Bagi Wajib Pajak Badan, salah satu hal penting yang perlu diketahui adalah tentang konsep dasar perpajakan. Khususnya tentang Pajak Penghasilan Badan atau PPh Badan.
Pajak Penghasilan Badan merupakan pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima Badan Usaha yang berkedudukan di Indonesia. Untuk lebih jelasnya, langsung saja simak uraian di bawah ini.
Pengertian Badan dan Dasar Pemotong Pajak Badan
Badan merupakan sekumpulan orang atau modal yang merupakan satu kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Sebagai contohnya adalah PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama atau bentuk apapun, Bentuk Usaha Tetap, dan lain sebagainya.
Dasar pemotongan pajak bagi suatu Badan Usaha dibedakan menjadi penghasilan bruto dan penghasilan neto. Dasar pemotongan pajak berdasarkan penghasilan bruto adalah Dividen, Bunga, Royalti, Hadiah atau penghargaan, dan Bunga simpanan yang telah dibayarkan oleh koperasi.
Sedangkan dasar pemotongan pajak berdasarkan penghasilan neto adalah sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Dan imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Subjek dan Bukan Subjek Pajak Penghasilan Badan
Yang menjadi subjek PPh Badan adalah suatu Badan Usaha yang didirikan di Indonesia atau berkedudukan di Indonesia.
Subjek PPh Badan lainnya adalah Badan Usaha yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, namun menjalankan usaha/kegiatan melalui BUT di Indonesia. Atau Badan Usaha yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tanpa melalui BUT atau Bentuk Usaha Tetap.
Selain itu, Bentuk Usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri dan Subjek Pajak Badan Luar Negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan (pekerjaan bebas) di Indonesia.
Sedangkan yang bukan termasuk subjek PPh Badan adalah Badan perwakilan negara asing, Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi anggotanya dan tidak menjalankan kegiatan usaha/kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Atau Unit tertentu dari badan pemerintah dengan syarat.
Selain itu, suatu Badan yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atau Badan yang dibiayai dengan dana yang bersumber APBN atau APBD.
Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah, dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
Dasar Hukum Pajak Penghasilan Badan
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
- Dan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
- Serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Perhitungan Pajak Penghasilan Badan
Perhitungan besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak Badan dapat dilakukan dengan menggunakan pembukuan atau norma penghitungan penghasilan neto. Simak kedua cara perhitungan pajak penghasilan badan ini.
a. Menghitung PKP Menggunakan Pembukuan
Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya PKP sama dengan penghasilan nettonya. Yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh undang-undang PPh yang berlaku. PKP Wajib Pajak Badan = Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto – Biaya yang Diperkenankan UU PPh.
b. Menghitung PKP Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Apabila Wajib Pajak menghitung PKP menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, maka besarnya penghasilan neto adalah sama besarnya dengan persentase norma penghitungan penghasilan neto dikalikan dengan jumlah peredaran usahanya. Dan dalam hal rugi tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan. PKP Wajib Pajak Badan = Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian = (Penghasilan Bruto – Biaya yang Diperkenankan UU PPh) – Kompensasi Kerugian.
Kredit Pajak Penghasilan Badan
PPh Pasal 25 UU PPh telah mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan (1) PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21 dan Pasal 23, serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 22. (2) PPh yang dibayarkan atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan cara berikut:
- Wajib pajak dapat membayar sendiri pajaknya (yaitu PPh Pasal 25)
- Melalui pemotongan atau pemungutan pihak ketiga (yaitu PPh Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 22, 23, dan 24).
Menurut Undang-Undang PPh Pasal 29, apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1), maka kekurangan pembayaran tersebut harus dilunasi sebelum SPT Pajak Penghasilan Badan disampaikan.
Lengkapi pengetahuan Anda seputar perpajakan dengan rutin mengunjungi Klikpajak telah menyediakan berbagai informasi penting seputar perpajakan.
Anda juga bisa menggunakan layanan lapor pajak secara mudah, cepat, dan gratis! Jangan lupa registrasi di sini!