
Sebagai penghubung antara produsen dan konsumen akhir, distributor memiliki baragam transksi dalam bisnisnya yang mengandung unsur perpajakan, seperti PPN yang harus dibuatkan faktur pajaknya.
Bagaimana pengelolaan faktur pajak bagi distributor, Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda, mulai dari penjelasan singkat tentang bisnis ini serta regulasi perpajakan yang mengaturnya.
Kewajiban Perpajakan bagi Distributor
Distributor adalah entitas bisnis yang berfungsi sebagai perantara antara produsen dan konsumen akhir.
Peran utama distributor yakni memastikan produk dari produsen dapat tersebar dan tersedia di pasar yang tepat, baik melalui pengecer maupun langsung ke konsumen.
Selain menjual produk, distributor juga bertanggung jawab dalam pengelolaan stok, layanan penjualan, serta mendukung strategi pemasaran produsen agar produk lebih mudah dijangkau oleh pasar luas.
Distributor yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki kewajiban perpajakan sebagai berikut:
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Distributor wajib memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP).
- Pajak Penghasilan (PPh): Distributor juga wajib memotong dan melaporkan PPh sesuai jenis transaksi, seperti PPh Pasal 21 untuk karyawan, PPh 23/26 untuk transaksi pihak ketiga, serta PPh 25/29 atas penghasilan perusahaan.
- Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak: Setiap transaksi penjualan BKP wajib disertai faktur pajak elektronik (e-Faktur) yang dilaporkan melalui sistem e-Faktur web based, yang kini sudah berlaku menggunakan sistem Coretax.
Baca Juga: Poin-poin Aturan Faktur Pajak Elektronik Terbaru
Regulasi yang Mengatur Perpajakan Distributor
Berikut beberapa regulasi utama yang mengatur perpajakan distributor, khususnya terkait PPN dan faktur pajak, antara lain:
- Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 (sebagaimana telah diubah dengan UU HPP), yang mengatur pengenaan PPN dan PPnBM, termasuk bagi wajib pajak distributor.
- Peraturan Menteri Keuangan No 11 Tahun 2025, yang mengatur ketentuan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak dan besaran tertentu PPN.
- PMK No 131 Tahun 2024, yang mengatur perlakuan PPN atas impor dan penyerahan barang/jasa kena pajak.
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-24/PJ/2018, yang mengatur perlakuan perpajakan atas imbalan dalam transaksi jual-beli.
Perlakuan Perpajakan Distributor atas PPN
Distributor yang telah menjadi PKP wajib memungut PPN atas setiap penyerahan barang kena pajak kepada pelanggan. Proses pemungutan PPN dilakukan melalui pembuatan faktur pajak elektronik dan pelaporan dengan SPT Masa PPN secara daring.
Merujuk Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-24/PJ/2018, imbalan penghargaan dalam jual-beli bidang usaha distributor juga termasuk transaksi dikenakan PPN.
Sebab sesuai dengan karakteristik dari usaha distributor ini, ada kalanya transaksi yang dilakukannya dengan pihak produsen berupa imbalan dari transaksi jual-belinya, sehingga distributor akan dikenakan PPN oleh produsen.
Sehingga distributor juga berhak menerima bukti pungut PPN dari produsen yang akan menjadi Pajak Masukan sebagai pengurang pajak keluarannya pada Masa Pajak yang sama.
Baca Juga: Bagaimana Ketentuan dan Cara Pembatalan Faktur Pajak?
Tarif dan Contoh Perhitungan PPN Distribtor
Mulai 1 Januari 2025, pemerintah resmi memberlakukan tarif PPN sebesar 12% untuk barang/jasa mewah. Sedangkan PPN barang/jasa nonmewah dihitung 12% dari 11/12 harga jual sebagai dasar pengenaan pajak (DPP).
Contoh;
PT AAA sebagai distributor yang menjual barang nonmewah seharga Rp50 juta (belum termasuk PPN). Maka, PPN yang harus dipungut PT AAA dan total harga barang yang harus dibayar pembeli sebagai berikut:
Rumus perhitungan: PPN = 12% (11/12 x Harga Jual)
DPP = 11/12 x Rp50 juta = Rp45,8 juta
PPN = 12% x Rp45,8 juta = Rp5,5 juta
Total tagihan ke pembeli (termasuk PPN):
= Rp50 juta + Rp5,5 juta
= Rp55,5 juta
Oleh karena PT AAA telah memungut PPN dari pembeli, maka sebagai distributor wajib membuat faktur pajak elektronik atas transaksi tersebut dan menyetorkannya ke kas negara, serta melaporkan pemungutan PPN melalui SPT Masa PPN.
Contoh Hitung PPN Distributor atas Imbalan
Masih sesuai SE-24/2018, imbalan berbentuk BKP pada usaha distributor ini menggunakan harga kesepakatan antara penjual dan pembeli sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk PPh maupun PPN.
Namun untuk penghargaan, jika nilai kesepakatan itu tidak diketahui, maka DPP dihitung berdasarkan harga pasar.
Berikut contoh kasus transaksi jual beli distributor yang termasuk dalam imbalan penghargaan yang dikenakan PPN.
Contoh 1: Penghargaan
PT AAA merupakan produsen tekstil yang melakukan kerja sama dengan toko BBB kain sebagai distributor dengan skema pemberian insentif kepada toko BBB. Skema ini disebut TTA (Trading Term Agreement).
Insentif yang diberikan PT AAA pada toko BBB sebesar 3% dari nilai pembelian toko atas produk tekstil PT AAA, ketika toko BBB memenuhi target pembelian senilai Rp100 juta per bulan.
Pada bulan November toko BBB yang merupakan distributor berstatus CV ini mencapai pembelian produk tekstil PT AAA senilai Rp110 juta. Sehingga PT AAA memberikan insentif senilai 3% x Rp110 juta, yakni sebesar Rp3.300.000 kepada toko BBB.
Dengan demikian, nilai penghargaan dari PT AAA tersebut yang diberikan pada toko BBB ini bukan merupakan aktivitas yang dianggap sebagai penyerahan jasa.
Sehingga PT AAA hanya memotong PPh Pasal 23 atas penghargaan yang diberikan kepada toko BBB tersebut sebesar 15% dari Rp3.300.000, yakni Rp495.000.
Kemudian toko BBB tidak perlu membuat Faktur Pajak, karena tidak ada penyerahan JKP. Tapi PT AAA sebagai produsen tetap wajib membuat Faktur Pajak atas penyerahan BKP kepada toko BBB dengan perhitungan sebagai berikut:
DPP = 11/12 x Rp110.000.000 = Rp100.833.333
PPN = 12% x Rp100.8333.333 = Rp12.100.000
Total tagihan yang harus dibayar oleh toko BBB sebagai distributor:
= Rp100.833.333 + Rp12.100.000
= Rp112.9333.333
Contoh 2: Kompensasi
PT CCC merupakan distributor sepatu branded PT DDD. Dalam perjanjian penunjukan distributor oleh PT DDD kepada PT CCC ini terdapat ketentuan proteksi harga (price protection) yang diberikan PT DDD kepada PT CCC sebagai bagian dari antisipasi ketika terjadinya fluktuasi harga jual sepatu branded tersebut di pasar dalam periode tertentu.
Kemudian PT CCC membeli 5000 pasang sepatu branded dari PT DDD dengan harga satuan Rp1 juta. PT DDD menentukan harga jual standar untuk sepatu branded produksinya ini sebesar Rp1,5 juta per pasang sepatu.
Suatu ketika, pada periode kuartal 3 (Juli-September) 2025 kondisi pasar mengalami kelesuan daya beli masyarakat, sehingga permintaan sepatu branded ini menurun.
Kemudian PT DDD menurunkan harga jual standar sepatu branded tersebut dari semula Rp1,5 juta menjadi hanya Rp1,25 juta per pasang, dengan tujuan dapat meningkatkan penjualan sepatu produksinya.
Sehingga PT CCC berhak mendapat price protection dari PT DDD sebesar Rp250 ribu atas setiap sepatu branded yang belum terjual dalam periode Juli-September 2025.
Jumlah sepatu branded yang belum terjual di PT CCC sebanyak 2000 pasang sepatu. Maka PT CCC sebagai penerima kompensasi bukan merupakan objek pemotongan PPh, dan PT CCC wajib melaporkan penerimaan tersebut sebagai penghasilan dalam SPT Tahunan PPh Badan sebesar Rp1.250.000 x 2000 sepatu, yakni Rp2.500.000.000.
Namun PT CCC wajib membuat Faktur Pajak atas penyerahan BKP kepada PT DDD sebesar Rp2,5 miliar, yang artinya PT DDD akan dipungut PPN dengan perhitungan sebagai berikut:
DPP = 11/12 x Rp2,5 miliar = Rp2.291.666.666
PPN = 12% x Rp2.291.666.666 = Rp275.000.000
Contoh 3: Jasa Manajemen
PT EEE merupakan distributor produk kosmetik dari PT FFF di area Jakarta yang dalam kontrak kerja sama terdapat kesepakatan bahwa PT EEE diminta melakukan kegiatan pemasaran kepada konsumen akhir.
Pada periode kuartal IV (Oktober-Desember) 2025 PT EEE melakukan promosi dengan biaya sebesar Rp25 juta. Kemudian PT EEE menerbitkan tagihan atas penyerahan jasa manajemen sebagai pengganti dana promosi tersebut ke PT FFF.
Maka PT EEE akan dipotong PPh 2% dari Rp25 juta oleh PT FFF. Kemudian PT EEE akan dikenakan PPN oleh PT FFF dengan perhitungan sebagai berikut:
DPP = 11/12 x 10% x Rp25 juta = Rp22.916.666
PPN = 12% x Rp22.916.666 = Rp2.750.000
Cara Membuat e-Faktur Distributor
Cara membuat faktur pajak bagi pelaku usaha distributor sama dengan pembuatan e-Faktur pada umumnya.
Seperti diketahui, DJP sudah mengimplementasikan sistem pengelolaan administrasi pajak yang terintegrasi dengan Coretax, yang salah satunya menguntungkan bagi PKP dalam mengelola Faktur Pajak karena NSFP otomatis tersedia dalam Coretax begitu e-Faktur di-submit.
Anda dapat membuatnya melalui e-Faktur Mekari Klikpajak, yang sudah dilengkapi dengan sistem Coretax dan memiliki fitur lengkap yang terintegrasi software akuntansi Mekari Jurnal, sehingga pembuatan faktur pajak dapat dilakukan secara otomatis karena menarik data langsung dari transaksi dalam laporan keuangan.
Tutorial langkah-langkah pembuatan faktur pajak dan pelaporannya, selengkapnya baca artikel berikut:
Kesimpulan
Distributor merupakan pengusaha sebagai pihak yang membeli produk secara langsung dari produsen dan menjualnya kembali ke pedagang eceran atau pengecer atau agen.
Kriteria distributor memiliki ciri-ciri di antaranya:
- Usaha distributor memiliki izin badan usaha dalam bentuk badan/perusahaan maupun perorangan.
- Sistem pembelian produk dapat dilakukan dengan sistem komisi ataupun beli putus.
- Bentuk kerja sama dengan produsen secara langsung untuk memasarkan barang/jasa ke pengecer atau konsumen akhir.
- Pembelian produk dari produsen dalam jumlah besar setiap melakukan transaksi pembelian.
- Cakupan wilayah pemasaran tertentu dan lebih luas.
- Penjualan barang juga dalam jumlah besar karena penjualan dilakukan bukan ke konsumen akhir, melainkan keagenan atau retailer.
- Produk yang dijual hanya berasal dari satu produsen saja. Artinya tidak diperbolehkan menjual barang serupa dari produk pesaing/kompetitor.
Sebagai pengusaha distributor, juga memiliki kewajiban perpajakan yang sama seperti Wajib Pajak (WP) lainnya, terlebih lagi jika sudah berstatus PKP.
Artinya, ada kewajiban PPN atas transaksi barang kena pajak yang harus dibuatkan Faktur Pajaknya.
Tentu saja bukan hanya terkait PPN, sebagai distributor juga ada kewajiban-kewajiban pajak lainnya, seperti pajak penghasilan.
Agar lebih mudah mengelola PPh dan PPN, Anda dapat menggunakan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak yang terintegrasi dengan software akuntansi Mekari Jurnal, sehingga pembuatan faktur pajak maupun bukti potong PPh dapat dilakukan secara otomatis.
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM”
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan”
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan No. 11 Tahun 2025 tentang Ketentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Nilai Tertentu PPN”
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan No. 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan PPN atas Impor BKP, Penyerahan BKP, Penyerahan JKP, Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean dan Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah“