Subjek to Tax Rule (STTR) merupakan instrumen baru kesepakatan global untuk mencegah praktik penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional.
STTR dirancang untuk memastikan keadilan pajak global bersama 42 negara/yurisdiksi, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkannya, melalui penandatanganan Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR).
Mekari Klikpajak akan mengulas lebih dalam seputar apa itu STTR, kenapa penting, dan bagaimana Indonesia akan menjalankan aturan ini ke depan.
Apa Itu Subjek to Tax Rule (STTR)?
Secara sederhana, Subject to Tax Rule (STTR) adalah aturan yang memastikan bahwa keuntungan yang didapat oleh perusahaan multinasional, dari satu negara ke negara lain, dikenakan pajak minimum.
Hal ini dilakukan untuk mencegah perusahaan memindahkan keuntungan mereka ke negara-negara yang tarif pajaknya rendah atau bahkan nol.
STTR memberi wewenang bagi suatu negara untuk mengenakan pajak tambahan hingga 9% atas pendapatan tertentu seperti royalti, bunga, dan beberapa jenis jasa, yang dibayarkan pada negara mitra dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), apabila negara yang bersangkutan mengenakan pajak kurang dari 9%.
Gambaran peraturan dalam STTR, misalnya pendapatan yang dihasilkan di Indonesia, tapi dipindahkan ke negara lain dengan pajak rendah, akan tetap dikenai pajak tambahan agar mencapai tarif minimum yang sudah disepakati.
Sehingga, perusahaan tidak bisa lagi “mengakali” pembayaran pajak dengan mengalihkan keuntungan ke negara dengan pajak rendah.
Latar Belakang Penerapan STTR
Aturan ini sebenarnya bagian dari inisiatif global yang disebut Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), yang digagas oleh Organisasi Kerja Sama Pembangunan Ekonomi (OECD) dan G20 (Group of Twenty).
Tujuannya untuk menghentikan praktik penghindaran pajak yang sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar dengan cara menggeser keuntungan ke negara atau yurisdiksi pajak rendah.
Banyak perusahaan multinasional memanfaatkan celah ini selama bertahun-tahun, terutama di era ekonomi digital, di mana mereka bisa menghasilkan keuntungan besar tanpa perlu kehadiran fisik di suatu negara.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, terkena dampak karena kehilangan potensi pendapatan dari pajak yang seharusnya bisa diterima.
Cara Kerja Subject to Tax Rule (STTR)
Aturan ini cukup simpel, jika sebuah perusahaan memindahkan pendapatan pasif seperti royalti, bunga, atau dividen ke negara dengan pajak rendah (di bawah 9%), negara asal (misalnya Indonesia) bisa mengenakan pajak tambahan.
Jadi, meskipun keuntungan itu dialihkan ke negara dengan pajak kecil, Indonesia tetap akan mendapat bagiannya melalui STTR.
Contohnya, sebuah perusahaan yang beroperasi di Indonesia membayar royalti ke afiliasinya di negara dengan pajak rendah seperti Panama. Jika tarif pajak di sana hanya 5%, pemerintah Indonesia berhak mengenakan pajak tambahan sebesar 4% agar total pajak yang dikenakan mencapai 9%.
Baca Juga: Kredit Pajak Luar Negeri dan Cara Menghitungnya
Implementasi STTR di Indonesia
Indonesia saat ini sedang dalam tahap persiapan menerapkan STTR. Pemerintah sedang merumuskan Peraturan Presiden (Perpres) dan regulasi teknis melalui Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) yang akan menjadi dasar hukum pelaksanaannya.
Sedangkan payung hukum implementasi STTR di Indonesia adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022 sebagai peraturan dirilisnya Model Rules GloBe dan Commentary.
Implementasi STTR di Indonesia dilakukan secara bertahap setelah dilakukannya penandatanganan MLISTTR pada 2024, dengan tahapan sebagai berikut:
- Pelaksanaan QDMTT (Qualified Domestic Minimum Top-Up Tax) pada 2025
- Pelaksanaan STTR paling cepat berlaku pada 2026
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sudah menegaskan bahwa Indonesia mendukung kebijakan pajak minimum global ini sebagai langkah penting dalam reformasi pajak.
“Mobilisasi sumber daya domestik sangat penting bagi suatu negara dan STTR menyediakan jalan bagi negara-negara untuk melindungi basis pajak mereka”, kata Sri Mulyani seperti dikutip publikasi Kemenkeu.
Dengan STTR, pemerintah berharap bisa mencegah perusahaan besar menghindari pajak dan meningkatkan pendapatan negara dari pajak. Selain itu, kebijakan ini juga akan membuat sistem perpajakan di Indonesia lebih adil dan transparan.
Dampak Penerapan Subjek to Tax Rule STTR di Indonesia
Penerapan Subject to Tax Rule jelas akan berdampak besar, terutama bagi perusahaan multinasional yang selama ini menggunakan strategi pajak untuk memindahkan keuntungan mereka ke negara-negara dengan pajak rendah.
Berikut beberapa dampak yang bisa saja terjadi dengan adanya penerapan STTR:
-
Peningkatan Pendapatan Pajak
Dengan STTR, Indonesia bisa memungut pajak dari pendapatan yang sebelumnya dihindari dengan cara dialihkan ke negara-negara yang menerapkan pajak rendah.
-
Transparansi yang Lebih Baik
Perusahaan akan dituntut untuk lebih transparan dalam melaporkan pendapatan dan pembayaran pajaknya, sehingga lebih sulit bagi mereka untuk menghindari pajak.
-
Persaingan yang Lebih Adil
STTR akan menciptakan kondisi persaingan yang lebih setara antara perusahaan lokal dan multinasional, karena celah penghindaran pajak akan semakin sempit.
-
Perubahan Struktur Pajak Perusahaan
Perusahaan multinasional kemungkinan harus merombak struktur bisnis dan pajak mereka untuk menyesuaikan dengan aturan baru ini, khususnya terkait pengelolaan pembayaran royalti, bunga, dan dividen antar negara.
Baca Juga: Kredit Pajak dan Pentingnya untuk Pebisnis
Tantangan dalam Penerapan STTR di Indonesia
Meskipun STTR menawarkan banyak manfaat, penerapannya bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala utama adalah kesiapan infrastruktur pajak di Indonesia dan harmonisasi dengan aturan perpajakan internasional lainnya.
Pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi yang diterapkan berjalan efektif dan sesuai dengan standar global.
Selain itu, perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia mungkin memerlukan waktu dan biaya tambahan untuk menyesuaikan strategi pajak mereka agar sesuai dengan aturan STTR.
Kesimpulan
yang bertujuan mencegah perusahaan multinasional memanfaatkan negara dengan pajak rendah untuk menghindari membayar pajak di negara tempat mereka sebenarnya beroperasi.
Subject to Tax Rule (STTR) menjadi langkah penting dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan, terutama untuk menghadapi tantangan perpajakan di era globalisasi.
Melalui penerapan STTR, Indonesia berharap bisa mencegah penghindaran pajak oleh perusahaan-perusahaan besar dan meningkatkan penerimaan negara.
Adanya aturan ini akan mendorong perusahaan multinasional untuk lebih cermat dalam mengelola pendapatan lintas negara dan menyesuaikan strategi pajak mereka agar tetap sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dengan cara ini, Indonesia bisa menjadi lebih kuat dalam menjaga pendapatan pajaknya dan berkontribusi pada upaya global melawan praktik penghindaran pajak.
Referensi
Fiskal Kemenkeu.go.id. “Indonesia Perkuat Kerja Sama Pajak Global Melalui Penandatanganan Instrumen Multilateral Subject to Tax Rule (STTR)”
OECD.org. “The Subject to Tax Rule (Pillar Two)”
Fiskal Kemenkeu.go.id. “International Tax Forum-Implementasi Pilar Dua di Indonesia dan Ketentuan Pembatasan Biaya Pinjaman”
Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan”
Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan”
Fiskal Kemenkeu.go.id. “Qualified Domestic Minimum Top-Up Tax”