Daftar Isi
6 min read

Kenali Penyebab Salah Hitung Pajak PPh 21

Tayang 10 Jun 2019
PPh 21, Kenali Penyebab Salah Hitung Pajaknya
Kenali Penyebab Salah Hitung Pajak PPh 21

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) bagi karyawan atau pegawai sangat bergantung pada persyaratan subjektif dan objektif yang dipenuhi karyawan bersangkutan. Persyaratan subjektif di antara lain seperti kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), jumlah tanggungan anak dan istri, masa kerja, dan sebagainya. Persyaratan objektif meliputi jumlah penghasilan dan jenis penghasilan. Dengan keadaan perusahaan yang berbeda-beda, tentu akan ada kemungkinan timbul kesalahan dalam menghitung PPh Pasal 21 ini. Apa sajakah penyebab salah hitung PPh 21? Mari simak pembahasan selengkapnya berikut ini.

Dasar Perhitungan PPh Pasal 21

Secara umum, rumus perhitungan jenis pajak ini adalah tarif umum PPh dikalikan Dasar Pengenaan Pajak PPh 21. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-32/PJ/2015, memberikan batasan atas Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21, yang ditentukan sebagai berikut:

a. Penghasilan Kena Pajak

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh 21 bagi wajib pajak penerima penghasilan berbeda-beda. Tergantung dari apa status kepegawaian bersangkutan (pegawai tetap, pegawai tidak tetap atau bukan pegawai). Ketentuan ini telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak, hanya berlaku bagi:

  1. Pegawai Tetap,
  2. Penerima pensiun berkala,
  3. Pegawai Tidak Tetap atau pegawai Kerja Lepas yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah).
  4. Bukan pegawai selain tenaga ahli, meliputi seniman, olahragawan, akademisi, agen iklan, distributor multi level marketing(MLM) atau direct selling, dan lainnya yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan dalam satu tahun kalender.

b. Penghasilan Kumulatif

DPP dari jumlah penghasilan yang melebihi Rp450.000 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) dalam satu hari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan ataupun upah borongan. Sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi angka Rp4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah).

c. Penghasilan Bruto

DPP yang berasal dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Ketentuan ini berlaku bagi tenaga ahli bukan pegawai yang melakukan pekerjaan bebas berupa pemberian jasa. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, bukan pegawai adalah pihak yang menerima imbalan yang tidak berkesinambungan.

d. Penghasilan Bruto Lainnya

DPP untuk jumlah seluruh penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan dari 3 poin yang telah tersebut di atas. Misalnya jumlah penghasilan bruto dokter rumah sakit, dihitung dari jasa dokter yang dibayar pasien melalui rumah sakit sebelum dipotong biaya lain-lain oleh rumah sakit.

Rumus Hitung PPh Pasal 21

Penghasilan bruto = Gaji + Jaminan dari Perusahaan

Penghasilan Netto = Penghasilan Bruto – (Biaya Jabatan + Iuran Pensiun)

PPh 21 = Tarif Pajak x (Penghasilan – Pengurang)

Penyebab Salah Hitung PPh 21

1. Bukti Potong Tidak Diterbitkan

Tidak diterbitkan bukti potong menunjukkan bahwa tidak ada pemotongan pajak. Lalu apa penyebabnya? Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, karyawan baru dipekerjakan pada tengah tahun. Perlu Anda ketahui, perhitungan PPh Pasal 21 untuk karyawan yang mulai masuk bekerja pada tengah tahun berbeda dengan karyawan yang masuk bekerja pada awal tahun.

Kedua, terjadi ketimpangan mapping jenis penghasilan yang bersifat teratur dan tidak teratur.

Penghasilan Pegawai Tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, berbagai macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan pemberi kerja, seperti uang lembur atau intensif penjualan. Sementara itu, penghasilan Pegawai Tetap yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur. Penghasilan yang diterima satu kali dalam setahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya atas nama apapun.

2. Kesalahan Menentukan Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penentuan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dilihat dari status pernikahan atau jumlah anak yang ditanggung. Penentuan besarnya PTKP akan dilihat pada keadaan awal tahun seseorang dan tidak akan berubah sepanjang tahun tersebut. Jumlah PTKP juga mengalami perkembangan mengikuti kondisi perekonomian nasional secara umum. Namun jumlah PTKP tidak sama dengan UMR (Upah Minimum Regional).

Jumlah tanggungan harus dipastikan terlebih dahulu dengan baik untuk menentukan nilai PTKP. Kesalahan yang timbul dalam menghitung jumlah tanggungan akan mempengaruhi nilai PTKP dan berdampak pada PPh 21 yang akan dibayarkan.

Berikut tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru yang harus diketahui setiap wajib pajak, sesuai PMK no.101/PMK.010/2016 sebagai berikut:

  1. Rp 54.000.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi.
  2. Rp 4.500.000 tambahan untuk wajib pajak yang telah menikah.
  3. Rp 54.000.000 untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
  4. Rp 4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Akibat Salah Hitung PPh Pasal 21

Penyetoran PPN, Batas Waktu Keterlambatan

Bagi perusahaan sebagai pemotong penghasilan, kesalahan menghitung PPh Pasal 21 akan berakibat fatal karena perusahaan akan dikenakan sanksi administrasi pajak. Sementara itu, karyawan perusahaan pun mengalami kerugian yang diakibatkan kurangnya penghasilan take home pay.

Kesalahan hitung PPh 21 juga dapat menyebabkan perusahaan harus membayar lebih dikarenakan terjadi kesalahpahaman atas pengertian “disetahunkan”. Contoh kasusnya, seorang karyawan berhenti bekerja di tengah tahun, padahal perhitungan pajak telah berjalan. Artinya, pajak yang dibayarkan menanggung kelebihan dari perhitungan pada saat karyawan telah keluar dari perusahaan. Di sisi lain, keuntungannya jika terjadi kelebihan bayar pajak atas PPh Pasal 21 terutang oleh pemotong pajak, maka kelebihan bayar tersebut dapat diperhitungkaan dengan PPh Pasal 21 terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh 21.

Bagi Anda yang memiliki penghasilan di bawah nilai PTKP, tidak perlu membayar pajak penghasilan, namun tetap melaporkan SPT Pajak Tahunan. Setelah memahami aturan mengenai cara penghitungan PPh 21 yang benar, usahakan hindari kesalahan dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21. Segera persiapkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan sekarang juga. Jangan tunda waktu pelaporan Anda hingga mendekati batas pelaporan SPT. Lebih awal Anda melapor pajak, lebih baik.

Apabila Anda mengalami kesulitan atau error saat menggunakan DJP Online, solusi bayar dan lapor SPT Tahunan Pribadi Anda bisa melalui layanan e-Filing Klikpajak. Anda akan mendapatkan bukti lapor resmi dan riwayat lapor pajak Anda dapat direkam melalui fitur Arsip Pajak. Layanan dari klikpajak sangat mudah untuk digunakan dan gratis selamanya. Klikpajak merupakan mitra resmi dari Ditjen Pajak yang bisa digunakan untuk melakukan e-Filing pajak secara online, baik SPT Masa dan Tahunan Pajak. Dengan Klikpajak, urusan perpajakan Anda beres tanpa repot. Daftar dan coba sekarang di Klikpajak!

Kategori : Hitung

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak