Ketika melakukan pembelian terhadap suatu barang, ada kalanya Anda harus menanggung biaya PPN atau Pajak Pertambahan Nilai. Biasanya barang ini masuk ke dalam jenis Barang Kena Pajak, yang memang dalam transaksinya akan memiliki beban PPN tertentu. Menurut regulasi yang berlaku, pihak penanggung PPN memang merupakan konsumen akhir.
PPN sendiri merupakan satu jenis pajak yang dikelola pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pajak ini merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung, artinya yang dikenakan kewajiban untuk membayar PPN tidak selalu yang menanggung beban pajaknya. Anda sebagai konsumen akhir, menjadi pihak yang membayar, sedangkan yang memungut adalah pihak lain ada dalam jalur distribusi barang tersebut.
Di sisi pengelolaan pajak oleh negara, ternyata Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam penerimaan negara sektor pajak. Menyusul di belakangnya adalah Pajak Penghasilan, yang dikenakan pada penghasilan atau upah atau sejenisnya yang diterima oleh wajib pajak di negara Indonesia.
Alur Pemberlakuan PPN pada Transaksi Barang Kena Pajak
Dalam transaksi bisnis, tidak jarang terjadi impor yang dilakukan oleh pengusaha. Pada transaksi ini kemudian Ditjen Bea Cukai akan bertugas untuk memastikan pengusaha yang melakukan impor atau importir telah membayar PPN atas transaksi tersebut. Perlu diingat bahwa Ditjen Bea Cukai akan bertugas jika transaksi yang dilakukan adalah memasukkan barang dari luar negeri.
Jika transaksi penjualan barang atau jasa terjadi di dalam negeri, maka yang bertugas untuk memungut PPN ketika transaksi adalah pengusaha. Pengusaha ini bisa berstatus wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan. Sebutan untuk pengusaha yang memungut PPN adalah Pengusaha Kena Pajak atau PKP. PKP ditentukan oleh omzet transaksi yang dilakukan, sehingga tidak semua pengusaha bisa menjadi PKP.
PPn yang dipungut pada transaksi tersebut kemudian harus dicatat atau diarsipkan dengan apa yang disebut faktur pajak. Faktur ini dibuat dua rangkap, satu untuk dipegang PKP dan satu untuk dipegang lawan transaksinya. Kedua pihak akan memiliki arsip yang datanya serupa, sehingga ketika dikonfirmasi, datanya akan valid dan sah.
Pada arsip PKP, PPN ini akan menjadi PPN keluaran dan PPN masukan, tergantung posisi PKP sebagai penjual atau pembeli. Perhitungan PPN ini harus dilakukan setiap bulan, untuk mengetahui jika terdapat selisih antara PPN keluaran dan PPN masukan. Jika ternyata ditemui selisih bahwa PPN keluaran atau VAT Out adalah lebih besar jumlahnya, maka selisihnya harus disetorkan pada negara.
Besaran Tarif Pajak Pertambahan Nilai Terbaru
Pada regulasi yang berlaku di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 7, disampaikan besaran PPN untuk transaksi yang dilakukan di wilayah negara Indonesia. Secara umum tarif PPN yang berlaku adalah sebesar 11% dari nilai barang kena pajak yang menjadi objek transaksi. Tarif ini berlaku secara umum, namun terdapat pengecualian pada beberapa transaksi.
Tarif PPN akan menjadi 0% untuk transaksi berupa ekspor barang kena pajak yang berwujud, transaksi ekspor barang kena pajak tidak berwujud dan transaksi ekspor jasa kena pajak. Ketiga transaksi ini dibebani PPN sebesar 0% guna merangsang peningkatan ekspor yang dilakukan oleh pengusaha dan berbagai pihak yang terkait dalam transaksi.
Pada kondisi tertentu yang dikhususkan, tarif ini juga dapat berubah. Perubahan tarif yang terjadi harus diatur dalam Peraturan Pemerintah yang dibuat, sehingga memiliki dasar hukum yang jelas. Rentang perubahan tarif PPN yang berlaku adalah dari 5% hingga 20%, tergantung situasi dan kondisi yang tengah dihadapi.
Satu lagi yang perlu diingat dan biasanya menjadi pertanyaan banyak orang, yaitu terkait PPN barang mewah. Tarif PPN untuk barang mewah juga diatur dalam regulasi baku, dan memiliki rentang yang sangat luas. Mulai dari yang paling kecil 11% hingga yang paling besar adalah 200%, tergantung pada jenis barang yang dikenai pajak.
Pengusaha Kena Pajak
Dalam transaksi yang melibatkan PPN, maka akan ada andil dari Pengusaha Kena Pajak. Tidak setiap pengusaha bisa mengajukan diri menjadi PKP karena ada syarat pokok yang harus dipenuhi. Syarat utama untuk mengajukan status PKP adalah pengusaha tersebut memiliki peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 dalam satu tahun pajak.
PKP kemudian memiliki tugas dan kewajiban serta hak yang melekat pada statusnya. Disamping itu, jika peredaran bruto yang ada menurun melampaui angka tersebut, PKP bisa mengajukan pencabutan status Pengusaha Kena Pajak yang disandangnya.
Pada prakteknya, perhitungan, pemberlakuan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai tidak bisa dikatakan rumit. Berbagai layanan dan kemudahan telah diberikan oleh DJP, salah satunya adalah berupa layanan pajak online yang juga dibantu oleh mitra resmi DJP. Salah satu mitra resmi DJP adalah Klikpajak, sebagai penyedia jasa layanan aplikasi perpajakan yang mudah digunakan, gratis, dan sangat efektif. Registrasi di sini untuk lapor pajak secara gratis.