Daftar Isi
12 min read

Cara Mengkreditkan Pajak Masukan dalam UU Cipta Kerja

Tayang 01 Nov 2022
Cara Mengkreditkan Pajak Masukan dalam UU Cipta Kerja

Ada aturan baru dalam membuat Faktur Pajak elektronik serta cara mengkreditkannya. Ketahui aturan baru membuat e-Faktur dan cara mengkreditkan Pajak Masukan di UU Cipta Kerja klaster Perpajakan.

Ketentuan baru mengenai pembuatan e-Faktur dan cara mengkreditkan Faktur Pajak Masukan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang di dalamnya memuat klaster perpajakan.

Sebagai informasi, Omnibus Law UU Cipta Kerja resmi diundangkan pada 2 November 2020 yang terdiri dari 15 Bab dan 186 Pasal dengan jumlah 1.187 halaman termasuk penjelasan.

Seperti apa ketentuan baru dalam pembuatan e-Faktur dan cara mengkreditkan Pajak Masukan sesuai dalam UU Cipta Kerja ini, berikut ulasan dari Mekari Klikpajak.

Mekari Klikpajak adalah penyedia jasa aplikasi pajak online mitra DJP resmi, yang berkomitmen membantu dunia usaha mencapai ‘Powering Business Growth‘ setiap perusahaan.

Klikpajak hadir untuk memenuhi kebutuhan Anda dalam mengembangkan dan memajukan bisnis melalui penyediaan support system perpajakan online lengkap dan terintegrasi dengan akuntansi online Jurnal.id, serta didukung dengan teknologi Application Programming Interface (API), seperti e-Faktur API dan e-Bupot API yang membuat pengelolaan pajak bisnis makin praktis.

PPN dalam UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja bidang Perpajakan ini merupakan masuk dalam klaster kemudahan dalam berusaha.

Salah satunya, memuat perubahan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Baragn dan Jasa dan PPnBM jo. UU No. 42/2009.

Bisa dibilang, perubahan ketentuan tentang Faktur Pajak dalam UU Cipta Kerja klaster Perpajakan ini merupakan insentif pajak dari pemerintah untuk PPN dan PPnBM.

Dalam UU Cipta Kerja ini, relaksasi ketentuan PPN dan kredit Pajak Masukan PPN lebih luwes lagi diberikan kepada para Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Ketentuan baru mengenai e-Faktur atau pengkreditan Faktur Pajak Masukan ini tertuang dalam Pasal 112 UU Cipta Kerja.

Selain berupa relaksasi, dalam UU Cipta Kerja Pasal 112 juga ada beberapa perubahan dan penambahan ketentuan beberapa pasal pada UU PPN ini menjadi lebih jelas dan penuh kepastian.

Tax LawIlustrasi UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan

Jenis Relaksasi PPN dalam UU Cipta Kerja

Apa saja perubahan pembuatan e-Faktur dan ketentuan cara mengkreditkan Pajak Masukan ini?

Berikut perubahan UU PPN dalam Pasal 112 UU Cipta Kerja yang termasuk relaksasi:

1. Pelonggaran Mengkreditkan Pajak Masukan

Pada UU Cipta Kerja klaster Perpajakan ini diatur mengenai ketentuan pengkreditan Pajak Masukan, yakni:

Pajak Masukan dapat dikreditkan atas perolehan BKP/JKP

Dimana, PKP yang belum menyerahkan barang atau jasa kena pajak (BKP/JKP) untuk ekspor dapat mengkreditkan Pajak Masukan.

Ketentuan ini mengubah Pasal 9 ayat (2a) UU PPN sehingga berbunyi:

“Bagi PKP yang belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP, Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.”

Sebelum diubah, Pasal 9 ayat (2a) UU PPN ini berbunyi demikian:

“Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.”

Sederhananya, jika dalam UU PPN sebelumnya itu PKP yang belum berproduksi dikecualikan dari PKP yang bisa mengkreditkan PPN, kini PKP yang belum berproduksi dapat mengkreditkan Pajak Masukan.

Baca juga: Perbedaan Faktur Pajak Masukan-Faktur Pajak Keluaran dan Cara Hitung

Mengkreditkan Pajak MasukanIlustrasi mengkreditkan Pajak Masukan sesuai UU Cipta Kerja

2. Mengkreditkan Pajak Masukan Setelah Faktur Pajak Dibuat

Dalam UU Cipta Kerja klaster Perpajakan ini juga memberikan keringanan kepada PKP, berupa:

Dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran, paling lama 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat.

Ini mengubah Pasal 9 ayat (9) UU PPN sehingga berbunyi:

“Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan BKP atau JKP serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai UU ini.”

Sebelum diubah, Pasal 9 ayat (9) UU PPN ini tertulis:

“Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.”

Baca juga: Syarat Lapor SPT Masa PPN Terbaru dan Persiapannya

3. Dapat Membuat Faktur Pajak Tanpa Identitas Pembeli

Dalam UU Cipta Kerja ini juga menambahkan ketentuan berupa relaksasi yakni bagi PKP Pedagang Eceran yang dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli.

Relaksasi ini merupakan penambahan pada Pasal 13 ayat (5a) UU PPN dalam UU Cipta Kerja yang berbunyi:

“Pengusaha PKP pedagang eceran dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dalam hal melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli dengan karakteristik konsuen akhir yang diatur lebih lanjut dengan PMK.”

Contoh Faktur PajakIlustrasi membuat Faktur Pajak sesuai UU Cipta Kerja

4. Dapat Pengkreditan Pajak Masukan 80% dari Pajak Keluaran

Dari perolehan BKP/JKP ataupun pemanfaatan BKP tidak berwujud maupun JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, PKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan sebesar 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.

Jumlah persentase Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran ini terdapat pada penambahan ayat pada Pasal 9 ayat (9a) UU PPN dalam Cipta Kerja, berikut bunyi aturannya:

“Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP, impor BKP/JKP serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, dapat dikreditkan oleh PKP dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.

Baca juga: Cara Mengajukan Restitusi PPN di e-Faktur dan Syaratnya

5. Dapat Mengkreditkan BKP/JKP Belum Dilaporkan dalam SPT Masa PPN

PKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang diberitahukan/ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan dapat dikreditkan oleh PKP sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan dalam UU Cipta Kerja.

Ketentuan merupakan tambahan pada Pasal 9 ayat (9b) UU PPN dalam Cipta Kerja.

6. Mengkreditkan Pajak Masukan yang Ditagih dengan Penerbitan Ketetapan Pajak

PKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan dari BKP/JKP, impor BKP/JKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dapat dikreditkan oleh PKP sebesar jumlah pokok PPN yang tercantum dalam ketetapan pajak dengan ketentuan ketetapan pajak yang dimaksud telah dilakukan pelunasan dan tidak dilakukan upaya hukum serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai UU ini.

Ketentuan ini juga merupakan penambahan pada Pasal 9 ayat (9c) UU PPN dalam UU Cipta Kerja.

Membuat E-FakturIlustrasi membuat e-Faktur dan mengkreditkan Pajak Masukan

Pengetatan Aturan e-Faktur dan Pajak Masukan dalam UU Cipta Kerja

Seperti yang telah disinggung di atas bahwa selain memberikan relaksasi terkait pembuatan Faktur Pajak dan pengkreditan Pajak Masukan untuk PKP yang belum berproduksi, dalam UU Cipta Kerja klaster Perpajakan ini juga diatur yang bisa dibilang sebagai pengetatan.

Apa saja ketentuan baru dalam pembuatan Faktur Pajak dan pengkreditan Pajak Masukan yang diperketat melalui UU Cipta Kerja ini?

1. Ketentuan Pencantuman Identitas Selain PKP Pedagang Eceran

Jika PKP Pedagang Eceran mendapatkan relaksasi berupa boleh membuat Faktur Pajak tanpa identitas pembeli, berbeda dengan PKP selain pedagang eceran.

Ada perubahan terkait pencantuman identitas pembeli BKP/JKP pada saat pembuatan Faktur Pajak.

Dimana UU Cipta Kerja Pasal 112 mengubah Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN bahwa pembuatan Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang paling sedikit memuat:

Identitas pembeli BKP/JKP yang meliputi:

  1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau nomor induk kependudukan atau nomor paspor bagu subjek pajak luar negeri orang pribadi;
  2. Nama dan alamat, dalam hal pembeli BKP atau penerima JKP merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU mengenai Pajak Penghasilan (PPh).

Sebelum diubah, Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN ini menyebutkan pencantuman keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP paling sedikit:

“Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.”

pajak usaha ekspedisiIlustrasi transaksi yang dikenakan PPN yang dibuatkan Faktur Pajaknya sesuai UU Cipta Kerja

2. Pengajuan Pengkreditan Pajak Masukan akan Dibatalkan DJP

Meski dalam UU Cipta Kerja ini PKP yang belum berproduksi dapat mengkreditkan Pajak Masukan, tapi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan membatalkan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pembatalan terjadi jika dalam jangka waktu 3 tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali bagi PKP yang belum berproduksi ini belum ada penyerahan BKP/JKP.

Berikut bunyi perubahan Pasal 9 ayat (6a) dalam UU Cipta Kerja:

“Apabila sampai dengan jangka waktu 3 tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) PKP belum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP dengan Pajak Masukan tersebut, Pajak Masukan telah dikreditkan dalam jangka waktu 3 tahun tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan.”

Baca juga: Cara Mengkompensasikan atau Mengkreditkan PPN Lebih Bayar di e-Faktur 3.0

2. Pembatalan Pengkreditan Juga Berlaku pada PKP ini

Pada Pasal 9 UU PPN dalam UU Cipta ini ada penambahan ayat (6d) tentang pembatalan pengkreditan Pajak Masukan ini juga berlaku pada PKP dengan kriteria berikut:

  • PKP yang melakukan pembubaran (pengakhiran) usaha
  • Melakukan pencabutan PKP
  • Telah dilakukan pencabutan PKP secara jabatan dalam jangka waktu 3 tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan

Sektor Usaha yang Pembatalan Pengkreditan Pajak Masukan Berlaku Lebih dari 3 Tahun:

Namun, sesuai penambahan pada Pasal 9 ayat (6c) UU PPN dalam Cipta Kerja ini, untuk sektor usaha tertentu pembatalan pengkreditan Pajak Masukan oleh DJP bisa lebih lama lagi baru akan dilakukan pembatalan.

Berikut bunyi pasalnya:

“Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) bagi sektor usaha tertentu dapat ditetapkan lebih dari 3 tahun.”

Untuk sektor usaha apa saja yang mendapatkan jangka waktu lebih dari 3 tahun baru akan dilakukan pembatalan pengkreditan Pajak Masukan, akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

pengkreditan Pajak Masukan

 

Wajib Mengembalikan Pajak Masukan yang Dikreditkan

Ketika DJP membatalkan pengkreditan Pajak Masukan yang telah dikreditkan tapi selama 3 tahun PKP belum juga belum melakukan penyerahan BKP/JKP atau ekspor BKP/JKP dengan Pajak Masukan tersebut, sesuai penambahan dalam Pasal 9 ayat (6e) UU PPN pada UU Cipta Kerja ini maka:

1. PKP wajib membayar kembali ke kas negara

Pengusaha kena pajak harus mengembalikan pengkreditan Pajak Masukan tersebut jika:

  • Telah menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas Pajak Masukan, dan/atau;
  • Telah mengkreditkan Pajak Masukan yang dimaksud dengan Pajak Keluaran yang terutang dalam suatu Masa Pajak

2. PKP tidak bisa mengkompensasikan PPN

Ketika DJP telah memutuskan membatalkan pengkreditan Pajak Masukan tersebut, maka:

  • Pajak Masukan tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
  • Pajak Masukan tidak dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi)

Keduanya ini berlaku setelah jangka waktu 3 tahun berakhir atau pada saat pembubaran (pengakhiran) usaha, atau pencabutan PKP oleh PKP, dalam hal PKP melakukan kompensasi atas kelebihan pembayaran pajak dimaksud.

Pajak Lebih BayarIlustrasi pengembalian pajak sesuai UU Cipta Kerja

a. Batas Waktu Pembayaran Kembali Pengkreditan Pajak Masukan

Pembayaran mengembalikan pengkreditan Pajak Masukan yang tidak bisa lagi dikreditkan itu sesuai penambahan pada Pasal 9 ayat (f) UU PPN dalam UU Cipta Kerja ini adalah:

  • Akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu 3 tahun
  • Akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu bagi sektor usaha tertentu
  • Akhir bulan berikutnya setelah tanggal pembubaran (pengakhiran) usaha atau pencabutan PKP

b. Sanksi Tidak Membayar Kembali Pajak Masukan yang Sudah Dikreditkan

Jika PKP tidak melakukan kewajiban pembayaran kembali sesuai jangka waktu yang telah ditentukan itu, maka DJP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali oleh PKP, akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 13 ayat (2) UU No. 6 Tahun 1983 yang sebesar 2% untuk paling lama 24 bulan.

Setelah memahami ketentuan terbaru terkait pembuatan Faktur Pajak dan tentang pengkreditan Pajak Masukan dalam UU Cipta Kerja klaster Perpajakan yang mengubah dan menambahkan beberapa pasal dalam UU PPN, sekarang waktunya melakukan administrasi perpajakan dengan benar dan memanfaatkan relaksasi PPN dalam beleid terbaru ini.

Agar lebih mudah melakukan administrasi perpajakan seperti membuat e-Faktur dan mengkreditkan Pajak Masukan maupun melaporkan SPT Masa PPN, gunakan aplikasi e-Faktur Klikpajak.id.

Klikpajak.id adalah Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau Application Service Provider (ASP) mitra resmi DJP yang disahkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2018.

setor pajak masukanIlustrasi setor Pajak Masukan yang tidak bisa dikreditkan

Cara Mudah Membuat e-Faktur dan Lapor SPT Masa PPN

Seperti diketahui, sejak berlakunya e-Faktur 3.0 1 Oktober 2020, cara membuat Faktur Pajak elektronik harus melalui sistem terbaru dan pelaporan SPT Masa PPN wajib melalui web eFaktur.

Seiring pembaruan sistem ini, Wajib Pajak (WP) Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang selama ini menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop DJP, harus install dan download patch terbaru e-Faktur 3.0 pada perangkat komputernya agar bisa menggunakan aplikasi ini.

Namun, bagi pengguna e-Faktur Client Desktop DJP tetap harus berpindah ke aplikasi e-Faktur 3.0 Web Based DJP di https://web-efaktur.pajak.go.id/ ketika ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Update e-Faktur 3.0 ini juga diharuskan bagi Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) mitra resmi DJP seperti Klikpajak.id.

Jadi, ketika Anda menggunakan aplikasi e-Faktur Klikpajak.id, bukan hanya dapat langsung memanfaatkan fitur prepopulated e-Faktur 3.0 DJP untuk membuat Faktur Pajaknya, tapi juga bisa lapor SPT Masa PPN di e-Faktur tanpa keluar platform.

“Langsung gunakan aplikasinya, biar Klikpajak.id yang mengurus sistemnya untuk memudahkan pembuatan e-Faktur dan pelaporan SPT Masa PPN Anda.”

Dengan fitur prepopulated e-Faktur 3.0 ini, artinya DJP sudah menyiapkan data yang dibutuhkan untuk kemudian WP PKP tinggal mencocokkan saja dan bisa langsung dibuat Faktur Pajaknya atau pelaporan SPT Masa PPN-nya.

Ingin langsung menggunakan aplikasi e-Faktur 3.0 tanpa install aplikasinya, daftar dan aktifkan akun e-Faktur Anda di https://my.klikpajak.id/register.

Kenapa Lebih Mudah di Klikpajak?

Melalui Klikpajak, Anda dapat membuat Faktur Pajak Keluaran, Faktur Pajak Pengganti, Faktur Pajak Retur, dapat menghapus draft Faktur Pajak, hingga bayar PPN dan lapor SPT Masa PPN dengan mudah hanya dalam satu platform.

Bahkan pembuatan Faktur Pajak semakin cepat dan praktis karena Klikpajak.id terintegrasi dengan aplikasi akuntansi online Jurnal.id, sehingga dapat menarik data laporan keuangan yang akan dibuat Faktur Pajaknya.

Contoh Faktur Pajak OnlineFitur membuat Faktur Pajak di e-Faktur Klikpajak

Fitur Lengkap Klikpajak yang Terintegrasi

Klikpajak.id memiliki fitur lengkap dan cara yang simpel untuk melakukan berbagai aktivitas perpajakan, mulai dari menghitung, membayar dan lapor pajak dalam satu platform.

Sistem Klikpajak akan membantu Anda menghitung kewajiban perpajakan dengan akurat sehingga menghindari adanya kesalahan penghitungan.

Selain mudah membuat Faktur Pajak dan lapor SPT Masa PPN, apa saja fitur lengkap Klikpajak lainnya yang semakin memudahkan urusan perpajakan?

Selengkapnya baca di sini Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online Mitra Resmi DJP.

Kategori : Edukasi

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak