Beranda › Blog › Penghapusan Sanksi Pidana dan Ketentuannya
5 min read

Penghapusan Sanksi Pidana dan Ketentuannya

Tayang
Diperbarui
Ditulis oleh: Mekari Jurnal Fitriya
Penghapusan Sanksi Pidana Pajak
Penghapusan Sanksi Pidana dan Ketentuannya

Tak semua pelanggaran pajak dilakukan dengan niat jahat, banyak yang terjadi karena kurangnya pemahaman atau kesalahan administratif. Melalui Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP), pemerintah memberikan ruang bagi wajib pajak untuk memperbaiki kesalahan mereka tanpa harus berhadapan dengan sanksi pidana, atau penghapusan pidana pajak.

Mekari Klikpajak akan mengulas tentang kebijakan penghapusan sanksi pidana pajak dan bagaimana ketentuannya untuk memudahkan Anda memanfaatkan kebijakan ini.


Aplikasi Pajak Online untuk Perusahaan

Mengenal Tindak Pidana Pajak

Tindak pidana pajak adalah pelanggaran hukum yang dilakukan dengan sengaja dan bisa merugikan penerimaan negara. Ini mencakup perbuatan seperti penyampaian laporan fiktif, menyembunyikan penghasilan, atau menghindari pelaporan pajak yang sebenarnya wajib dilakukan.

Jenis-Jenis Tindak Pidana Pajak

Beberapa bentuk tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pajak, antara lain:

  • Menghindari pembayaran pajak dengan cara ilegal
  • Membuat atau menggunakan dokumen pajak palsu
  • Memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tapi tidak menyetorkan ke negara
  • Menghambat pemeriksaan atau penyidikan oleh otoritas pajak
  • Melaporkan penghasilan yang tidak sesuai kenyataan dalam SPT

Setiap tindakan tersebut berisiko dikenai sanksi pidana jika tidak segera ditindaklanjuti.

Baca Juga: Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Terbaru

Sanksi Pidana Pajak

Sanksi pidana pajak adalah sanksi pajak yang diberikan berupa hukuman pidana seperti:

  • Pidana denda
  • Pidana kenaikan beban pajak
  • Pidana kurungan atau penjara

Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana perpajakan tercantum dalam beberapa pasal KUHP, diantaranya:

  • Pasal 242 KUHP: Tindak pidana memberikan keterangan palsu di atas sumpah
  • Pasal 253 KUHP: Tindak pidana pemalsuan meterai
  • Pasal 263 KUHP: Tindak pidana pemalsuan surat
  • Pasal 322 KUHP: Tindak pidana membuka rahasia
  • Pasal 372 KUHP: Tindak pidana penggelapan
  • Pasal 387 KUHP: Tindak pidana melakukan tipu muslihat/perbuatan curang

Lalu, bagaimana penerapannya sanksi pidana pajak terhadap kasus penggelapan pajak di Indonesia?

Selaras dengan sanksi tindak pidana perpajakan yang tercantum dalam KUHP tersebut, maka pengenaan sanksi pidana ini akan dikenakan pada Wajib Pajak ketika:

  • Diketahui sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak
  • Sengaja menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau sesuai dengan yang sebenarnya
  • Dengan sengaja menunjukkan atau memberikan dokumen palsu
  • Tidak membayar atau tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut

Sanksi akibat tindakan yang termasuk dalam kejahatan pajak tersebut akan dikenakan sanksi pidana berupa:

  • Sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun, atau mulai dari 10 bulan hingga 2 tahun tergantung dari pelanggaran yang dilakukan, dan;
  • Denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang

Baca Juga: Tahapan Pengenaan Sanksi Pajak dan Penyelesaiannya

Penghapusan Sanksi Pidana Pajak

Alih-alih langsung menindak secara hukum, pemerintah kini lebih menekankan pendekatan persuasif dengan memberi kesempatan wajib pajak untuk menyadari kesalahan dan memperbaikinya. Tujuan utamanya adalah:

  • Mendorong budaya kepatuhan secara sukarela
  • Menjaga iklim bisnis tetap kondusif dan tidak tertekan oleh ketakutan hukum
  • Memaksimalkan penerimaan negara dari pajak yang dibayar penuh tanpa proses hukum

Kriteria Wajib Pajak yang Bisa Terhindar dari Sanksi Pidana

Wajib pajak bisa mendapatkan sanksi pidana jika memenuhi syarat berikut:

  1. Belum dilakukan penyidikan oleh otoritas pajak atau aparat hukum
  2. Secara sukarela mengakui kesalahan dan mengungkapkan data yang sebenarnya
  3. Melunasi seluruh tunggakan pajak dan membayar denda administratifnya
  4. Melakukan pengakuan sebelum ditemukan bukti awal oleh DJP.

Dasar Hukum Penghapusan Sanksi Pidana Pajak

Aturan yang melandasi penghapusan sanksi pidana pajak antara lain:

  • Undang-Undang No, 7 Tahun 2021 (UU HPP), yang mengubah beberapa pasal dalam UU KUP khususnya Pasal 44B yang memberi jalan bagi wajib pajak untuk terhindar dari pidana jika mengungkapkan kesalahan sebelum dilakukan penyidikan.
  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2022, yang menjelaskan tata cara teknis pelaksanaan pengungkapan ketidakbenaran oleh wajib pajak dan langkah-langkah administratif yang perlu dilakukan.

Contoh Kasus Pelanggaran Pajak

1. Kasus Perusahaan yang Tidak Menyetorkan PPN

Sebuah perusahaan memungut PPN dari konsumen, tetapi tidak menyetorkannya ke kas negara selama 8 bulan. Setelah menyadari kesalahan, perusahaan segera membayar kekurangan pajak ditambah sanksi bunga. Karena belum diperiksa atau disidik, perusahaan bisa terhindar dari proses pidana.

2. Kasus Individu yang Melaporkan Penghasilan Lebih Rendah

Seorang pekerja bebas melaporkan penghasilan Rp200 juta dalam SPT, padahal pendapatannya mencapai Rp300 juta. Sebelum DJP menemukan ketidaksesuaian, ia mengakui kesalahan dan melunasi pajaknya. Ia pun tidak dikenai sanksi pidana.

Baca Juga: SP2DK Pajak dan Cara Menanggapinya

Konsekuensi Pengganti Penghapusan Sanksi Pidana

Meski sanksi pidana dihapus, wajib pajak tetap harus menanggung tanggung jawab berupa:

  • Bunga keterlambatan atas kekurangan pembayaran
  • Denda administratif sesuai dengan ketentuan perpajakan
  • Tidak termasuk penghapusan denda seperti pada program tax amnesty.

Manfaat dari penghapusan sanksi pidana bagi wajib pajak adalah:

  • Proses bisnis tetap bisa berjalan normal tanpa hambatan hukum
  • Terhindar dari stigma atau pencemaran nama baik
  • Mendapat kepastian hukum dan mengurangi risiko di masa mendatang

Kesimpulan

Penghapusan sanksi pidana pajak merupakan angin segar bagi wajib pajak yang ingin memperbaiki kesalahan secara sukarela. Pemerintah memilih pendekatan yang lebih membina daripada menghukum, selama wajib pajak belum masuk dalam proses penyidikan dan siap melunasi kewajiban pajaknya.

Kebijakan ini tidak hanya menguntungkan pelaku usaha, tapi juga memperkuat basis penerimaan negara dengan cara yang lebih berkelanjutan. Kepatuhan pajak pun menjadi lebih manusiawi dan berbasis kesadaran, bukan ketakutan.

Bagi setiap wajib pajak, pemahaman yang baik terhadap hak dan kewajiban perpajakan menjadi bekal utama untuk menghindari risiko pidana.

Agar lebih mudah mengelola administrasi pajak dan menghindari sanksi, Anda dapat menggunakan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak yang sudah terintegrasi dengan software akuntansi Mekari Jurnal ERP, sehingga pengelolaan pajak dapat dilakukan secara ootomatis.

Saya Mau Coba Gratis Mekari Klikpajak Sekarang!

Referensi

Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kategori : Edukasi

Aplikasi Pajak Online Mekari Klikpajak

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Aplikasi Pajak Online Mekari Klikpajak

WhatsApp Hubungi Kami