Jangan asal beli, pahami ketentuan pajak impor barang dengan mengetahui bagaimana perhitungan bea masuk hingga Pajak Dalam Rangka Impor (PDRD) yang dipungut Ditjen Bea Cukai.
Simak penjelasannya di bawah ini, Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda agar lebih mudah memahami perpajakan yang akan ditanggung dalam kegiatan importasi barang.
Pengertian Bea dan Cukai, Bea Masuk, Pajak Impor atau PDRI
Istilah bea adalah pungutan pajak atas barang atau komoditas dalam hal kegiatan ekspor maupun impor.
Selain itu, bea juga dikenakan terhadap barang atau komoditas tertentu yang dinilai perlu kena pajak.
Bea juga dikelompokkan menjadi 2 bentuk, yakni:
1. Bea Masuk
Bea Masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang impor.
2. Bea Keluar
Bea Keluar adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor.
Barang-barang yang terkena bea keluar antara lain:
- Kulit
- Kayu
- Biji kakao
- Kelapa sawit (CPO dan turunannya)
- Produk hasil pengolahan mineral logam
- Produk mineral logam dengan kriteria tertentu
Perhitungan Bea Keluar jika tarifnya ditetapkan berdasarkan persentase dari Harga Ekspor (advalorem), maka Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus berikut:
Sedangkan perhitungan bea keluar jika tarifnya ditetapkan secara spesifik, maka Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus:
Bea Masuk dan Jenisnya
Bea Masuk adalah pungutan atau bea dari barang impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan RI.
Aturan mengenai Bea Masuk barang impor ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10/1995 tentang Kepabeanan.
Berikut ini jenis-jenis bea masuk barang impor berdasarkan BAB IV Undang-Undang Kepabeanan:
1. Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)
Jenis Bea Masuk Tindakan Pengamanan atau BMTP ini disebut juga safeguard, yakni bea masuk yang dikenakan pada barang impor, di mana jenis barang tersebut sudah kebanyakan diimpor.
BMPT dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri dari barang sejenis yang mengalami kerugian serius.
2. Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD)
Sedangkan jenis Bea Masuk Anti Dumping atau BMAD dikenakan pada barang impor yang ditetapkan sebagai barang dumping.
Barang dumping adalah barang yang harganya lebih murah dibanding barang sejenis di dalam negeri.
BMAD dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri supaya tidak kalah saing.
3. Bea Masuk Pembalasan (BMP)
Jenis Bea Masuk Pembalasan atau BMP adalah Bea Masuk yang dikenakan pada barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang-barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.
4. Bea Masuk Imbalan (BMI)
Jenis Bea Masuk Imbalan atau BMI ini dikenakan pada barang impor, yang ditemukan adanya subsidi dari pemerintah di negara pengekspor.
Dengan begitu, pengenaan Bea Masuk Imbalan atau BMI ini ditujukan untuk melindungi industri dalam negeri dari barang yang sama.
Apa itu cukai?
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan pada barang-barang tertentu yang memiliki sifat dan karakteristik tersendiri.
Sehingga jenis barang yang berkaitan dengan pengenaan pungutan ini dikenal dengan istilah barang kena cukai.
Barang kena cukai artinya barang-barang tertentu yang sifatnya dikonsumsi namun perlu dikendalikan dan diawasi peredarannya karena efek yang ditimbulkannya sehingga perlu dikenakan pungutan cukai.
Jenis barang kena cukai di antaranya:
- Etanol atau etil alkohol
- Minuman dengan kadar etil alkohol
- Produk tembakau (seperti cerutu, sigaret, rokok, daun tembakau iris, dan hasil tembakau lainnya yang proses pembuatannya tidak sesuai dengan himbauan dari pemerintah)
Apa itu Pajak Impor atau PDRI?
Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) atau pajak impor adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas komoditas atau barang-barang impor.
Pajak impor atau PDRI ini dihitung di luar dari bea masuk dan cukai.
Pajak impor atau PDRI terdiri dari beberapa jenis pajak, yakni:
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22 Impor)
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
PDRI atau pajak impor dihitung berdasarkan nilai impor barang.
Nilai impor merupakan nilai barang di dalam international commercial term CIF atau Cost, Insurance and Freight.
CIF adalah total nilai harga barang + ongkos kirim dan asuransi.
Dengan kata lain, nilai impor adalah hasil penambahan bea masuk dengan nilai impor suatu barang.
Baca Juga: Cara Mengisi PIB yang Benar agar Sama dengan Faktur Pajak
Bagaimana Perhitungan Biaya Bea Cukai di Indonesia?
Apabila selama ini Anda belanja online luar negeri sebesar US$75 bebas bea masuk, kini melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.010/2019, tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman, nilai bebas Bea Masuk turun menjadi USD3 per kiriman.
Akan tetapi, untuk barang jenis tekstil, sepatu, dan tas, tetap dikenakan bea masuk.
Berikut ketentuan pajak impor dalam PMK 199/2019:
- Nilai impor kurang dari USD3 per kiriman atau setara Rp45.000 (kurs 2023 sekira Rp15.000 per dolar AS) => Bebas Bea Masuk, tapi dikenakan PPN 11% (tarif PPN sesuai UU HPP)
- Nilai impor lebih dari USD3 hingga USD1500 per kiriman => Dikenakan Bea Masuk 7,5% dan PPN 11%
- Nilai impor lebih dari USD1500 per kiriman => Dikenakan Bea Masuk, PPN, dan PDRI
Jika nilai total barang kiriman >USD1500 maka wajib menggunakan dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) atau PIBK (Pemberitahuan Impor Barang Khusus) berdasarkan persamaan prinsip yang sama antar negara-negara yang terdaftar dalam World Trade Organization (WTO).
Penerima barang kiriman senilai lebih dari USD1500 ini harus menyampaikan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) kepada Bea Cukai untuk menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan.
Jenis Barang yang Dikenakan Tarif Pajak Impor Normal
Pemerintah telah menetapkan tarif normal bea masuk dan PDRI untuk untuk komoditi tas, sepatu, dan garmen sebesar:
- Tas khusus 15% – 20%
- Sepatu khusus 15% – 25%
- Produk tekstil dengan PPN 11%
- Serta PPh Pasal 22 impor sebesar 7,5% hingga 10%
- Untuk barang khusus yaitu Buku Ilmu Pengetahuan bebas dikenakan Bea Masuk 0%, PPN 0%, dan PPh 22 impor 0%.
Penetapan tarif normal ini ditujukan demi menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara produk dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM (Industri Kecil Menengah) dan dikenakan pajak, dengan produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum.
Baca Juga: Panduan Lengkap PPh 22 , Cara Hitung dan Lapor SPT PPh 22
Cara Menghitung Pajak Impor Barang
Pajak impor ini dikenakan atas barang kiriman, bukan barang yang dibeli dengan cara dibawa langsung dari luar negeri.
Berikut cara menghitung pajaknya:
1. Hitung Nilai Dasar atau CIF
CIF (Cost-Insurance-Freight) atau CIF = Harga Barang (Cost) + Nilai Asuransi (insurance) + Biaya Kirim (freight).
2. Hitung CIF
Lalu CIF x (Tarif bea masuk 7,5%).
Khusus untuk barang seperti tas, sepatu, dan garmen dikenakan tarif bea masuk khusus seperti yang sudah disebutkan di atas.
3. Hitung DPP
Angka hasil dari penjumlahan CIF akan akan menjadi nilai DPP.
4. Hitung nilai akhir
Selanjutnya, DPP dikalikan PPN 11% dan dikalikan dengan PPh (kecuali PPh telah dikecualikan oleh pemerintah).
A. Contoh Perhitungan Bea Masuk untuk Hitung Pajak Impor atau Bea Cukai
Berikut contoh perhitungan PPh Pasal 22 untuk Bea Masuk dan Pajak Impor/PDRI sesuai ketentuan pajak Bea Cukai:
Tuan A impor tas olahraga dari Perancis senilai USD1000, dengan biaya asuransi USD10, biaya pengiriman USD20.
Karena sepatu bukan merupakan barang yang tergolong mewah, maka sepatu yang diimpor Tuan A tidak termasuk barang kena PPnBM.
Maka hanya perlu membayar sejumlah tarif PPN impor dan PPh 22 impor.
Tas olahraga yang diimpor Tuan A memiliki kode HS 43040091, maka tarif Bea Masuk sebesar 20%.
Berikut perhitungan bea masuk untuk menghitung pajak impor dari pembelian sepatu impor:
Jumlah Uang untuk Belanja Impor Tas Olahraga
Dari perhitungan ini, maka Tuan A harus mengeluarkan uang untuk membeli tas olahraga impor dari Perancis sebesar:
B. Contoh Barang Impor Tidak Kena Bea Masuk sesuai Aturan Pajak Bea Cukai
Seperti penjelasan di atas, sesuai PMK No. 199/2019, untuk barang impor senilai USD3 tidak akan dikenakan dikenakan Bea Masuk dan PPh 22 Impor.
Namun, bebas Bea Masuk impor ini tidak berlaku pada jenis produk tekstil, sepatu, dan tas.
Karena nilai impor yang tidak dipungut bea masuk hanya sebesar 3 dolar AS atau sekira Rp48.000 (kurs Rp16.000 per dolar AS), tentunya barang yang diimpor tidak tergolong mewah, sehingga juga terbebas dari pengenaan PPnBM impor.
Berikut contoh perhitungan bebas Bea Masuk impor barang belanja online.
Tuan A belanja online perhiasan imitasi dari Perancis seharga USD3 dengan biaya asuransi USD2 dan biaya pengiriman US$10.
Berikut perhitungan pajak impornya:
1. Penghitungan jika Kena PDRI
Namun, Tuan A dikenakan PDRI atas pembelian perhiasan imitasi dari Perancis tersebut.
Begini perhitungannya:
2. Jumlah Uang untuk Belanja Online
Dengan demikian, total biaya yang dikeluarkan Tuan A untuk membeli perhiasan imitasi dari belanja online tersebut sebesar:
Kesimpulan
Pajak impor barang adalah pajak yang dikenakan atas pengiriman barang dari luar negeri yang diangkut oleh jasa ekspedisi.
Pengenaan pajak impor barang ini dihitung dari komponen bea masuk, PPh 22 impor, PPN dan PDRI.
Namun perlu dipahami agar pencatatan dokumen dalam proses impor barang harus sesuai dengan nilai barang yang sebenarnya untuk menghindari ketidaksesuaian pengenaan pajaknya.
Sebab sesuai Pasal 28 ayat (1) PMK 96/2023, pejabat Bea dan Cukai atau SKP akan menetapkan tarif dan nilai pabean berdasarkan pemeriksaan pabean.
Hal ini perlu diperhatikan jangan sampai Anda harus membayar pajak impor lebih mahal daripada nilai barang yang sesungguhnya.
Misalnya karena kesalahan seperti mencatatkan nilai barang impor pada dokumen ekspedisi.
Itulah penjelasan tentang ketentuan beli online luar negeri tidak kena pajak dan perhitungan bea masuk serta pajak impor atau PDRI bagi wajib pajak yang melakukan aktivitas impor barang kena pajak. Semoga bermanfaat!
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2006“
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021“
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.010/2019“
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023“