Berbeda dengan SPT Tahunan, SPT Masa Pajak Penghasilan (PPh) merupakan dokumen untuk melapor pajak bulanan. SPT Masa PPh digunakan untuk melapor pajak yang dipungut dari hasil pendapatan ekonomi Wajib Pajak.
Kemudian pajak tersebut wajib dilaporkan pada setiap Masa Pajak (setiap bulan). Terdapat 6 jenis SPT Masa PPh, salah satunya adalah SPT Masa PPh Pasal 25. Berikut ini informasi lengkap tentang SPT Masa PPh Pasal 25 yang wajib Anda pahami.
Jenis SPT Masa Pajak Penghasilan
Sebelum membahas lebih lanjut tentang SPT Masa PPh Pasal 25, berikut ini penjelasan singkat kelima jenis SPT Masa PPh:
- SPT Masa PPh Pasal 21/26 digunakan untuk melaporkan tentang Pajak Penghasilan karyawan. Pasal 21 mengatur karyawan Indonesia, dan Pasal 26 mengatur karyawan asing yang berdomisili di Indonesia.
- SPT Masa PPh Pasal 22 digunakan untuk melaporkan pajak yang dipungut PPh 22 bendaharawan Pemerintah yang berkenaan dengan penghasilan dari transaksi impor.
- Sedangkan SPT Masa PPh Pasal 23/26, sehubungan dengan pajak yang dipotong dari hasil transaksi modal, seperti dividen, bunga, royalti, serta hadiah dan penghargaan. Selain itu, sewa dan pendapatan yang terkait dengan aset selain dari transaksi tanah dan bangunan dan jasa. Pasal 23 ini diperuntukkan untuk transaksi yang terjadi dengan Wajib Pajak Indonesia. Sedangkan Pasal 26 diperuntukkan untuk transaksi dengan orang asing atau Badan Usaha Tetap milik asing.
- SPT Masa PPh Pasal 4 Ayat (2), sehubungan dengan pajak yang dipotong dari penghasilan yang telah dipotong dari bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang dibayarkan koperasi, hadiah undian, transaksi saham dan sekuritas lainnya, serta transaksi lain sebagaimana yang diatur dalam peraturannya.
- Dan SPT Masa PPh Pasal 15 adalah laporan pajak yang berhubungan dengan Norma Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, seperti Wajib Pajak Badan yang bergerak di bidang pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, pengeboran minyak, gas dan geothermal, perusahaan dagang asing, serta perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan-guna-serah.
Baca Lagi: Tarif PPh 25 dan Mekanisme Perhitungannya
SPT Masa PPh Pasal 25
SPT Masa PPh Pasal 25 ini berhubungan dengan angsuran bulanan. Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) merupakan pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan dengan sistem angsuran.
Hal ini bertujuan untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun.
Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 ini harus dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak, dan tidak dapat diwakilkan.
1. Perhitungan PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan dapat dihitung sebesar PPh terutang badan pajak tahun sebelumnya, lalu dikurangi dengan:
a) Pajak Penghasilan yang dipotong sesuai dengan Pasal 21 (sesuai tarif Pasal 17 Ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal 23 (sebesar 15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah, dan sebesar 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa), serta PPh 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP).
b) Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai dengan Pasal 24, kemudian dibagi 12 (atau total bulan dalam pajak masa satu tahun).
2. Tarif PPh Pasal 25
Pembayaran angsuran PPh 25 yang berlaku bagi wajib pajak badan yaitu Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan 25% (Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf b UU PPh). Sedangkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, terdapat dua jenis pembayaran angsuran PPh Pasal 25 yaitu:
a) Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP-OPPT) yaitu Wajib Pajak yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi WP-OPPT adalah 0.75% dikalikan dengan omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
b) Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP-OPSPT) yaitu para pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi WP-OPSPT adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan dengan tarif PPh 17 Ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
Tarif PPh 17 Ayat (1) huruf a pada Undang-undang PPh yaitu, sampai dengan Rp50.000.000 sebesar 5%, antara Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 sebesar 15%, antara Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 sebesar 25%, dan diatas Rp500.000.000 sebesar 30%.
Baca juga: Pajak Penghasilan Pasal 25 : Contoh dan Tarif PPh 25 Badan
3. Waktu Pembayaran PPh Pasal 25
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada tanggal 21 Mei 2008, pembayaran PPh Pasal 25 harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya.
Untuk melakukan setoran pajak, Wajib Pajak harus membuat ID Billing terlebih dahulu. Pembayaran PPh Pasal 25 ini memiliki batas waktu yaitu paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya. Sebagai contoh, untuk pembayaran bulan Februari 2018, angsuran PPh 25 harus dibayar paling lambat 15 Maret 2018.
Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur, maka pembayaran masih dapat dilakukan pada hari berikutnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010.
Setelah memahami berbagai hal tentang PPh Pasal 25, Anda sebagai Wajib Pajak disarankan untuk tidak terlambat melakukan pembayaran.
Apabila Anda terlambat melakukan pembayaran, maka Anda akan akan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulannya. Sanksi tersebut dihitung sejak tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.