Daftar Isi
10 min read

NJOPTKP dan NJKP serta Ketentuan dalam PMK No. 23/2014

Tayang 29 Jul 2022
NJOPTKP dan NJKP serta Ketentuan dalam PMK No. 23/2014

NJKP dan NJOPTKP adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Temukan penjelasan lengkap NJKP ada dan NJOPTKP dalam PMK No. 23/2014 serta presentase NJKP tertinggi dalam blog Mekari Klikpajak.id berikut.

Dasar hukum pajak bumi dan bangunan atau PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang diubah dengan UU No. 12/1994 dan diperbarui dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan beberapa peraturan turunan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) maupun Peraturan Gubernur (Pergub) dari masing-masing daerah sebagai peraturan pelaksanaannya.

Bicara pajak bumi dan bangunan, maka tak lepas dari yang namanya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang kemudian bagian dari NJOPTKP dan NJKP.

Lalu, apa itu NJOP? Ketentuan NJOP ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, sebagai peraturan perubahan dari PMK

Dalam Pasal 1 ayat 12 PMK 208/2018 disebutkan, Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.

NJOP merupakan dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung pajak PBB.
Pengelolaan pajak PBB terbagi dua, yaitu pemerintah daerah untuk PBB-P2 dan pemerintah pusat untuk PBB-P3.

Merujuk Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Produk Domestik Regional Bruto (UU PDRD), PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Objek pajak PBB-P2 adalah bumi dan bangunan yang ada di wilayah perkotaan dan perdesaan, seperti:

  • Apartemen
  • Rumah susun
  • Hotel
  • Pabrik
  • Tanah kosong
  • Sawah

Sedangkan objek pajak PBB-P3 adalah perkebunan, perhutanan, pertambangan dan sektor lainnya.

Tarif maksimal yang ditetapkan untuk pajak PBB-P2 adalah 0,3%, namun tarifnya bervariasi tergantung kebijakan pemerintah daerah setempat.

Sedangkan tarif pajak PBB-P3 memiliki tarif tunggal yakni 0,5%.

Namun untuk mengetahui berapa besar pajak bumi dan bangunan, harus mengetahui juga besar Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), dengan terlebih dahulu mengurangkan dari nilai jual objek pajak yang tidak dikenakan pajak atau NJOPTKP.

Jadi, dalam pengenaan pajak PBB terdapat batas nilai Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak dikenakan pajak yang disebut NJOPTKP.

Ketentuan terbaru NJKP dan NJOPTKP adalah diatur dalam PMK No. 23/2014. Selengkapnya terus simak ulasannya dari Mekari Klikpajak berikut ini.

Apa itu NJOPTKP dan NJKP adalah Sebagai Berikut

Sebagaimana termaktub dalam UU No. 12 Tahun 1985, yang menjadi objek pajak PBB adalah bumi dan/atau bangunan.

Namun klasifikasi objek pajak PBB ini diatur lebih dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai peraturan pelaksanaannya.

Sedangkan subjek pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, NJOP merupakan salah satu unsur dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB.

Namun untuk mengetahui besar pajak bumi bangunan terutang yang harus dibayarkan, terlebih dahulu harus mengetahui NJOPTKP dan Nilai Jual Kena Pajak atau NJKP-nya.

Agar lebih mudah memahami tentang NJOPTKP dan NJKP, berikut definisi dari keduanya serta penjelasan tentang NJOP dan perbedaannya dengan NJOPTKP:

a. Tentang NJOP

Merujuk PMK No. 208/2018, NJOP diperoleh melalui proses penilaian yang dibedakan menjadi:

1. NJOP Bumi

Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP Bumi adalah hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan NJOP Bumi per meter persegi.

2. NJOP Bangunan Objek Pajak Umum

Sedangkan NJOP Bangunan Objek Pajak Umum adalah hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.

3. NJOP Bangunan Objek Khusus

Nilai Objek Pajak atau NJOP Bangunan adalah hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.

Baca Juga: Tarif PBB Terbaru : Cara Hitung dan Bayar Pajak Bumi Bangunan

b. Pengertian NJOPTKP adalah?

Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak atau NJOPTKP adalah batas NJOP yang tidak kena pajak.
NJOPTKP digunakan menentukan besar pajak PBB dengan cara mengurangkan dari jumlah NJOP.

Jadi, dalam penetapan besarnya pajak bumi dan bangunan terutang, setiap wajib pajak diberikan NJOPTKP.

Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam satu Tahun Pajak.

Apabila WP memiliki beberapa objek pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya 1 objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lain.

Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota berbeda-beda tergantung kondisi perekonomian masing-masing daerah, namun tetap mengacu pada batas bawah yang ditetapkan Kementerian Keuangan.

Besar batas NJOPTKP ditetapkan Menteri Keuangan (Menkeu) sebagai acuan setiap daerah untuk menentukan besar NJOPTKP yang ditetapkan Kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dari setiap provinsi dengan mempertimbangkan pendapatan pemerintah daerah setempat.

Masing-masing daerah biasanya meninjau NJOPTKP Kabupaten dan/atau Kota setiap 3 tahun sekali.
Sedangkan untuk objek pajak tertentu dalam penetapan NJOPTKP biasanya dilakukan setiap tahun sesuai dengan perkembangan masing-masing wilayah.

Umumnya, meski nilai NJOPTKP dinaikkan, namun tidak semua nilai ketetapan PBB dari wajib pajak juga mengalami kenaikan.

Nilai ketetapan pajak PBB yang harus dibayarkan dari masing-masing daerah ada yang meningkat dan ada pula yang tetap. Hal ini dikarenakan kenaikan tersebut bervariasi tergantung zona tanah di masing-masing daerah.

Baca Juga: NJOP Dalam Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan

c. Pengertian NJKP adalah?

Definisi Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) atau NJKP adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.

Awalnya, persentase NJKP dalam UU PBB ditetapkan sebesar 20%. Kemudian melalui Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002, NJKP untuk objek pajak dengan nilai jual Rp1 miliar atau lebih dan termasuk objek sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan ditetapkan sebesar 40% dari NJOP.

Sedangkan NJKP untuk objek pajak lain yang nilai jualnya kurang dari Rp1 miliar adalah sebesar 20% dari NJOP.

Dalam contoh perhitungan NJKP dalam UU PBB, apabila nilai jual suatu objek pajak Rp1.000.000 dan persentase NJKP yang ditetapkan untuk objek pajak tersebut misalnya 20%, maka besarnya NJKP objek pajaknya adalah 20% x Rp1.000.000 = Rp200.000.

Sedangkan jika NJOP sebesar Rp1.000.000 dan persentase NJKP yang ditetapkan untuk objek tersebut misalnya Rp50%, maka besarnya NJKP objek adalah 50% x Rp1.000.000 = Rp500.000.

Namun, sejak adanya UU PDRD, pengelolaan PBB terbagi menjadi dua yakni PBB-P2 dan PBB-P3 seperti yang sudah disebutkan di atas.

d. Perbedaan NJOP dan NJOPTKP

Agar lebih mudah memahami perbedaan antara NJOP dan NJOPTKP, simak tabel berikut:

No. NJOPTKP NJOP
1.
  • Terdapat objek pajak yang tidak dapat dikenakan pajak
  • Objek yang tidak dapat dikenakan pajak harus memiliki kriteria tertentu dalam UU PBB No. 12/1994
  • Objek pajak yang tidak dapat dikenakan pajak semata-mata untuk kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
  • Objek pajak yang tidak dikenakan pajak PBB berikutnya adalah yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenisnya.
NJOP Bumi: Dasar penetapannya adalah letak, pemanfaatan, peruntuhan dan kondisi lingkungan.
2. Objek pajak yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai suatu desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak. NJOP Bangunan: Dasar penetapannya adalah bahan yang digunakan di dalam bangunan, rekayasa, letak dan kondisi bangunan.
3. Objek digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asa perlakuan timbal balik. Contoh objek bumi adalah sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, dan tambang.
4. Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Contoh objek bangunan adalah rumah tinggal, bangunan usaha, gdeung bertingkat, pusat perbelanjaan, pagar mewah, kolam renang, jalan tol.

Ketentuan dalam PMK 23/2014 yang Mengatur NJOPTKP adalah?

Sebelumnya, besar NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp2.000.000 dalam UU No. 12/1985.

Lalu melalui UU No. 12 Tahun 1994, besar NJOPTKP diubah menjadi Rp8.000.000.

Kemudian besar NJOPTKP dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000 tentang Penyesuaian Besarnya NJOPTKP Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan, dinaikkan menjadi sebesar Rp12.000.000.

Besar NJOPTKP kembali diubah melalui UU No. 28 Tahun 2009 menjadi sebesar paling rendah Rp10.000.000.

Berikutnya, melalui PMK No. 67/PMK.03/2011 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bumi dan Bangunan, besar NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp24.000.000.

Besar NJOPTKP diturunkan

Kemudian besar NJOPTKP kembali diperbarui melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2014 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bumi dan Bangunan.

Dalam Pasal 1 ayat (3) PMK Nomor 23 Tahun 2014 ini, besar NJOP ditetapkan sebesar Rp12.000.000.

Namun besar NJOPTKP ini hanya berlaku untuk Pajak Bumi dan Bangunan atau pajak PBB selain sektor perdesaan dan perkotaan.

Dengan demikian, untuk besar NJOPTKP untuk sektor perdesaan dan perkotaan masih mengacu pada UU PDRD No. 28/2009, yakni pada Pasal 77 ayat (4) dan Pasal 87 ayat (4), yang disebutkan bahwa besarnya NJOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp10.000.000 untuk setiap wajib pajak.

Sehingga pemberian pengurangan NJOPTKP untuk PBB ditetapkan masing-masing daerah dengan mengacu peraturan yang diterbitkan Kementerian Keuangan.

Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa NJOPTKP dalam PMK tersebut merupakan acuan dan penetapan besar NJOPTKP dari masing-masing daerah ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP dari setiap provinsi/daerah.

NJOPTKP dan NJKP serta Ketentuan dalam PMK No. 23/2014, presentase njkp tertinggi

Presentase NJKP Tertinggi dalam Dasar Penghitungan NJOP dan NJOPTKP

Seperti yang sudah disebutkan di atas, dasar menghitung pajak PBB Terutang adalah hasil perkalian dari tarif PBB 0,5% dengan NJKP.

NJKP merupakan nilai jual objek yang akan dimasukkan dalam perhitungan pajak terutang yang jadi bagian dari NJOP.

Untuk menghitung NJOP sebagai dasar pengenaan PBB adalah NJOP Bumi + NJOP Bangunan.

Nilai tersebut menjadi ukuran yang memengaruhi besaran pajak PBB nantinya. Semakin tinggi NJOP, makin tinggi pula pajak PBB yang akan dibayarkan.

NJKP sebagai hasil dari selisih NJOP dikurangi NJOPTKP, yang mana ketentuan persentase NJKP sudah ditetapkan pemerintah.

Sedangkan NJKP yang ditetapkan dalam Pasal 6 ayat 3 UU PBB serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.

Berikut adalah jumlah presentase NJKP dalam KMK No. 201/2000:

1. Objek pajak perkebunan 40%

a. Objek pajak pertambangan 40%

b. Objek pajak kehutanan 40%

c. Objek pajak lainnya, seperti perdesaan dan perkotaan yang dilihat dari Nilai Jual Objek Pajaknya, yakni: apabila nilai NJOP lebih dari Rp1 miliar, maka persentase NJKP-nya 40%, dan apabila NJOP-nya kurang dari Rp1 miliar maka persentase NJKP sebesar 20%

Seperti yang sudah disinggung di atas, seiring berlakunya UU PDRD No. 28 Tahun 2009, pemungutan dan perhitungan PBB-P2 tidak lagi menggunakan NJKP yang sebelumnya diatur dalam UU PBB.

NJKP hanya digunakan untuk perhitungan pajak PBB-P3.

Baca Juga: Fitur Klikpajak Multi User & Multi Company: Cara Efektif Kelola Pajak Bisnis, Gratis!

Contoh Cara Menghitung NJOPTKP dan NJOP

Lalu, bagaimana cara menghitung NJOP dan NJOPTKP untuk pajak Pajak Bumi dan Bangunan ini?

Berikut adalah contoh perhitungan cara menghitung NJOPTKP dan NJOP pajak bumi dan bangunan:

Tuan A memiliki gedung perkantoran di Jakarta dengan luas bangnan 250 meter persegi dan luas tanah 350 meter persegi.

Kemudian NJOP dari gedung kantor tersebut sebesar Rp2.000.000 per meter persegi.

Maka, pehitungan pajak PBB yang harus dibayarkan Tuan A adalah sebagai berikut:

NJOP Bangunan = 250 m2 x Rp2.000.000 = Rp500.000.000
NJOP Bumi = 350 m2 x Rp2.000.000 = Rp700.000.000
Total NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB = Rp500.000.000 + Rp700.000.000 = Rp1.200.000.000

 

Berikutnya, Tuan A akan menentukan NJKP yang diperoleh dari NJOP sebagai dasar PBB dengan nilai NJOPTKP yang sesuai ketentuan minimal adalah Rp10.000.000.

Nilai NJOP = Rp1.200.000.000 – Rp10.000.000 = Rp1.190.000.000
NJKP 40% = 40% x Rp1.190.000.000 = Rp476.000.000
PBB yang dibayarkan / PBB Terutang = 0,5% x Rp476.000.000 = Rp2.380.000

Kelola Perpajakan Lebih Mudah dengan Klikpajak

Itulah penjelasan tentang NJOPTKP dan NJKP serta ketentuan perundang-undangan terbaru dalam PMK No. 23/2014.

Berikutnya, Anda juga dapat melakukan administrasi perpajakan dengan cara mudah seperti menghitung, bayar dan lapor pajaknya melalui aplikasi pajak online Klikpajak sebagai PJAP yang ditunjuk DJP untuk memudahkan pelayanan perpajakan.

Selengkapnya temukan di sini Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online yang Terintegrasi Mitra Resmi DJP.

Ingin langsung gunakan aplikasi pajak online Klikpajak untuk kelola pajak bisnis Anda? Klik tautan di bawah ini:

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak