Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini mengedepankan pendekatan berbasis data, tidak lagi mengandalkan pemeriksaan acar atau indikasi umum, tetapi menitikberatkan pada temuan yang lebih lebih spesifik, terukut, dan bisa diuji, yakni dengan menggunakan data konkret sebagai landasan utama dalam pengawasan dan pemeriksaan.
Bagi wajib pajak, istilah data konkret sering memunculkan pertanyaan: data seperti apa yang dimaksud? Apakah otomatis diperiksa? Apa bedanya dengan SP2DK? Dan apa yang harus dilakukan jika DJP sudah memiliki data tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini wajar karena data konkret berhubungan langsung dengan pengawasan dan potensi pemeriksaan.
Mekari Klikpajak akan mengulas tentang data konkret pajak, hingga jenisnya dan aturan terbarunya, serta tindak lanjut yang sebaiknya dilakukan oleh wajib pajak.
Saya Mau Coba Gratis Mekari Klikpajak Sekarang!
Apa itu Data Konkret Pajak?
Data konkret pajak adalah data atau informasi yang menunjukkan secara nyata adanya potensi pajak terutang yang belum atau kurang dipenuhi oleh wajib pajak. Dan dapat diuji secara sederhana untuk menentukan langkah tindak lanjut.
Disebut data konkret karena data ini tidak bersifat asumtif. Bentuknya jelas, dapat ditelusuri, serta memiliki keterkaitan langsung dengan kewajiban pajak tertentu, baik Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
A. Fungsi Data Konkret dalam Pengawasan Pajak
Peran data konkret sangat strategis karena:
- Membantu DJP memfokuskan pengawasan pada transaksi tertentu
- Mempercepat proses klarifikasi dan pemeriksaan
- Meningkatkan kepastian hukum karena berbasis data yang terverifikasi
Dalam praktiknya, data konkret sering muncul akibat ketidaksesuaian antara laporan SPT dengan data yang dimiliki DJP dari berbagai sumber.
B. Perbedaan Data Konkret dan SP2DK
Banyak wajib pajak menyamakan data konkret dengan SP2DK. Padahal, keduanya memiliki fungsi yang berbeda:
- Surat Permintaan Penjelasan Data dan Keterangan (SP2DK) merupakan permintaan penjelasan atas data atau keterangan yang masih memerlukan klarifikasi.
- Data konkret merupakan data yang sudah teridentifikasi secara spesifik dan dapat langsung dijadikan dasar pengawasan atau pemeriksaan.
Bahkan, dalam ketentuan terbaru, kondisi tertentu terkait SP2DK juga dapat dikategorikan sebagai data konkret apabila wajib pajak tidak menindaklanjuti hasil kesepakatan yang telah dibuat.
Baca Juga: Surat Ketetapan Pajak dalam Pemeriksaan Pajak
Sumber dan Contoh Data Konkret Pajak
Sumber data konkret pajak dapat diperoleh DJP dari berbagai sumber, antara lain:
- Data internal DJP: Meliputi SPT Tahunan dan Masa, e-Faktur, bukti potong/pungut, serta data perpajakan lain yang terekam dalam sistem administrasi DJP.
- Data pihak ketiga: Berupa data transaksi atau keuangan dari instansi, lembaga, maupun pihak lain yang secara hukum dapat dipertukarkan untuk kepentingan perpajakan.
- Data dari proses penegakan hukum: Termasuk data yang berasal dari ketetapan pajak, keputusan pajak, atau putusan sengketa perpajakan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Beberapa contoh data konkret yang sering digunakan sebagai dasar pengawasan atau pemeriksaan antara lain:
- Faktur Pajak yang telah disetujui sistem DJP tetapi tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
- Bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang tidak dilaporkan oleh penerbitnya.
- Pengkreditan Pajak Masukan yang tidak sesuai ketentuan.
- Pemanfaatan fasilitas atau insentif pajak yang tidak memenuhi persyaratan.
Dasar Hukum Data Konkret & Prosedur Pemeriksaan
Pengaturan mengenai data konkret pajak didukung oleh beberapa regulasi utama, yaitu:
- Undang-Undang KUP No. 28 Tahun 2007 sebagaimana telah diperbarui dengan UU No. 1 Tahun 2022, sebagai payung hukum utama yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 15 Tahun 2025, yang mengatur pemeriksaan pajak.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-18/PJ/2025, yang secara khusus mengatur tindak lanjut atas data konkret.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa DJP berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan berdasarkan data konkret yang dimilikinya.
A. Data Konkret sebagai Dasar Pemeriksaan
Dalam PMK 15/2025, data konkret menjadi salah satu pemicu pemeriksaan pajak. Namun, tidak seluruh data konkret langsung berujung pemeriksaan karena DJP tetap dapat menempuh jalur pengawasan terlebih dahulu.
B. Alur Pemeriksaan Berbasis Data Konkret
Secara garis besar, proses pemeriksaan berbasis data konkret meliputi:
- DJP mengidentifikasi dan menganalisis data konkret.
- DJP menentukan tindak lanjut berupa pengawasan atau pemeriksaan.
- Jika dilakukan pemeriksaan, ruang lingkupnya difokuskan pada data konkret yang diuji.
- Hasil pemeriksaan ditetapkan sesuai ketentuan perpajakan.
C. Pemeriksaan Spesifik atas Data Konkret
Jika data konkret ditindaklanjuti melalui pemeriksaan, pemeriksaan tersebut dilakukan sebagai pemeriksaan spesifik yang berfokus pada data tertentu, bukan pemeriksaan menyeluruh.
D. Jangka Waktu Pemeriksaan
Salah satu pembaruan penting adalah pemangkasan durasi pemeriksaan berbasis data konkret menjadi maksimal 20 hari kerja, sehingga prosesnya lebih cepat dan efisien.
Baca Juga: Audit Pajak: Pengertian, Dokumen, dan Proses Pemeriksaannya
Bentuk dan Jenis Data Konkret
Berdasarkan PER-18/PJ/2025, data konkret dikelompokkan ke dalam tiga bentuk utama, yaitu:
- Faktur Pajak yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
- Bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa.
- Bukti transaksi atau data perpajakan lain yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban pajak.
Rincian Jenis Data Konkret
Dari tiga kelompok bentuk utama tersebut, PER-18/PJ/2025 merincikan jenis data konkret berupa bukti transaksi atau data perpajakan, antara lain:
- Kelebihan kompensasi PPN yang tidak didukung data sebelumnya.
- Kesalahan penghitungan Pajak Masukan.
- PPN yang seharusnya disetor di muka tetapi tidak atau kurang dibayar.
- Pemanfaatan insentif pajak yang tidak sesuai ketentuan.
- Penghasilan yang tidak atau kurang dilaporkan.
- Data dari ketetapan atau putusan pajak yang dapat langsung digunakan menghitung pajak terutang.
- Data SP2DK yang telah disepakati tetapi tidak ditindaklanjuti.
Tindak Lanjut atas Data Konkret Pajak
Bentuk tindak lanjut atas data konkret yang dimiliki, DJP dapat melakukan:
- Pengawasan kepatuhan
- Pemeriksaan pajak spesifik
Langkah Antisipatif bagi Wajib Pajak
Untuk meminimalkan risiko, wajib pajak sebaiknya:
- Melakukan rekonsiliasi rutin antara SPT dan data transaksi.
- Menyiapkan dokumen pendukung yang lengkap.
- Menanggapi permintaan klarifikasi DJP secara tepat waktu.
- Melakukan pembetulan SPT apabila ditemukan kesalahan.
FAQ: Seputar Data Konkret
Berikut beberapa hal yang umumnya menjadi pertanyaan berkaitan dengan data konkret:
-
Apa yang dimaksud dengan data konkret pajak?
Data konkret pajak adalah informasi spesifik yang dimiliki DJP dan dapat menunjukkan adanya pajak terutang yang belum atau kurang dibayarkan oleh wajib pajak.
-
Apakah data konkret pajak selalu berakhir dengan pemeriksaan?
Tidak. Data konkret dapat ditindaklanuti melalui pengawasan terlebih dahulu atau langsung pemeriksaan, sesuai analisis DJP.
-
Apa perbedaan data konkret pajak dengan SP2DK?
SP2DK berfungsi untuk meminta penjelasan awal, sedangkan data konkret sudah cukup jelas untuk dijadikan dasar pengawasan atau pemeriksaan.
-
Apa contoh data konkret pajak yang sering digunakan DJP?
Contohnya faktur pajak yang tidak dilaporkan dalam SPT atau bukti pemotongan PPh yang belum disampaikan ke DJP.
-
Berapa lama jangka waktu pemeriksaan pajak berbasis data konkret?
Pemeriksaan pajak berdasarkan data konkret dapat dilakukan paling lama 20 hari kerja.
-
Apakah data konkret pajak bisa berasal dari pihak selain DJP?
Ya. Data konkret dapat diperoleh dari pihak ketiga yang sah dan diakui dalam ketentuan perpajakan.
-
Apa langkah yang sebaiknya dilakukan wajib pajak jika DJP memiliki data konkret?
Wajib pajak perlu memeriksa kesesuaian data, menyiapkan dokumen pendukung, dan memberikan respons tepat waktu kepada DJP.
-
Apakah pembetulan SPT dapat menyelesaikan tindak lanjut data konkret?
Dalam tahap pengawasan, pembetulan SPT dapat menjadi solusi, namun kelanjutan tindak lanjut tetap ditentukan oleh DJP.
-
Apakah data konkret pajak hanya berkaitan dengan PPN?
Tidak. Data konkret dapat berkaitan dengan PPN, PPh, maupun kewajiban pajak lainnya.
Baca Juga: Otomatisasi Pajak dan Manfaatnya untuk Bisnis
Kesimpulan
Data konkret pajak merupakan instrumen yang digunakan DJP dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan. Dengan berbasis data yang jelas dan terverifikasi, DJP dapat melakukan pengawasan dan pemeriksaan secara efektif dan terarah.
Melalui PMK 15/2025 dan PER-18/PJ/2025, pemerintah mempertegas jenis data konkret, prosedur tindak lanjut, serta mekanisme pemeriksaan yang lebih cepat dan fokus. Hal ini sekaligus memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.
Bagi wajib pajak, pemahaman dan kesiapan menghadapi data konkret sangat penting untuk diperhatikan. Kepatuhan administratif, ketepatan pelaporan, serta respons yang proaktif akan sangat membantu dalam menghindari risiko pemeriksaan dan sanksi pajak.
Agar lebih mudah dan cepat dalam mengelola administrasi pajak perusahaan, Anda dapat menggunakan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak karena sudah terintegrasi dengan software akuntansi Mekari Klikpajak ERP untuk kelola keuangan dan perpajakannya secara otomatis.
Saya Mau Coba Gratis Mekari Klikpajak Sekarang!
Selain itu, Mekari Klikpajak juga terintegrasi dengan software payroll HCM Cloud Mekari Talenta untuk kelola gaji dan pajak karyawan secara otomatis, sehingga lebih praktis, menghemat waktu serta biaya.
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan”
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan No. 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak”
JDIH Kemenkeu.go.id. “Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-18/PJ/2025 tentang Tindak Lanjut atas Data Konkret”




