Pajak subjektif merupakan konsep dasar perpajakan yang harus dipahami setiap wajib pajak, baik pribadi maupun badan. Lalu, apa perbedaan pajak subjektif dengan pajak objektif?
Istilah subjektif dan objektif menjadi dua hal yang saling berkaitan karena secara harfiah berarti menjelaskan siapa dan apa dalam konteks yang dimaksud.
Dengan memahaminya, diharapkan wajib pajak dapat memenuhi kewajiban pajaknya dengan baik dan benar sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Lebih jelasnya mengenai pajak subjektif dan perbedaannya dengan pajak objektif, Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda.
Pengertian Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pengenaan pajak yang didasarkan pada individu ataupun badan sebagai pihak yang memiliki kewajiban perpajakan.
Artinya, sebagai subjek pajak akan menjadi pihak yang dikenakan pajak maupun berhak mendapatkan hak perpajakan.
Merujuk Pasal 2A Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), yang dimaksud subjek pajak adalah:
- Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
- Badan (dalam negeri maupun luar negeri)
- Bentuk usaha tetap (BUT)
Perbedaan Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
Guna mempermudah memahami perbedaan keduanya, simak perbandingan berikut:
Contoh Pajak Subjektif
Contoh dari pengenaan pajak bersifat subjektif adalah Pajak Penghasilan (PPh).
PPh dikenakan pada subjek pajak berdasarkan penghasilan yang diperolehnya serta kondisi bagaimana penghasilan tersebut didapatkan.
Jenis penghasilan tersebut di antaranya PPh Pasal 21, PPh 15, PPh 22, dan PPh 23, serta PPh Badan.
Dari masing-masing penjelasan PPh tersebut, selengkapnya Anda dapat membaca artikel Panduan Pajak Penghasilan: Jenis, Objek, Subjek, Tarif, Contoh
Contoh Pajak Objektif
Sedangkan contoh dari pengenaan pajak berdasarkan objeknya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PPB), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Berlakunya Kewajiban Pajak Subjektif
Berlakunya kewajiban pajak subjektif tergantung dari masing-masing kategori subjek pajaknya, di antaranya:
1. Orang pribadi
- Dimulai saat dilahirkan dan tinggal di Indonesia.
- Berakhir ketika meninggal dan meninggalkan Indonesia selamanya.
2. Badan dalam negeri
- Dimulai saat usaha/perusahaan didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
- Berakhir pada saat usaha/perusahaan dibubarkan atau tidak berkedudukan di Indonesia
3. Badan luar negeri bukan BUT
- Dimulai pada saat memperoleh penghasilan dari Indonesia.
- Berakhir ketika tidak lagi menerima penghasilan dari Indonesia.
4. BUT
- Dimulai saat menjalankan usaha/kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- Berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha/kegiatan melalui BUT di Indonesia.
5. Warisan belum terbagi
- Dimulai pada saat adanya warisan yang belum terbagi.
- Berakhir ketika warisan tersebut sudah dibagikan.
Maka, apabila wajib pajak tidak melakukan kewajiban pajak subjektifnya sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dapat berakibat pengenaan sanksi pajak.
Baca Juga: Inilah Daftar Subjek dan Objek Pajak yang Dikecualikan dari PPh
Prosedur Pelaporan dan Pembayaran Pajaknya
Pajak subjektif dari masing-masing jenis pajak penghasilan memiliki prosedur pelaporan dan pembayaran pajak yang berbeda-beda.
Pajak subjektif berupa PPh 21 atas gaji karyawan harus dipotong dan disetorkan ke kas negara serta dilaporkan oleh pemberi kerja/perusahaan setiap masa pajak.
Sedangkan pembayaran dan pelaporan PPh 21 bagi wajib pajak orang pribadi pengusaha/pekerja bebas, harus menghitung dan membayarkan serta melaporkannya sendiri ke Ditjen Pajak.
Untuk pajak subjektif berupa pengenaan PPh 15, harus dikelola oleh orang pribadi atau badan industri pelayaran, penerbangan internasional, dan usaha asuransi asing. Pembayaran dan pelaporan pajaknya harus dilakukan oleh pemotong pajaknya.
Begitu juga dengan pajak subjektif berupa PPh 22 atas impor atau transaksi barang mewah serta PPh 23 atas kegiatan sewa, transaksi dividen, bunga, hadiah, royalti, penghargaan dan lainnya, harus dibayarkan dan dilaporkan oleh pemotong pajak setiap masa pajak.
Dari semua pengenaan pajak subjektif tersebut, pembayaran atau penyetoran pajaknya dilakukan melalui aplikasi e-Billing.
Kemudian untuk melaporkan SPT Pajaknya melalui e-Filing untuk pelaporan PPh 21 dan melalui e-Bupot Unifikasi untuk pelaporan SPT Masa PPh 15, 22, dan 23.
Penuhi Kewajiban Pajak dengan Benar
Mengingat pajak subjektif berkaitan langsung dengan subjek yang dikenakan pajaknya atas penghasilan atau pendapatan yang diperolehnya, maka sebagai WP perlu memahaminya dengan baik agar dapat memenuhi kewajiban pajaknya dengan benar.
Dengan mengetahui apa saja jenis pajak yang menjadi kewajibannya, maka wajib pajak dapat mengelolanya dengan baik dan terhindar dari sanksi akibat tidak bayar atau melaporkan pajaknya.
Bagi pebisnis, jelas pemahaman pajak subjektif ini sangat penting karena tahu jenis pajak apa yang menjadi tanggung jawabnya untuk dikelola, seperti bagaimana memotong PPh yang benar dari gaji karyawannya maupun memungut PPh dari lawan transaksinya.
Agar lebih mudah mengelola pajak penghasilan, Anda dapat menggunakan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak.
Sebagai penyedia jasa aplikasi perpajakan mitra DJP resmi, Mekari Klikpajak memberikan fitur lengkap yang memudahkan Anda menghitung, bayar/setor pajak hingga melaporkan pajak hanya dalam satu platform.
Bukti bayar dan lapor pajak sah dari Ditjen Pajak langsung otomatis tersimpan dalam Fitur Arsip Pajak yang mudah Anda temukan sewaktu-waktu dibutuhkan.