Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pelaku usaha yang memiliki sejumlah kewajiban perpajakan khusus yang berbeda dengan pengusaha non-PKP. Status ini berlaku bagi pengusaha yang memenuhi syarat tertentu, seperti omzet dan lainnya.
Mekari Klikpajak akan membahas secara ringkas dan lengkap mengenai siapa saja yang wajib menjadi PKP, pengecualian yang berlaku, serta perbedaan PKP dengan non-PKP berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Saya Mau Coba Gratis Mekari Klikpajak Sekarang!
Apa itu Pengusaha Kena Pajak (PKP)?
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah individu atau badan usaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam wilayah Indonesia, dan wajib memungut serta menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai ketentuan perpajakan.
Menjadi PKP resmi setelah dikukuhkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan memiliki kewajiban membuat Faktur Pajak atas setiap transaksi yang dikenai PPN.
Status sebagai PKP memberikan hak dan tanggung jawab dalam memungut PPN dari konsumen dan menyetorkannya ke kas negara.
Dasar Hukum Pengusaha Kena Pajak
Regulasi yang mengatur mengenai pengusaha kena pajak tertuang di dalam beberapa peraturan pajak, di antaranya:
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1983, yang diubah terakhir melalui UU No, 7 Tahun 2021, mengatur pemungutan PPN dan PPnBM oleh pengusaha kena pajak.
- Peraturan Menteri Keuangan No 81 Tahun 2024, yang mengatur tata cara pengukuhan dan pembatalan PKP.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2025, yang mengatur administrasi pajak melalui Coretax System.
Jenis Kegiatan Usaha PKP
Usaha yang wajib dikelola pengusaha kena pajak adalah usaha yang transaksinya termasuk dalam kategori barang atau jasa kena PPN, antara lain:
- Penjualan barang berwujud maupun tidak berwujud
- Pemberian jasa (konsultasi, pengacara, desainer, dan lainnya)
- Aktivitas ekspor dan impor
- Penyewaan barang dan waralaba
- Produksi atau distribusi barang/jasa kena pajak
Usaha Kecil Menengah (UKM) dan pengusaha perorangan juga bisa termasuk pengusaha kena pajak jika memenuhi persyaratan.
Baca Juga:Â Batasan PKP Terbaru : Threshold Pengusaha Kena Pajak Turun
Syarat Wajib Menjadi Pengusaha Kena Pajak
Setidaknya beberapa syarat yang harus terpenuhi dan wajib pajak diwajibkan menjadi PKP di antaranya:
1. Batas omzet
Sesuai PMK 81/2024, pengusaha dengan omzet lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun buku wajib mengajukan pengukuhan sebagai PKP ke DJP.
Pengajuan paling lambat akhir bulan setelah bulan saat omzet melampaui ambang batas tersebut. Contoh, jika omzet menyentuh di atas Rp4,8 juta di Maret, maka pengajuan PKP harus dilakukan sebelum akhir April.
2. Pengukuhan oleh DJP
DJP juga dapat mengukuhkan PKP secara jabatan jika terbukti pengusaha seharusnya sudah menjadi PKP tetapi belum mendaftarkan diri.
Baca Juga:Â Panduan Restitusi PPN bagi PKP Pasal 9 Ayat 4b
Siapa yang Dikecualikan dari Kewajiban PKP?
Wajib pajak dan jenis kegiatan atau usaha yang dikecualikan dari kewajiban PKP antara lain:
1. Pengusaha kecil
Pelaku usaha dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar setahun tidak wajib menjadi PKP, tetapi diperbolehkan mendaftar sebagai pengusaha kena pajak secara sukarela.
2. Usaha tidak kena PPN
Jenis usaha tertentu yang tidak dikenai PPN juga tidak diwajibkan menjadi PKP, seperti:
- Layanan pendidikan
- Layanan kesehatan
- Layanan keuangan dan asuransi
- Aktivitas sosial dan keagamaan
Pilihan Menjadi Pengusaha Kena Pajak secara Sukrela
Ada beberapa alasan pengusaha memilih menjadi PKP meski omzet belum mencapai lebih dari Rp4,8 miliar setahun, antara lain:
- Menambah kepercayaan mitra bisnis
- Syarat mengikuti tender
- Bisa mengkreditkan Pajak Masukan
Langkah-langkah mendaftar selengkapnya baca: Cara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pembatalan Status Pengusaha Kena Pajak
Status sebagai PKP dapat dibatalkan dengan beberapa kondisi sebagai berikut:
1. Diajukan oleh pengusaha
Pelaku usaha dapat mengajukan sendiri pencabutan sebagai pengusaha kena pajak ke kantor pajak tempat PKP dikukuhkan dengan alasan:
- Usaha sudah tidak beroperasi
- Omzet turun dan tidak lagi memenuhi batas
- Terjadi penggabungan atau perubahan bentuk usaha
2. Dinonaktifkan oleh DJP
DJP juga dapat membatalkan status PKP pelaku usaha jika:
- Tidak lapor SPT Masa PPN selama 3 bulan berturut-turut
- Alamat usaha tidak ditemukan
- Usaha tidak bisa diverifikasi
Ditjen Pajak akan mengirimkan pemberitahuan untuk klarifikasi sebelum status PKP dinonatifkan.
Baca Juga:Â Syarat Pencabutan PKP dan Cara Permohonannya
Implikasi untuk Bisnis jika Menjadi PKP
Menjadi pengusaha kena pajak atau PKP umumnya memberikan nilai tambah dalam kerja sama bisnis dan pengembangan usaha, khususnya untuk transaksi B2B (Business-to-Business) atau ekspor.
Pengusaha Non-PKP cocok untuk usaha mikro kecil dan yang belum membutuhkan pengelolaan faktur pajak.
Perbedaan PKP dan Non-PKP
Kesimpulan
Status sebagai Pengusaha Kena Pajak atau PKP mencerminkan kepatuhan pajak yang baik dan bisa memberi manfaat bisnis yang signifikan. Meskipun menambah kewajiban administrasi pajak, status ini juga membuka peluang usaha yang lebih luas.
Pembaruan sistem perpajakan yang serba digital melalui Coretax DJP membuat proses pengajuan dan pelaporan pajak lebih efisien. Pengusaha sebaiknya memahami ketentuan sebagai PKP agar bisa mengoptimalkan sebagai perencanaan bisnis.
Baik sebagai kewajiban karena omzet atau sebagai strategi bisnis, mendaftar sebagai PKP dapat menjadi langkah penting dalam pertumbuhan usaha.
Sebagai Pengusaha Kena Pajak, agar lebih mudah mengelola administrasi pajak, Anda dapat menggunakan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak, karena sudah terintegrasi dengan software akuntansi Mekari Jurnal ERP, sehingga prosesnya serba otomatis.
Saya Mau Coba Gratis Mekari Klikpajak Sekarang!
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan No 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan”
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan”
JDIH Kemenkeu.go.id. “Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2025 tentang Ketentuan Pelaporan PPh, PPN, PPnBM, Bea Meterai dalam rangka Pelaksanaan SIAP“







