal 24)

Baca Juga:Begini Cara Mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh 23

Dedik menyebutkan, insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ini memberikan implikasi perhitungan pada angsuran PPh Pasal 25 tahun 2021.

Di sini, Dedik mencontohkan bagaimana perhitungan angsuran PPh Pasal 25 bagi yang memanfaatkan insentif dan yang tidak.

“(Dengan memanfaatkan insentif PPh 25) Pembayaran angsuran PPh 25 yang sudah dilakukan oleh WP ini dapat menjadi kredit pajak,” jelasnya.

Contoh Kasus,

1. Contoh perhitungan PPh Pasal 25 jika memanfaatkan insentif di 2020 dan 2021

A. Implikasi Pemanfaatan Insentif Pajak jika Memanfaatkan insentif PPh 25 pada Tahun 2020

PT A memiliki angsuran pajak yang harus dibayar sendiri untuk masa pajak Desember 2020 sebesar Rp50.000.000. PT A memanfaatkan insentif pajak di 2020. Maka, PT A mendapat pengurangan besar angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%.

Kemudian PT A ikut program insentif pajak untuk 2021 ini dengan menyampaikan Surat pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh 25, pada tanggal 31 Januari 2021. Sementara SPT Tahunan 2020 dilaporkan oleh PT A pada tanggal 27 April 2021. Berdasarkan data yang ada, ada perhitungan bagaimana angsuran PPh 25 yang harus dibayar oleh PT A.

Contoh perhitungan angsuran PPh 25 pada 2020

PT A memiliki PPh Terutang pada Tahun 2020 Rp1.125.000.000
Kredit Pajak Rp645.000.000 (-)
PPh yang masih harus dibayar atau PPh Terutang (PPh Pasal 29) Rp480.000.000
Angsuran Pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan Tahun Pajak 2021 (PPh Pasal 25) Rp40.000.000

Baca Juga: Ketentuan dan Syarat Lapor PPh 23 Online Terbaru

B. Implikasi Pemanfaatan Insentif Pajak pada Perhitungan Angsuran PPh 25 pada 2021

PT A yang sudah memanfaatkan insentif Covid-19 di Masa Pajak Desember 2020, sudah mendapatkan diskon pengurangan 50%, maka untuk angsuran PPh 25 Masa Pajak Januari 2021 sampai dengan Maret 2021 adalah menggunakan angsuran Masa Pajak Desember 2020, yakni Rp50.000.000.

Kenapa ini bisa sampai bulan Maret? Tadi seperti di contoh, PT A melakukan pelaporan SPT-nya di akhir, sebelum jatuh tempo, yakni di tanggal 27 April 2021.

“Jadi penghitungan PPh Pasal 25-nya itu dihitung berdasarkan PPh 25 di Masa Pajak terakhir tahun pajak 2020, yaitu di Masa Pajak Desember tadi, yaitu nilainya Rp50 juta. Ini bagi yang memanfaatkan insentif pajak di masa pajak Desember ya,” jelas Dedik.

Kemudian sisanya, di 2021, karena PT A tadi mengajukan pemberitahuan memanfaatkan insentif pajak untuk Covid-19 yang 2021, PT A ini mendapatkan diskon 50% dari pajak terutang di 2021 yang nilainya tadi Rp40 juta.

Jadi, untuk PPh 25-nya setelah mendapatkan pengurangan 50%, adalah Rp20 juta untuk Masa Pajak April sampai Juni 2021.

Bagaimana dengan Juli 2021 dan seterusnya? Karena insentif ini selesai di bulan Juni, lalu angsuran PPh 25 pada Juli 2021 sudah kembali normal, maka PT A harus membayar PPh 25-nya kembali ke normal, yaitu Rp40 juta.

Contoh perhitungan angsuran PPh 25 pada 2021

Rincian angsuran PPh Pasal 25
Masa Pajak Januari 2020 – Maret 2021 (Menggunakan angsuran Masa Pajak Desember 2020) Rp50.000.000
Masa Pajak April – Juni 2021:
– yang seharusnya terutang Rp40.000.000
– setelah insentif pengurangan sebesar 50% Rp20.000.000

2. Contoh Perhitungan PPh Pasal 25 jika tidak memanfaatkan Insentif pada 2020 tapi mengajukan insentif di 2021

Berikut ini adalah contoh bagi WP yang tidak mengambil atau tidak memanfaatkan insentif di 2020.

Misal, PT A masih memiliki angsuran pajak di Masa Pajak Desember 2020 yang harus dibayar sendiri adalah Rp50.000.000. Kemudian PT A ini, mengajukan pemberitahuan untuk mendapatkan insentif di bulan Januari 2021, dan melaporkan SPT Tahunan Tahun Pajak 2020 di tanggal 27 April 2021.

Berdasarkan data tersebut, angsuran PPh 25 yang harus dibayar untuk 1 bulan adalah sebagai berikut:

PPh Terutang SPT Tahunan 2020 diasumsikan nilainya sebesar Rp1.125.000.000
Kredit Pajak Rp645.000.000
Angsuran Pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan di Tahun Pajak 2021 Rp40.000.000

“Nah, di sini ada sedikit perbedaan ya, pengaturan penghitungan ini diatur dalam peraturan peralihan di dalam PMK 9/2021 ini, di mana pada saat WP yang tidak memanfaatkan insentif di 2020, maka yang menjadi dasar pengurangan adalah masa pajak Desember tadi,” paparnya.

Rincian PPh 25 di Januari 2021 sampai dengan Maret 2021 yang dibayar oleh PT A adalah Rp25.000.000, yaitu 50% dari Rp50 juta.

Dan untuk Masa Pajak April sampai dengan Juni, karena PT A ini tadi diasumsikan sudah mengikuti atau memanfaatkan insentif ini dari Januari 2021, maka sampai April 2021, yang tadinya terutang Rp40 juta, mendapat potongan 50%, jadi nilainya menjadi Rp20 juta.

Begini rincian contoh perhitungannya:

Masa Pajak Januari – Maret 2021:
– yang seharusnya terutang (menggunakan angsuran Masa Pajak Desember 2020) Rp50.000.000
– setelah insentif pengurangan sebesar 50% Rp25.000.000
Masa Pajak April – Maret 2021:
– yang seharusnya terutang Rp40.000.000
– setelah insentif pengurangan sebesar 50% Rp20.000.000

“Semoga contoh ini bisa memberikan gambaran yang mungkin nanti akan melaporkan SPT di bulan April ini,” ucap Dedik.

Baca Juga: Insentif Pajak IKN: Jenis dan Prosedur Pengajuan

Bagaimana Cara Pelaporan SPT Tahunan jika UMKM Memanfaatkan Insentif PPh Final?

Dedik melanjutkan, pada dasarnya pelaporan SPT Tahunan kurang lebih sama dibanding pada saat tidak adanya insentif pajak.

Namun memang ada sejumlah ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu:

A. Wajib Pajak Badan

Bagi pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) berstatus WP Badan yang memanfaatkan insentif PPh Final Ditanggung Pemerintah (DTP), pelaporan SPT Tahunan pada Formulir 1771-IV, perlu memasukkan Penghasilan Bruto Tertentu.

“Jadi meski mendapat fasilitas PPh DTP, WP Badan ini tetap harus melaporkan PPh Finalnya, yaitu peredaran brutonya berapa, tarifnya berapa, lalu PPh terutangnya. Tinggal dikalikan saja tarif pajak dengan peredaran brutonya,” jelasnya.

Baca Juga: Cara Lapor Pajak Badan Online yang Benar

B. Wajib Pajak Pribadi UMKM

WP Pribadi UMKM akan melaporkan SPT Tahunannya di dalam Formulir 1770-III.

Dalam pengisian SPT Tahunannya, WP Pribadi UMKM harus mencantumkan penghasilan bruto, kemudian dikalikan dengan tarif PPh Final PP No 23 Tahun 2018 (dicabut dengan PP No. 55 Tahun 2022) sebesar 0,5%.

“Hasilnya nanti pajak penghasilannya terutang dan ini sifatnya final, dan secara keseluruhan pengisian SPT-nya sama,” kata Dedik.

C. Jasa Konstruksi Padat Karya Tertentu

Berikutnya adalah bagaimana pelaporan SPT Tahunan bagi pelaku usaha Jasa Konstruksi yang memanfaatkan insentif PPh Final DTP?

Dedik menjelaskan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008, Jasa Konstruksi ini dibagi menjadi 3, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Masing-masing memiliki tarif berbeda-beda. Dicontohkannya, sebagai Jasa Konstruksi Pelaksana yang tarifnya 3%.

“Tinggal mengalikan sesuai dengan dasar pengenaan pajak yang diterima oleh kontraktor. Kemudian PPh terutangnya ditanggung pemerintah. Nilainya tinggal mengalikan tarif dengan peredaran atau jumlah yang diterima,” paparnya.

Terlalu sibuk untuk sekadar ajukan insentif pajak?

Pada kesempatan Webinar Bincang Pajak Mekari Klikpajak ini, Partner The Greatax Certified Tax Consultant, Andre Septiano, tidak menampik bahwa kesibukan mengurus usaha seringkali membuat para pelaku usaha merasa enggan mengajukan insentif pajak.

Sebagai konsultan pajak, lanjut Andre, selama ini yang pertama dilakukan adalah memberikan informasi pada klien apakah mereka memenuhi kriteria untuk memanfaatkan insentif.

“Kalau kita sudah beri informasi tersebut, 99 persen (pebisnis) mau memanfaatkan insentif. Jadi kita apply-kan (insentif pajak) dan akan mendapat Surat Keterangan bahwa kita akan berpartisipasi dalam insentif tersebut,” kata Andre.

Ia menambahkan, sebagai tambahan informasi, ada juga kliennya yang 1% itu tidak menggunakan insentif pajak dengan berbagai pertimbangan. “Enggak apa-apa deh (tidak mengajukan insentif pajak), saya me-support negara ini,” kata Andre menirukan.

Baca Juga: Restitusi Pajak : Contoh, Syarat, Cara Restitusi PPN dan PPh

Kesimpulan

Program insentif pajak akibat pandemi Covid-19 menjadi salah satu langkah pemerintah untuk membantu masyarakat dan pelaku usaha agar tetap bertahan di masa sulit. Melalui berbagai fasilitas keringanan pajak, terutama bagi UMKMM dan sektor terdampak, kebijakan ini diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi serta daya beli masyarakat.

Namun, pemanfaatan insentif pajak juga diikuti dengan kewajiban untuk melaporkan realisasinya. Jika tidak dilaporkan, insentif dianggap tidak digunakan dan bisa menimbulkan risiko tagihan pajak di kemudian hari. Karena itu, wajib pajak perlu memastikan pelaporan dilakukan tepat waktu dan sesuai ketentuan, termasuk dalam penghitungan dan pelaporan SPT Tahunan.

Untuk mempermudah proses tersebut, wajib pajak dapat memanfaatkan platform perpajakan digital seperti Mekari Klikpajak. Sebagai mitra resmi DJP, Mekari Klikpajak menghitung, membayar, dan melaporkan pajak secara online dengan akurat, sehingga pelaku usaha dapat lebih fokus menjalankan dan mengembangkan bisnisnya tanpa khawatir urusan administrasi perpajakan.

Kelola administrasi perpajakan lebih cepat dan akurat, proses yang serba otomatis, karena terintegrasi dengan software akuntansi Mekari Jurnal ERP. Mekari Klikpajak adalah Penyedian Aplikasi Perpajakan (PJAP) mitra resmi DJP.

Apa saja fitur lengkap Mekari Klikpajak yang semakin memudahkan pengelolaan perpajakan Anda? Selengkapnya baca: Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online Terintegrasi Mitra Resmi DJP.

Referensi

Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

Kategori : Edukasi

Aplikasi Pajak Online Mekari Klikpajak

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Aplikasi Pajak Online Mekari Klikpajak

WhatsApp Hubungi Kami