Daftar Isi
6 min read

Kriteria PKP Pengguna Faktur Pajak Fiktif dan Sanksinya

Tayang 02 Apr 2019
Kriteria PKP Pengguna Faktur Pajak Fiktif dan Sanksinya
Kriteria PKP Pengguna Faktur Pajak Fiktif dan Sanksinya

Maraknya penemuan dan penggunaan bukti pungutan pajak atau faktur pajak fiktif sangat merugikan negara dan juga dunia usaha. Bagi negara, Faktur pajak fiktif telah disinyalir menjadi salah satu modus untuk menggerogoti pendapatan negara melalui mekanisme restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tidak hanya itu, faktur perpajakan yang tidak sah, juga digunakan sebagai pembuktian pembelian versi wajib pajak agar leluasa memperbesar Harga Pokok Pembelian serta memperkecil laba.

Sementara bagi dunia usaha, faktur pajak palsu sangat merugikan para investor dan semakin memperkeruh iklim investasi. Mungkin tanpa sepengetahuan Anda, faktur pajak fiktif berdampak pada jumlah dividen yang dibagi menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. Oknum perusahaan yang tidak bertanggungjawab mungkin saja mengecilkan laba melalui skema faktur pajak tidak sah ini.

Apa itu Faktur Pajak?

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Artinya, ketika Pengusaha Kena Pajak (PKP) menjual suatu barang atau jasa kena pajak, dia harus menerbitkan Bukti Pungutan Pajak sebagai tanda bukti bahwa dirinya telah memungut pajak dari orang yang telah membeli barang atau jasa tersebut. Untuk alasan keamanan dan kenyamanan, saat ini pemerintah telah meluncurkan e-Faktur untuk menghindari penerbitan faktur perpajakan fiktif.

Dengan adanya faktur perpajakan, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki bukti taat hukum dengan telah melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan SPT masa PPN sesuai dengan peraturan perundang-undangan PPN yang berlaku. Faktur pajak juga sebagai alat bantu ketika auditor memeriksa pajak yang dibayarkan Pengusaha Kena Pajak.

Bukti pungutan pajak ini menjadi bagian dari tanggungan PKP yang harus ditunaikan agar terjadi transparansi perpajakan. Beberapa kasus faktur perpajakan palsu memiliki modus yang terbilang sederhana. Modus yang biasa terjadi adalah, Pengusaha Kena Pajak (PKP) pengguna faktur perpajakan fiktif, membeli faktur perpajakan fiktif masukan. Kemudian, PKP menggunakan bukti pungutan tersebut dan melakukan pengkreditan dalam SPT Masa Pajak pertambahan Nilai (PPN). Tujuannya ialah agar Pengusaha Kena Pajak memperoleh pengembalian pajak (restitusi) atau setidaknya mengurangi pajak keluaran yang harus disetorkan ke kas negara.

10 Kriteria Penerbit atau Pengguna Faktur Fiktif

Kasus faktur pajak fiktif masih marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pajak di awal tahun 2018, terdapat 1000 lebih wajib pajak yang dinonaktifkan sertifikat elektroniknya. Akibat penonaktifan ini, karena wajib pajak tersebut menerbitkan dan menggunakan faktur perpajakan fiktif.

Perlu Anda ketahui, pelaku pelanggaran peraturan perpajakan ini memiliki kriteria yang serupa. Berikut ini adalah 10 kriteria penerbit atau pengguna bukti pungutan pajak fiktif tersebut

  • Wajib pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN, tetapi elemen data SPT beserta lampirannya tidak dapat direkam karena yang bersangkutan tidak terdaftar sebagai PKP.
  • Wajib pajak yang kerap pindah alamat atau sering mengajukan permohonan pindah alamat/tempat kedudukan/permohonan perpindahan lokasi tempat terdaftar.
  • Wajib pajak Non Efektif (NE) yang tiba-tiba aktif dan mempunyai jumlah penyerahan besar.
  • Wajib pajak yang baru berdiri tetapi memiliki jumlah penyerahan besar dan PPN Kurang Bayarnya Kecil.
  • Wajib pajak yang penyerahan BKP-nya sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti kegiatan usaha utamanya.
  • Wajib pajak yang berdomisili di kawasan perumahan tetapi punya peredaran usaha besar.
  • Beberapa wajib pajak yang pengurus dan komisarisnya adalah orang yang sama.
  • Wajib pajak yang melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang mengakibatkan jumlah pajak keluaran menjadi lebih besar diimbangi dengan perubahan pajak masukan yang besar sehingga tidak mengubah PPN kurang bayar yang telah dilaporkan atau menambah PPN status kurang bayar tetapi nilainya kecil.
  • Wajib Pajak yang melaporkan jumlah penyerahan tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah harta perusahaan.

Sanksi Penerbit Faktur Pajak Fiktif

Wajib pajak yang terindikasi melakukan pemalsuan faktur pajak, akan dijatuhi status non-aktif. Akibatnya, wajib pajak tidak dapat menerbitkan faktur pajak elektronik (e-Faktur) hingga terdapat klarifikasi yang dapat diterima DJP.

Mengambil dari kutipan Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 8 Januari 2018, menjatuhkan vonis pengadilan. Vonis berupa hukuman kurungan 4 tahun 6 bulan dan pengenaan denda Rp 1 Miliar subsider 3 bulan kurungan atas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau hasil tindak pidana di bidang perpajakan. Vonis ini dikenakan dengan terdakwa seorang pengusaha. Putusan vonis atas TPPU adalah hasil pengembangan penyidikan tindak pidana perpajakan berupa penjualan faktur yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya yang dilakukan terpidana.

Solusi Cegah Faktur Pajak Fiktif dengan e-Faktur

e-Faktur merupakan bukti pungutan pajak online yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pemerintah menerbitkan aplikasi e-Faktur dengan tujuan untuk memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam melaksanakan segala kewajiban perpajakannya, khususnya penerbitan faktur perpajakan ini.

Terobosan baru dalam administrasi Pajak Pertambahan Nilai, yaitu penggunaan bukti pungutan pajak elektronik, ternyata dirasakan manfaatnya bagi PKP dan DJP.

  • Untuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP), implementasi aplikasi e-Faktur akan semakin mempermudah pengawasan yang dilakukan kepada wajib pajak. DJP akan mengetahui data-data transaksi berupa pajak masukan dan pajak keluaran. Dengan memanfaatkan e-faktur pajak, diharapkan sistem administrasi berupa proses pemeriksaan lebih cepat. Di samping itu, proses pengawasan Pajak Pertambahan Nilai akan berjalan lebih baik dan aman.
  • Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), dengan adanya e-faktur pajak, pengelolaan pemungutan, pembayaran hingga pelaporan PPN menjadi lebih mudah, aman, dan efektif. Wajib pajak tidak lagi menerbitkan faktur pajak secara manual.

Direktorat Jenderal Pajak mengimbau seluruh masyarakat, khususnya wajib pajak untuk menjalankan dan memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar. Salah satunya dengan tidak melakukan perbuatan tercela, seperti mengurangi penghasilan yang dilaporkan atau mencari keuntungan tidak sah seperti menerbitkan atau menggunakan faktur fiktif. Tindakan ini dinilai merugikan kepentingan negara dan bersama. Di sisi lain, pemalsuan faktur akan menghambat upaya pemerintah dalam membangun ekonomi negara, termasuk mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan.

Bayar dan Lapor SPT Masa PPN Anda

Segala kemudahan membayar pajak menggunakan e-Faktur pajak, kini tidak lagi menjadi alasan keterlambatan dalam melakukan pembayaran pajak. Pajak sebagai salah satu pilar untuk membangun perekonomian bangsa terus digemborkan. Segala bentuk kriminal penggelapan atau kecurangan pajak lainnya pun akan hilang seiring tingginya pengetahuan pajak dan kesadaran membayar pajak oleh Pengusaha Kena Pajak itu sendiri. Pembayaran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dilakukan melaluiKlikpajak. Situs pajak online dari Klikpajak membantu para Pengusaha Kena Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara online, mudah, cepat, dan praktis. Segera penuhi kewajiban pajak Anda dan dapatkan Bukti Penerimaan Elektronik yang SAH dan GRATIS selamanya. Daftar sekarang juga di Klikpajak!

Kategori : Edukasi

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak