
Reimbursement dalam pajak tidak serta merta memiliki arti suatu pengajuan penggantian biaya yang telah dikeluarkan menjadi objek pajak atau istilahnya dikenakan pajak reimbursement.
Melainkan, apakah reimbursement dari transaksi barang dan/atau jasa yang melibatkan tiga pihak yakni penerima, pemberi dan perantara, dapat dianggap sebagai biaya penggantian yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak yang terutang atau tidak.
Seperti apa penjelasan tentang reimbursement dalam pajak ini, lebih jelasnya Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda.
Apa itu Reimbursement dalam Pajak?
Secara umum, pengertian reimbursement adalah istilah yang digunakan sebagai bentuk dari mengganti atau menagih kembali biaya yang telah dikeluarkan.
Mengacu pada Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Revisi 2014, pengertian reimbursement merupakan pengakuan biaya atas penggantian atau menagih kembali dari transaksi jasa atau barang yang terutang pada pembukuan.
Pengertian penggantian dari sisi akuntansi yakni aliran kas antara kedua belah pihak yang bertransaksi, yang mana pengakuan pendapatan biaya ada pada pihak pertama dan ketiga.
Tiga pihak yang terlibat dalam transaksi adanya reimbursement tersebut di antaranya:
- Pihak pertama sebagai penerima
- Pihak kedua sebagai perantara
- Pihak ketiga sebagai pemberi
Sementara itu, berdasarkan definisi penggantian dari sisi pajak adalah imbalan suatu jasa yang diberikan oleh suatu entitas karena adanya dua belah pihak yang melakukan transaksi sehingga menjadi dasar pengenaan pajak.
Seperti diketahui, berdasarkan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), disebutkan bahwa:
“Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang”.
Kemudian dalam Pasal 1 angka 19 UU PPN dijelaskan:
“Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), ekspor JKP, atau ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.”
Kemudian merujuk Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-1047/PJ/2004 tentang penjelasan pengertian penggantian dan reimbursement, disebutkan bahwa:
“Dalam hal penggantian terdapat suatu jumlah yang ditagih oleh Pengusaha jasa yang berasal dari tagihan pihak ketiga yang dokumennya langsung atas nama penerima jasa, maka jumlah tersebut tidak merupakan penggantian yang jadi dasar pengenaan pajak, karena dianggap sebagai reimbursement.”
Artinya, ada ketentuan suatu transaksi BKP dan/atau JKP yang melibatkan tiga pihak tersebut dapat diakui sebagai reimbursement cost dan bukan penyerahan jasa/barang yang terutang pajak atau termasuk dalam dasar pengenaan pajak, ataupun sebaliknya.
Baca Juga: 5 Metode Penentuan Transfer Pricing yang Wajar
Ketentuan Reimbursement
Tidak semua biaya dalam transaksi barang dan/atau jasa bisa diakui sebagai biaya yang dapat diajukan reimbursement.
Syarat agar biaya dapat diakui sebagai reimbursement cost harus memenuhi kriteria berikut:
- Tidak ada mark-up (melebihkan) ataupun mark-down (menurunkan) harga
- Bukti asli dari pihak ketiga yang diserahkan pada penerima jasa (pihak pertama)
- Bukti dari pihak ketiga atas nama penanggung beban atau penerima jasa (pihak pertama)
Sehingga, apabila pihak ketiga (pemberi jasa) menerbitkan tagihan langsung pada pihak pertama (penerima jasa), lalu pemberi jasa hanya sebagai perantara, maka keseluruhan biaya dalam tagihan tidak dapat dilakukan reimbursement.
Akan tetapi, apabila pemberi jasa (pihak ketiga) memberikan tagihan atas nama pihaknya sendiri, lalu pemberi jasa (pihak ketiga) diminta membuat tagihan baru untuk penerima jasa (pihak pertama), yang seluruh biaya tagihan masuk pada biaya yang dimintakan, maka reimbursement tersebut menjadi dasar pengenaan pajak.
Perlakuan PPh dan PPN atas Reimbursement Cost
Mengacu pada Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-273/PJ.53/2006 tentang Penegasan PPN atas Reimbursement Cost, bahwa transaksi reimbursement cost yang diakui sebagai pendapatan merupakan transaksi yang terutang PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar tagihan yang diminta.
Agar transaksi reimbursement cost dapat diakui sebagai pendapatan yang terutang PPN, maka harus memenuhi kriteria dan syarat berikut:
- Adanya reimbursement dari pihak ketiga yang akan dibayar oleh pihak pertama harus disebutkan dalam kontrak/perjanjian transaksi.
- Identitas pihak kedua sebagai pihak perantara harus termuat dalam dokumen tagihan dari pihak ketiga.
- Penghasilan yang dicatat pihak ketiga dari transaksi adalah jumlah pembayaran yang diterima dari pihak ketiga.
Jika kriteria tersebut terpenuhi, maka suatu biaya penggantian tersebut tidak dikenai PPN apabila pada saat pihak ketiga (pemberi jasa) menerbitkan tagihan langsung kepada pihak pertama (penerima jasa).
Bagaimana dengan perlakuan PPh atas reimbursement cost?
Belum ada ketentuan khusus yang mengatur tentang reimbursement dalam pajak penghasilan.
Sementara itu, Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sendiri mendefinisikan penggantian atau imbalan termasuk dalam objek pajak.
Pun demikian, terdapat penegasan yang tertuang dalam Surat Edaran No. SE-24/PJ/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Imbalan yang Diterima oleh Pembeli Sehubungan dengan Kondisi Tertentu dalam Transaksi Jual Beli, yang berbunyi sebagai berikut:
Angka 3 huruf (b) SE-24/2018 disebutkan:
Imbalan yang diterima atau diperoleh Pembeli sehubungan pencapaian syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa uang, barang, dan/atau pengurang kewajiban merupakan penghargaan. Termasuk dalam pengertian penghargaan yaitu bonus yang diberikan Penjual kepada Pembeli sehubungan pencapaian syarat tertentu.
Angka 3 huruf (d) SE-24/2018 disebutkan:
Perlakuan perpajakan atas penghargaan sebagaimana dimaksud pada huruf b adalah sebagai berikut:
1) Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh)
a) Penghargaan yang diterima atau diperoleh Pembeli merupakan objek PPh, dan atas penghargaan dimaksud, Penjual wajib melakukan pemotongan:
(1) PPh Pasal 21 dalam hal penerima penghargaan adalah Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri;
(2) PPh Pasal 23 dalam hal penerima penghargaan adalah:
(a) Wajib Pajak badan dalam negeri;
(b) bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia; atau
(c) kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal penghargaan yang diperoleh merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh;
(3) PPh Pasal 26 dalam hal penerima penghargaan adalah:
(a) Wajib Pajak luar negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia; atau
(b) kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal penghargaan yang diperoleh bukan merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh, dengan memerhatikan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Sementara itu, perlakuan PPh dalam reimbursement berdasarkan prinsip akuntansi yang berpedoman pada PSAK di Indonesia disebutkan, bahwa:
Pihak kedua (perantara) tidak boleh mencatatkan penerimaan dari reimbursement menjadi sebuah penghasilan, apabila pihak ketiga (pemberi) menerbitkan tagihan langsung ke pihak pertama (penerima).
Jika pihak ketiga (pemberi) membuat tagihan kepada pihak kedua (perantara), maka pihak pertama (penerima) harus memotong PPh saat pembayaran reimbursement pada pihak kedua (perantara).
Baca Juga: Bagaimana Aspek Pajak Penghasilan atas Reimbursement Biaya Pengobatan?
Contoh Reimbursement dalam Pajak
Agar lebih mudah memahami bagaimana perlakuan reimbursement dalam pajak PPN dan PPh, berikut contoh kasus yang dapat Anda pelajari.
A. Contoh kasus 1
PT AAA perusahaan elektronik Indonesia yang berkantor pusat di Surabaya akan mengadakan pameran produk di Jakarta Convention Center (JCC).
Kemudian PT AAA meminta PT BBB yang merupakan salah satu agen penjualan elektronik PT AAA yang berada di kota Jakarta sebagai pengurus pameran.
Sebagai pihak yang mengurus pameran produk elektronik, PT BBB mengeluarkan dana untuk penyelenggaraannya yang dibayarkan ke PT CCC sebagai pihak yang mengelola JCC.
Kendati PT BBB sebagai pihak yang membayar berbagai keperluan untuk menyelenggarakan pameran tersebut, namun invoice atau faktur pembelian akan tetap ditagihkan ke PT AAA sebagai penerima jasa.
Faktur yang ditagihkan kepada PT AAA tersebut nantinya digunakan untuk penggantian atau reimbursement biaya yang telah dikeluarkan oleh PT BBB.
Transaksi yang dilakukan PT BBB dengan PT CCC merupakan jasa kena PPh Pasal 23. Sehingga PT AAA akan memungut PPh 23 atas penghasilan yang diterima PT CCC.
Namun PT BBB sebagai pihak yang telah menalangi pembayaran atas pameran ke PT CCC, maka reimbursement yang dilakukan PT BBB kepada PT AAA tidak menjadi dasar pengenaan pajak atau tidak terutang pajak.
B. Contoh kasus 2
PT DDD merupakan distributor produk perlengkapan olahraga mengajukan klaim promosi potongan harga ke produsen PT EEE yang sebelumnya ditagihkan ke masing-masing gerai.
Kemudian PT DDD mencantumkan identitasnya pada penagihan yang diberikan ke PT EEE atas program promosi diskon setengah harga setiap pembelian produk yang berlaku kelipatan selama periode tertentu.
PT DDD melakukan klaim atas potongan harga sebesar 50% dari harga setiap produk perlengkapan olahraga tersebut ke PT EEE.
Berikutnya PT DDD menerbitkan Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan “Reimbursement atas biaya promosi diskon 50%”.
Sehingga transaksi reimbursement cost sebesar tagihan yang diminta dapat diakui sebagai pendapatan transaksi yang terutang PPN.
Kemudian, karena klaim tersebut termasuk dalam pengertian hadiah atau penghargaan, maka pembayaran dari PT EEE kepada PT DDD akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.
Pahami Ketentuannya dan Kelola Pajak dengan Cara Mudah
Itulah penjelasan seputar reimbursement dalam pajak pertambahan nilai maupun pajak penghasilan yang berkaitan erat dengan perpajakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam pengelolaan keuangan dan perpajakan perusahaan.
Agar lebih mudah mengelola pajak bisnis seperti Faktur Pajak elektronik dan Bukti Potong PPh Unifikasi, gunakan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak yang terhubung dengan akuntansi online Mekari Jurnal.
Mekari Klikpajak memiliki fitur lengkap pajak online yang terintegrasi sebagai PJAP mitra resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memudahkan wajib pajak badan mengelola perpajakannya.