Daftar Isi
4 min read

PP Nomor 23 Tahun 2018 dan Pengaruhnya bagi Wajib Pajak Badan

Tayang 18 Sep 2018
PP Nomor 23 Tahun 2018 dan Pengaruhnya bagi Wajib Pajak Badan

Pada 1 Juli 2018, pemerintah telah menerbitkan kebijakan baru terkait perpajakan. Kebijakan tersebut adalah Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Peraturan ini diterbitkan untuk menggantikan peraturan sebelumnya yakni PP Nomor 46 Tahun 2013 yang dinilai memiliki sejumlah kekurangan, sehingga perlu disesuaikan dengan kondisi perekonomian terkini. Hal yang paling menjadi sorotan adalah perubahan pengenaan tarif PPh Final dari yang semula 1% menjadi 0,5%.

Hal Penting Lain yang Perlu Diperhatikan dari PP Nomor 23 Tahun 2018

Selain perubahan pengenaan tarif PPh Final tersebut, ada beberapa hal lain yang juga perlu mendapat perhatian khusus, berikut penjelasannya.

1. Tarif PPh Final Bersifat Opsional

Melalui peraturan ini, pemerintah telah memutuskan untuk menurunkan tarif PPh Final menjadi 0,5%. Meskupun demikian, ketentuan ini bersifat opsional karena Wajib Pajak Badan dapat memilih untuk mengikuti skema tarif PPh Final 0,5% ataupun menggunakan skema normal sebagaimana diatur pada Pasal 17 dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Sifat opsional ini dapat memberikan keuntungan bagi Wajib Pajak Badan, terutama bagi Badan yang telah melakukan pembukuan dengan baik. Hal ini dikarenakan Wajib Pajak Badan dapat memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan skema tarif normal yang diatur pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 tentang Pajak Penghasilan. Dengan skema ini, perhitungan tarif PPh akan mengacu pada lapisan penghasilan kena pajak. Selain itu, Wajib Pajak juga terbebas dari PPh apabila mengalami kerugian fiskal.

2. Pengenaan Tarif PPh Final 0,5% Memiliki Batas Waktu

Kebijakan tentang PPh Final 0,5% memiliki grace period atau batas waktu. Ini merupakan salah satu hal yang membedakan dengan peraturan sebelumnya. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

  • 4 tahun pajak bagi Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, CV, atau Firma.
  • 3 tahun pajak bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas.

Setelah batas waktu tersebut berakhir, Wajib Pajak akan kembali menggunakan skema tarif normal sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Hal ini bertujuan untuk mendorong Wajib Pajak agar menyelenggarakan pembukuan dan pengembangan usaha.

3. Berpenghasilan di Bawah 4,8 Miliar

Sama seperti sebelumnya, ambang batas penghasilan Wajib Pajak yang dikenai PPh Final dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 tidak berubah, yakni senilai 4,8 Miliar. Batasan nilai tersebut menargetkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai target pajak. Tujuannya agar pemerintah dapat merangkul sebanyak mungkin UMKM untuk terlibat dalam sistem perpajakan.

Skema PPh Final 0,5% dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan seperti koperasi, CV, Firma, dan PT yang memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto di bawah 4,8 Miliar.

Contoh kasus, Tuan X merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan, diketahui rincian peredaran usaha di tahun 2019 adalah sebagai berikut:

  • Pasar A sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar Rupiah).
  • Pasar B sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua Miliar Rupiah).

Dengan demikian, Tuan X pada 2020 akan dikenai skema PPh Final 0,5% karena total peredaran bruto dari seluruh tempat usaha di tahun 2019 kurang dari 4,8 Miliar.

4. Wajib Pajak yang Tidak Dapat Memanfaatkan PPh Final 0,5%

  • Wajib Pajak dengan penghasilan yang diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayarkan di luar negeri.
  • Wajib Pajak yang penghasilannya telah dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan khusus.
  • Wajib Pajak dengan penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

Sebagaimana contoh kasus pada nomor 3 di atas, apabila Tuan X ternyata memiliki tempat usaha lain, misal di Pasar C dengan rincian peredaran usaha sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga Miliar rupiah) maka Tuan X pada tahun 2020 tidak dapat dikenai PPh Final 0,5%, karena peredaran bruto dari seluruh tempat usaha pada tahun 2019 melebihi Rp4,800.000.000,00 (empat Miliar delapan ratus Juta Rupiah).

5. Wajib Pajak Perlu Mengajukan Diri Jika Ingin Menggunakan Skema Tarif Normal

Apabila tidak ingin berstatus sebagai Wajib Pajak PPh Final 0,5%, Anda harus terlebih dahulu mengajukan permohonan tertulis kepada Ditjen Pajak. Selanjutnya Ditjen Pajak akan memberikan surat keterangan yang menyatakan bahwa Anda merupakan Wajib Pajak yang dikenai skema tarif normal sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Bagi Wajib Pajak yang sudah memilih untuk dikenai PPh dengan skema tarif normal tidak dapat memilih untuk dikenai skema PPh Final 0,5%.

Kategori : Regulasi Pajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak