Daftar Isi
8 min read

Perbedaan PPh 21 dan 23 yang Harus Anda Ketahui

Tayang 09 Jan 2022
Perbedaan PPh 21 dan 23 yang Harus Anda Ketahui

Berikut ini adalah beda atau perbedaan PPh 21 dan 23 yang harus anda ketahui akan diulas oleh Mekari Klikpajak.

Membayar pajak adalah sebuah kewajiban bagi setiap wajib pajak. Salah satu pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak, khususnya pengusaha adalah pajak penghasilan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membagi pajak penghasilan menjadi dua yaitu, PPh 21 dan PPh23.

Di mana, keduanya masih berhubungan dengan penghasilan karyawan.

Tahukah Anda apa perbedaan dari kedua jenis pajak penghasilan ini? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Apa Perbedaan PPh 21 Dan 23?

PPh pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan, berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, maupun kegitan yang dilakukan oleh orang pribadi dalam negeri.

Sedangkan PPh 23 adalah pajak yang dikenakan untuk penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong pada PPh Pasal 21.

Umumnya penghasilan ini terjadi ketika terdapat transaksi antara pihak yang menerima penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dan pemberi penghasilan.

Dimana, pihak pemberi penghasilan akan memotong dan melaporkan PPh pasal 23.

Bagaimana Perbedaan Konsep PPh 21 & 23

Agar lebih jelas dimengerti, Anda harus memahami konsep dari PPh 21 dan PPh 23.

Menurut Undang-Undang PPh berdasarkan status subjek pajak penerima penghasilan, maka transaksi jasa yang dibayarkan kepada WP Pribadi dalam negeri termasuk kelompok objek PPh Pasal 21.

Sedangkan, jika transaksi jasa dibayarkan kepada WP Badan dalam negeri, maka termasuk objek PPh Pasal 23.

Contoh subjek pajak WP Pribadi adalah karyawan yang bekerja di perusahaan Anda, sedangkan WP Badan adalah supplier atau vendor yang menjual jasanya kepada Anda sebagai pengusaha.

Beda Atau Perbedaan Wajib Pajak PPh 21 dan 23

Perbedaan wajib pajak pph 21 dan wajib pajak pph 23

a. Wajib Pajak PPh 21

Wajib Pajak PPh 21 adalah karyawan, penerima pesangon, pensiun, tunjangan dan jaminan hari tua, ahli waris, dan WP kategori bukan karyawan yang menerima penghasilan sehubungan pemberian jasa.

Jika dijabarkan, di bawah ini adalah beberapa WP PPh 21.

  1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari akuntan, arsitek, pengacara, dokter, konsultan, aktuaris, penilai, dan notaris.
  2. Bintang film, pemain musik, penyanyi, pembawa acara, bintang iklan, bintang sinetron, peragawan, kru film, sutradara, foto model, pelukis, pemain drama, penari, pemahat, dan seniman lainnya.
  3. Olahragawan, pelatih, penyuluh, pengajar, penasihat, moderator, dan penceramah.
  4. Peneliti, pengarang, dan penerjemah.
  5. Penyedia jasa komputer dan sistem aplikasi, fotografi, teknik, telekomunikasi, ekonomi, elektronika, sosial dan penyedia jasa kepanitiaan.
  6. Petugas dinas luar asuransi, direct selling, distributor perusahaan multi-level marketing, petugas penjaja barang dagangan.
  7. Dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai karyawan tetap perusahaan atau anggota dewan komisaris. Penerima penghasilan atas keikutsertaan dalam kegiatan seperti peserta perlombaan dan seni dalam segala bidang termasuk perlombaan olahraga,ilmu pengetahuan, teknologi, seni, ketangkasan dan jenis perlombaan lainnya.
  8. Peserta pertemuan, sidang, konferensi, kunjungan kerja, dan peserta rapat. Peserta pendidikan dan pelatihan, peserta kegiatan lainnya.
  9. Mantan karyawan.

Baca Juga: PPh 21: Objek, Tarif, Rumus, Hingga Cara Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21

b. Wajib Pajak PPh23

Untuk wajib pajak PPh 23 dibagi menjadi 2 (dua) pihak yaitu, pihak pemotong dan dipotong.

Pihak pemotong PPh 23 seperti badan pemerintah; subjek pajak badan dalam negeri; penyelenggara kegiatan; bentuk Usaha Tetap ( BUT ); perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; dan WP pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.

Sedangkan pihak penerima penghasulan yang dipotong PPh 23 adalah WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Jadi sekarang sudah jelas bukan mengenai beda atau perbedaan wajib pajak PPh 21 dan 23?

Pajak penghasilan dibagi menjadi dua, PPh 21 dan PPh23, dan memiliki perbedaan fungsi dan tarif masing-masing. Temukan perbedaannya di sini.

Obyek Pajak PPh 21 dan PPh 23

Keduanya sama-sama pajak penghasilan, untuk mempermudah Anda mengetahui perbedaannya, Anda bisa melihat dari obyek pajak keduanya.

Di bawah ini Klikpajak akan membantu menjabarkan beda atau perbedaan obyek pajak PPh 21 dan 23.

a. Obyek Pajak PPh 21

  1. Penghasilan yang diterima karyawan tetap, berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
  2. Penghasilan yang diterima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
  3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima sekaligus berupa uang pesangon, uang pensiun, tunjangan hari tua, dan pembayaran sejenis.
  4. Penghasilan karyawan tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
  5. Imbalan kepada bukan karyawan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
  6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

Dengan memahami obyek pajak penghasilan pasal 23, Anda akan memahami pula mengenai beda atau perbedaan obyek pajak PPh 21 dan 23.

b. Obyek Pajak PPh 23

Menurut Peraturan Menteri Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 telah menjelaskan terdapar 62 jenis objek PPh 23, yaitu:

  1. Penilai (appraisal);
  2. Aktuaris;
  3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
  4. Hukum;
  5. Arsitektur;
  6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
  7. Perancang (design);
  8. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
  9. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
  10. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
  11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
  12. Penebangan hutan;
  13. Pengolahan limbah;
  14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
  15. Perantara dan/atau keagenan;
  16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
  17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
  18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
  19.  Mixing film;
  20. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, bannerpamphlet, baliho dan folder;
  21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
  22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
  23. Internet termasuk sambungannya;
  24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
  25. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
  26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
  27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
  28. Maklon;
  29. Penyelidikan dan keamanan;
  30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer merupakan objek pajak pph 23 yang menjadikan perbedaan pph 21 dan 23;
  31. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
  32. Pembasmian hama;
  33. Kebersihan atau cleaning service;
  34. Sedot septic tank;
  35. Pemeliharaan kolam;
  36. Katering atau tata boga;
  37.  Freight forwarding;
  38. Logistik;
  39. Pengurusan dokumen;
  40. Pengepakan;
  41. Loading dan unloading;
  42. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
  43. Pengelolaan parkir;
  44. Penyondiran tanah;
  45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
  46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
  47. Pemeliharaan tanaman;
  48. Permanenan;
  49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
  50. Dekorasi;
  51. Pencetakan/penerbitan;
  52. Penerjemahan;
  53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  54. Pelayanan pelabuhan;
  55. Pengangkutan melalui jalur pipa;
  56. Pengelolaan penitipan anak;
  57. Pelatihan dan/atau kursus;
  58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
  59. Sertifikasi;
  60. Survey;
  61. Tester;
  62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Dari penjelasan diatas tentu sudah paham mengenai  beda atau perbedaan obyek pajak PPh 21 dan 23.

Namun ada beberapa pengecualian atas pemotongan pajak seperti:

  1. Penghasilan yang dibayar/berulang kepada bank;
  2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
  3. Dividen yang diterima/diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
    • Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
    • Perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;
    • Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
    • SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
    • Penghasilan yang dibayarkan kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan.

Beda Atau Perbedaan Tarif Pajak PPh 21 dan 23?

Tarif pajak PPh 21 dan PPh 23 pun berbeda. Di bawah ini akan kami jabarkan berapa tarif pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak berdasarkan jenis pajaknya.

a. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan jenis ini biasanya dibayarkan oleh wajib pajak pribadi yang langsung dipotong oleh perusahaan.

Berikut tarif PPh 21 yang harus dibayarkan karyawan.

  • Penghasilan di bawah Rp50 juta per tahun, maka penghasilannya akan dipotong sebesar 5%.
  • Penghasilan Rp50-Rp250 juta per tahun akan dikenakan pajak sebesar 15%.
  • Penghasilan 250-500 juta per tahun akan dikenakan pajak 25%.
  • Penghasilan di atas Rp500 juta per tahun akan dikenakan pajak 30%.

b. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23

Sedangkan tarif pasal ini diberlakukan atas nilai DPP ( Dasar Pengenaan Pajak ) atau jumlah bruto penghasilan.

Jumlah bruto adalah jumlah penghasilan yang dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, ataupun perwakilan perusahaan luar negeri.

Di bawah ini adalah besaran tarif PPh 23 yang berlaku.

  • Tarif 15% dari jumlah bruto atas dividen (pembagian dividen orang pribadi dikenakan pajak final yaitu 0,5%), dan hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh 21.
  • Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta (kecuali sewa tanah atau bangunan.
  • Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan.
  • Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015

Bagaimana Pelaporan Pajaknya?

Meski dipotong tiap bulan oleh perusahaan, PPh 21 dilaporkan setiap tahunnya dengan batas pelaporan maksimal akhir bulan Maret tiap tahun.

Sedangkan untuk PPh 23, harus dilaporkan tiap bulannya oleh pihak pemotong dengan cara mengsisi SPT Masa PPh Pasal 23, dan paling lambat dilaporkan setiap Tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang. 

Nah, diatas adalah penjelasan lengkap mengenai beda atau perbedaan PPh 21 dan 23 yang harus anda ketahui. Semoga berguna!

Kategori : Regulasi Pajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak