Daftar Isi
9 min read

Pajak Premi Asuransi: Aturan dan Cara Menghitungnya

Tayang 23 Sep 2024
Pajak Premi Asuransi
Pajak Premi Asuransi: Aturan dan Cara Menghitungnya

Bagaimana ketentuan pengenaan pajak premi asuransi dan apa saja jenis pajak yang dikenakan pada asuransi?

Mekari Klikpajak akan mengulas seputar pajak yang dikenakan pada asuransi maupun premi asuransi dan wajib pajak yang dikenakan serta aturan pajak premi asuransi di Indonesia.


Pengertian Pajak Premi Asuransi

Pajak Premi Asuransi adalah pajak yang dikenakan pada premi atau pembayaran yang dilakukan untuk memperoleh perlindungan asuransi.

Merujuk Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, pengertian Premi Asuransi adalah sejumlah dana yang ditentukan oleh perusahaan asuransi dan disepakati oleh pemegang polis untuk dibayarkan sesuai dengan perjanjian, atau sejumlah dana yang diatur oleh ketentuan hukum dalam program asuransi wajib guna mendapatkan manfaat perlindungan.

Jenis asuransi menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbagi menjadi 3 kategori utama, yaitu:

  1. Asuransi Kerugian: Asuransi Kendaraan Bermotor, Asuransi Properti, Asuransi Kecelakaan Diri, Asuransi Kredit, Asuransi Uang dan Harta Benda.
  2. Asuransi Jiwa: Asuransi Jiwa Berjangka (Term Life Insurance), Asuransi Jiwa Seumur Hidup, Asuransi Unit Link.
  3. Asuransi Sosial: BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan.

Baca Juga: Subjek dan Objek yang Dikecualikan dari Pengenaan PPh

Jenis Pajak yang Dikenakan pada Premi Asuransi

Pengenaan pajak terkait premi asuransi terbagi menjadi tiga kategori, yakni:

  1. Pengenaan pajak dalam hal pembayar premi
  2. Pengenaan pajak dalam hal klaim
  3. Pengenaan pajak dalam hal penyelenggaraan usaha perasuransian
  4. Pengenaan pajak dalam hal transaksi dalam kegiatan usaha perasuransian

Berdasarkan ketiga kategori tersebut, maka jenis dan tata cara pengenaan pajaknya pun berbeda-beda, di antaranya:

A. PPh atas Pembayaran Premi Asuransi

Pengenaan pajak penghasilan atas premi asuransi ditentukan dari jenis pembayaran premi yang terbagi menjadi 2, yakni:

  1. Premi asuransi yang dibayarkan oleh pemberi kerja atau perusahaan
  2. Premi asuransi yang dibayarkan sendiri oleh wajib pajak

Kedua kategori pembayaran premi asuransi tersebut yang akan memengaruhi penghasilan kena pajak pengguna asuransi atau penerima manfaat.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 21 dan 26 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), bahwa:

Penghasilan yang dipotong PPh 21 dan/atau 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan terdiri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang dapat berupa:

  • Pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja dan iuran jaminan kematian kepada badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, yang dibayarkan oleh pemberi kerja;
  • Pembayaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan kepada badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja;
  • Pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja.

Artinya, manfaat asuransi yang diperoleh pegawai akan dipotong PPh 21 bagi orang pribadi dalam negeri oleh perusahaan tempat bekerja karena iuran/premi asuransinya dibayarkan oleh pemberi kerja, sehingga dianggap sebagai penghasilan tambahan bagi karyawan.

Premi ini akan menambah total penghasilan bruto karyawan yang digunakan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak karyawan yang dikenakan PPh.

Sebaliknya, iuran/premi asuransi yang dibayar sendiri oleh orang pribadi, tidak akan dipotong PPh 21/26 oleh pemberi kerja, karena premi asuransi yang dibayar sendiri oleh wajib pajak berfungsi sebagai pengurang penghasilan bruto.

Dengan demikian, pihak yang dikenakan PPh premi asuransi adalah orang pribadi pekerja yang premi asuransinya dibayarkan oleh pemberi kerja.

B. Pajak atas Klaim Asuransi

Merujuk Pasal 4 ayat (3) huruf e UU No. 36/2008 tentang PPh, yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan adalah:

  • Pembayaran dari perusahaan kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

Namun dalam perubahan UU PPh pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, bunyi Pasal 4 ayat (3) huruf e berubah menjadi, yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan yakni:

  • Pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa.

Dengan demikian, jika dalam UU PPh pengecualian objek pajak adalah pembayaran klaim produk asuransinya, kini melalui UU Cipta Kerja yang dikecualikan dari objek PPh adalah pembayaran klaim asuransi untuk kejadian tertentu.

Artinya, wajib pajak orang pribadi yang memperoleh pembayaran atas klaim asuransi selain yang diatur dalam UU Cipta Kerja tersebut akan dipotong PPh oleh penyelenggara asuransi. Jenis asuransi ini biasanya memiliki manfaat yang mirip dengan deposito sehingga terdapat pajak asuransi jiwa dari premi yang diklaim.

C. PPh 26 untuk Perusahaan Asuransi Asing

Bagi perusahaan asuransi, premi yang dibayarkan pemegang polis atau pengguna manfaat perlindungan dianggap sebagai pendapatan.

Apabila perusahaan asuransi tersebut merupakan perusahaan luar negeri, maka atas pembayaran premi asuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan neto.

Hal ini sebagaimana diatur dalam dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 624/KMK.04/1994 tentang Pemotongan PPh Pasal 26 atas Penghasilan Berupa Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang Dibayar Kepada Perusahaan Asuransi di Luar Negeri.

Pihak yang memotong PPh 26 dilakukan oleh tertanggung, ataupun perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia.

Namun sesuai Pasal 2 ayat (5) UU PPh, ketentuan tersebut tidak berlaku apabila perusahaan asuransi asing memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

D. PPN atas Jasa Agen Asuransi

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada asuransi ini tidak berkaitan dengan premi asuransi yang dibayarkan pemegang polis, melainkan pengenaan pajak atas penyelenggaraan usaha penyediaan jasa asuransi.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi.

Pasal 2 ayat (1) PMK 67/2022 menyebutkan PPN terutang atas penyerahan:

  • Jasa agen asuransi oleh agen asuransi kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah;
  • Jasa pialang asuransi oleh perusahaan pialang asuransi kepada perusahaan asuransi dan/atau perusahaan asuransi syariah;
  • Jasa pialang reasuransi oleh perusahaan pialang reasuransi dan/atau perusahaan reasuransi syariah.

PPN atas jasa asuransi ini dipungut oleh perusahaan asuransi dari pihak agen asuransi ataupun perusahaan pialang asuransi/reasuransi.

Besar PPN terutang yang harus dipungut dan disetor sebesar:

  • 10% dari tarif PPN (UU PPN) dikalikan dengan komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan kepada agen asuransi.
  • 20% dari tarif PPN (UU PPN) dikalikan dengan komisi atau imbalan dengan nama adn dalam bentuk apapun yang diterima oleh perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi.

Bagaimana Premi Asuransi Memengaruhi Perhitungan Pajak

Premi asuransi dapat memengaruhi perhitungan pajak, terutama ketika premi tersebut dibayarkan oleh perusahaan untuk karyawan.

Premi yang dibayarkan oleh perusahaan biasanya dianggap sebagai tunjangan, sehingga menjadi bagian dari penghasilan karyawan yang dikenai pajak.

Dalam UU PPh yang diatur kembali dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tunjangan tertentu sesuai ketentuan yang berlaku merupakan komponen yang dihitung dalam pengenaan PPh 21.

Dengan demikian, premi akan meningkatkan dasar perhitungan PPh Pasal 21 bagi karyawan. Sehingga memengaruhi besar penghasilan yang akan diterima setelah pajak.

Namun pada jenis asuransi tertentu, seperti asuransi jiwa individu, premi yang dibayarkan dimungkinakn tidak secara langsung memengaruhi perhitungan pajak, karena tidak termasuk sebagai objek pajak.

Cara Menghitung Pajak atas Premi Asuransi

Penghitungan pajak premi asuransi tergantung pada jenis pajak yang dikenakan. Simak beberapa contoh perhitungan berikut:

  1. Contoh PPh 21 pembayaran premi asuransi

Tuan A bekerja di PT BBB dengan premi asuransinya ditanggung dan dibayarkan oleh perusahaan senilai Rp10.000.000 per tahun. Maka premi asuransi yang telah dibayarkan perusahaan tersebut dianggap sebagai tunjangan yang diberikan kepada karyawan. Sehingga Rp10.000.000 ini akan menjadi bagian dari penghasilan kena pajak Tuan A yang perhitungan pajak penghasilannya menggunakan tarif progresif PPh 21 TER.

  1. Contoh PPh klaim asuransi

Tuan B menyetor premi asuransi jiwa selama 20 tahun senilai Rp1.000.000.000 ke Perusahaan Asuransi CCC. Kemudian pada tahun kedua puluh, Tuan B mengakhiri polis asuransinya dan menerima nilai tunai sebesar Rp1.800.000.000. Maka berdasarkan UU Cipta Kerja, PT CCC memotong PPh dari selisih nilai preminya, yakni sebesar Rp800.000.000.

  1. Contoh PPh 26 premi asuransi

PT DDD mengasuransikan bangunan pabrik ke perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi selama 2024 sebesar Rp1.000.000.000. Kemudian besar perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri dihitung berdasarkan persentase sesuai KMK 624/KMK.04/1994 sebesar 50%, yakni:

= 50% x Rp1.000.000.000

= Rp500.000.000

Maka besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh PT DDD selama 2024 atas pembayaran premi asuransi dari perusahaan asuransi luar negeri tersebut adalah:

= 20% x Rp500.000.000

= Rp100.000.000

Artinya, besar PPh 26 atas pembayaran premi asuransi ke perusahaan asuransi luar negeri tersebut sebesar 10% dari jumlah keseluruhan premi, yakni 10% x Rp1 miliar = Rp100 ribu.

  1. Contoh PPN jasa asuransi

PT EEE merupakan perusahaan asuransi umum bekerja sama dengan PT FFF sebagai pialang. Pada Januari 2025 PT FFF menerbitkan tagihan komisi atas penyerahan jasa pialang asuransi kepada PT EEE sebesar Rp200.000.000.

Kemudian PT FFF meneruskan pembayaran premi dari pemegang polis ke PT EEE yang disebut sebagai penyerahan jasa asuransi, dan penyerahan tersebut terutang PPN. Sehingga PT EEE wajib memungut PPN atas penyerahan jasa pialang asuransi tersebut dengan perhitungan berikut:

= 20% x Tarif PPN x Komisi atau imbalan yang diterima oleh perusahaan pialang asuransi

= 20% x 11% x Rp200.000.000

=Rp4.400.000

Maka, PT FFF sebagai pemungut PPN atas jasa penyerahan pialang asuransi tersebut harus menyetorkan ke kas negara senilai Rp4,4 juta.

Baca Juga: Cara Setor PPN Online di e-Billing

Faktor yang Memengaruhi Besaran Pajak Premi Asuransi

Beberapa faktor yang memengaruhi besaran pajak premi asuransi meliputi:

  • Jenis asuransi (umum, jiwa, kesehatan) dan kategori klaim asuransinya
  • Pihak yang membayar premi (perusahaan atau individu)
  • Jenis perlindungan (memiliki komponen investasi atau tidak)
  • Kebijakan fiskal pemerintah (insentif ataupun besar tarif pajaknya)

Apakah Premi Asuransi Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak?

Premi asuransi bisa dikurangkan dari penghasilan kena pajak dalam kondisi tertentu tergantung pada jenis asuransi dan pihak yang membayar preminya.

Maka beberapa situasi berikut yang bisa tidaknya premi asuransi dikurangkan dari penghasilan kena pajak:

  • Premi yang dibayarkan perusahaan untuk karyawan sebagai pengeluaran operasional bagi perusahaan, sehingga dapat mengurangi biaya premi yang dikeluarkan perusahan dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak perusahaan.
  • Premi yang dibayar individu tidak dapat langsung dikurangkan dari penghasilan kena pajak, sehingga individu tidak bisa menggunakannya untuk mengurangi beban pajaknya.
  • Premi asuransi dengan komponen investasi tidak pengurangan pajak langsung, namun keuntungan dari investasi dapat dikenakan pajak jika menghasilkan laba.

Kesimpulan

Pajak premi asuransi dikenakan atas premi yang dibayarkan untuk memperoleh perlindungan asuransi dengan ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

PPh dikenakan pajak premi asuransi pegawai yang dibayarkan oleh perusahaan, di mana premi ini dianggap sebagai tunjangan karyawan dan menambah penghasilan bruto yang dikenai PPh Pasal 21.

Pengenaan pajak terkait premi asuransi juga berlaku atas pembayaran premi oleh tertanggung/pemegang polis kepada perusahaan asuransi luar negeri berupa PPh Pasal 26.

Namun untuk pengenaan PPN tidak berkaitan dengan pembayaran premi langsung oleh pengguna/pemegang polis, melainkan pengenaan PPN atas penyerahan jasa asuransi oleh agen atau pialang ke perusahaan asuransinya. Itulah penjelasan tentang asuransi dan perpajakan yang berlaku di Indonesia, semoga dapat membantu Anda memahaminya.

Referensi

Database Peraturan JDIH BPK.Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

Database Peraturan JDIH BPK. Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM

JDIH Kemenkeu.go.id. Keputusan Menteri Keuangan No. 624/KMK.04/1994 tentang Pemotongan PPh Pasal 26 atas Penghasilan Berupa Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang Dibayar Kepada Perusahaan Asuransi di Luar Negeri

Sikapiuangmu.ojk.go.id. Jenis Asuransi

Database Peraturan JDIH BPK.Undang-Undang (UU) No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

JDIH Kemenkeu.go.id. Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.03/2022 tentang Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi

Database Peraturan JDIH BPK.Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang

Database Peraturan JDIH BPK. Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Database Peraturan JDIH BPK. Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Kategori : Regulasi Pajak
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
WhatsApp Hubungi Kami