Pemerintah Indonesia akan menerapkan kebijakan cukai pada Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) pada 2025 sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi konsumsi gula berlebih di masyarakat.
Kebijakan ini dirancang untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes, dan penyakit tidak menular lainnya yang semakin meningkat.
Mekari Klikpajak akan mengulas lebih dalam tentang apa itu cukai minuman berpemanis, alasan di balik kebijakan ini, serta dampaknya terhadap berbagai pihak, mulai dari konsumen hingga pengusaha, serta regulasi pajak minuman berpemanis yang berlaku.
Apa itu Cukai Minuman Berpemanis?
Cukai adalah pungutan yang dikenakan pada barang-barang tertentu yang memiliki dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan.
Dalam konteks minuman berpemanis, cukai dikenakan pada produk minuman yang mengandung gula tambahan, baik dalam bentuk kemasan botol, kaleng, maupun bentuk lainnya.
Minuman berpemanis dalam kemasan ini mencakup berbagai jenis, seperti minuman ringan berpemanis (soft drinks), teh kemasan, jus dengan gula tambahan, hingga minuman berenergi.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 194 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024, bahwa dalam rangka pengendalian konsumsi gula, selain ditentukan batas maksimal kandungannya, juga dapat dikenakan cukai,
Secara umum, pungutan cukai dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sebagaimana diatur dalam UU Cukai.
Mengapa Cukai Minuman Berpemanis Diterapkan?
Ada beberapa alasan utama di balik penerapan cukai di Indonesia untuk minuman berpemanis, di antaranya:
- Mengurangi Konsumsi Gula Berlebih
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan konsumsi gula 10% dari total asupan energi per hari.
Konsumsi gula berlebih telah terbukti menjadi penyebab utama berbagai penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, hipertensi, hingga obesitas.
Penerapan cukai bertujuan untuk menekan konsumsi minuman berpemanis yang sering kali tinggi gula dan rendah nilai gizi, karena dampak minuman pada kesehatan yang buruk.
- Menurunkan Beban Kesehatan Nasional
Penyakit yang diakibatkan oleh konsumsi gula berlebih telah meningkatkan beban biaya kesehatan di Indonesia.
Data dari Federasi Diabetes Internasional (IDF/International Diabetes Federation), menunjukkan bahwa angka penderita diabetes dan obesitas di dunia terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir, yang diperkirakan mencapai 643 juta pada 2030 dan 783 juta pada 2045
Dengan adanya cukai, diharapkan masyarakat lebih sadar akan bahaya konsumsi gula berlebih.
- Peningkatan Penerimaan Negara
Selain untuk kesehatan, penerapan cukai juga diharapkan dapat menambah penerimaan negara. Mengingat, data dalam APBN 2024 menunjukkan tren peningkatan anggaran kesehatan dengan kenaikan 8,7% dari tahun sebelumnya menjadi 187,5 triliun.
Sehingga harus ada instrumen lain yang bisa menutup kebutuhan tersebut, salah satunya melalui pengenaan cukai.
Pendapatan dari cukai minuman berpemanis dapat digunakan untuk mendanai program kesehatan publik serta menanggulangi dampak negatif dari konsumsi gula.
- Mendukung Target Pembangunan Berkelanjutan
Dengan mengurangi konsumsi minuman berpemanis, kebijakan cukai ini juga sejalan dengan target pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam mencapai target terkait kesehatan dan kesejahteraan.
Baca Juga: Cukai Rokok Terbaru dan Perbedaan Pajak Rokok
Dampak Cukai Minuman Berpemanis Terhadap Berbagai Pihak
Berikut adalah dampak pengenaan cukai terhadap beberapa kalangan, baik konsumen, pengusaha, maupun pemerintah:
- Dampak Bagi Konsumen
Cukai minuman berpemanis dapat menyebabkan kenaikan harga produk di pasaran, karena ada penambahan komponen tarif cukai terhadap biaya produksi.
Kenaikan harga ini diharapkan dapat mendorong konsumen untuk mengurangi konsumsi minuman berpemanis dan beralih ke alternatif yang lebih sehat, seperti air putih atau jus alami tanpa tambahan gula.
- Dampak bagi Pengusaha
Di sisi lain, para pengusaha minuman berpemanis dapat menghadapi tantangan baru dengan adanya cukai ini. Harga jual yang lebih tinggi bisa menurunkan daya beli masyarakat, yang berpotensi menurunkan permintaan.
Namun, ada kesempatan bagi industri untuk berinovasi dengan menciptakan produk-produk yang lebih sehat, misalnya minuman rendah gula atau tanpa gula.
- Dampak Bagi Pemerintah
Dari sudut pandang pemerintah, penerapan cukai ini merupakan salah satu strategi fiskal untuk meningkatkan pendapatan negara sembari melindungi kesehatan publik.
Pemerintah juga akan memantau efektivitas kebijakan ini dari segi pengurangan penyakit terkait gula serta penerimaan cukai.
Kontroversi di Balik Kebijakan Cukai Minuman Berpemanis
Pun demikian, penerapan cukai ini tidak lepas dari kontroversi. Beberapa pihak, terutama dari kalangan pengusaha, berpendapat bahwa kebijakan ini memberatkan sektor industri, terutama di tengah kondisi ekonomi saat ini.
Ada kekhawatiran bahwa cukai ini bisa berdampak pada kenaikan biaya produksi dan penurunan daya beli masyarakat.
Namun, di sisi lain, banyak pakar kesehatan yang mendukung kebijakan ini sebagai langkah penting dalam mengendalikan angka konsumsi gula yang berlebihan. Mereka berargumen bahwa kesehatan masyarakat jangka panjang jauh lebih penting dibandingkan dampak ekonomi sesaat.
Aturan Terbaru Terkait Cukai Minuman Berpemanis
Hingga saat ini, kebijakan cukai minuman berpemanis belum sepenuhnya resmi diterapkan. Namun dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) 2025, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah telah menyepakati pengenaan cukai minuman berpemanis.
Penerapan ini menunggu penyesuaian terakhir dan pengesahan oleh pemerintah, dengan target implementasi bertahap untuk memastikan dampaknya pada industri dan masyarakat dapat dikelola dengan baik
Nantinya, implementasi pengenaan cukai minuman berpemanis tersebut akan tertuang pada peraturan pelaksananya, untuk menentukan besar tarif hingga tata cara pengenaannya.
Baca Juga: Pajak Konsumsi: Jenis dan Contoh Perhitungannya
Tarif Cukai Minuman Berpemanis dan Status Penerapan
Saat ini, sejumlah pihak tengah mengusulkan besar tarif cukai minuman berpemanis, seperti Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR yang mengusulkan sebesar 2,5%.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan, telah merancang aturan mengenai penerapan cukai pada minuman berpemanis. Berdasarkan rancangan aturan terbaru, tarif cukai untuk minuman berpemanis diusulkan sebesar:
- Minuman berpemanis dalam kemasan (misalnya minuman ringan, teh kemasan, dan minuman energi) dikenakan tarif Rp1.500 per liter.
- Minuman berpemanis dari konsentrat atau ekstrak (misalnya sirup atau bahan baku minuman yang dicampur air) dikenakan tarif yang lebih rendah, yaitu Rp2.500 per liter konsentrat.
Tarif ini bertujuan untuk membatasi konsumsi minuman berpemanis di masyarakat dengan memberikan efek pada harga akhir produk di pasaran, sehingga diharapkan dapat mengurangi pembelian dan konsumsi gula berlebih.
Solusi dan Rekomendasi bagi Pengusaha
Adanya kebijakan penerapan cukai minuman berpemanis ini, maka bagi para pengusaha, adaptasi terhadap kebijakan cukai ini bisa menjadi peluang untuk inovasi produk.
Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:
- Mengembangkan produk rendah gula atau bebas gula.
- Menawarkan minuman dengan bahan alami dan lebih sehat.
- Mengkomunikasikan manfaat kesehatan dari produk yang lebih sehat kepada konsumen.
Baca Juga: Contoh Perhitungan Bea Masuk, Pajak Impor dan Bea Masuk
Kesimpulan
Kebijakan penerapan cukai di Indonesia pada minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK merupakan langkah strategis yang diambil pemerintah untuk menjaga kesehatan masyarakat serta menambah penerimaan negara.
Meskipun ada tantangan dan kontroversi, kebijakan ini berpotensi memberikan dampak positif jangka panjang, terutama dalam mengurangi prevalensi penyakit yang terkait dengan konsumsi gula berlebih.
Meskipun belum sepenuhnya resmi mulai diimplementasikan, tarif cukai yang saat ini sedang dikaji ulang diharapkan dapat menyeimbangkan antara kepentingan kebijakan kesehatan Indonesia dari sisi fiskal, ekonomi, masyarakat.
Dengan edukasi yang tepat kepada konsumen dan adaptasi dari para pengusaha, kebijakan ini diharapkan dapat berjalan efektif dan memberi manfaat bagi semua pihak.
Referensi
Media Kemenkeu.go.id. “Nota RAPBN Tahun Anggaran 2025”
WHO.int. “Who calls on countries to reduce sugars intake among adult and children”
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai”
DJPB Kemenkeu.go.id. “Urgensi Pengenaan Cukai pada Minuman Berpemanis dalam Kemasan”
IDF Diabetes Atlas. “IDF Diabetes Atlas Report”
Sekretariat Negara.go.id. “Formula Jitu Pemerintah Atasi Kenaikan Inflasi Medis dan Biaya Kesehatan”
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan”
Kemenkeu.go.id. “DPR Sahkan UU APBN Tahun Anggaran 2025, Menkeu Sri Mulyani: Pertama Kali Pendapatan Negara Tembus Rp3.000 Triliun”
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai“