Daftar Isi
4 min read

Dilematika Pajak Penulis, Apakah Terlalu Besar?

Tayang 02 Sep 2019
Dilematika Pajak Penulis, Apakah Terlalu Besar?
Dilematika Pajak Penulis, Apakah Terlalu Besar?

Menjadi penulis merupakan profesi yang tidak dapat dikatakan ringan. Terlebih, jika Anda menjadi penulis di Indonesia. Pajak penulis yang beberapa tahun belakangan sempat menjadi perbincangan nampaknya belum menunjukkan titik terang dengan solusi terbaru. Solusi atas tingginya pajak ini kemudian adalah berupa penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau NPPN.

Tentu saja, pajak penulis tidak ubahnya akan masuk pada pajak penghasilan orang pribadi yang memiliki ketentuan jelas. Namun demikian yang menjadi permasalahan adalah bahwa pendapatan yang diperoleh penulis, dalam hal ini royalti, dianggap sebagai pendapatan pasif. Mungkin jika ini dilihat dari profesi lain akan masuk akal. Namun dalam perhitungan, royalti untuk penulis adalah pendapatan utama yang diperoleh dari penjualan karyanya oleh distributor dan penerbit.

Permasalahan Utama

Masalah yang muncul adalah ketika royalti dianggap sebagai pendapatan pasif, maka penulis sebagai subyek pajak tidak dapat membebankan variabel biaya dalam penghitungan pajaknya. Jika di logika, proses penulisan buku memerlukan persiapan yang tidak sedikit mulai dari riset, persiapan peralatan kerja, promosi hingga roadshow dan pengeluaran lain dalam upaya menjual bukunya.

Hal ini menyebabkan beberapa persoalan. Nilai pendapatan yang dikenai pajak menjadi sangat tinggi karena variabel biaya tidak dapat dimasukkan. Katakanlah pendapatan royalti yang didapatkan senilai Rp 1.000.000.000, maka pajak yang ditanggung adalah sebesar 24,5% (dengan perhitungan pajak progresif). padahal pendapatan tersebut tidak dikurangi dengan berbagai biaya yang dikeluarkan penulis untuk mendapatkan royalti sebesar itu.

Tentu jika dilihat dari besaran pajaknya, nilai ini beberapa kali lipat bila dibandingkan pekerja bebas yang lain. Dengan penghasilan yang sama, mungkin pajak yang harus ditanggung tidak menyentuh setengah dari besaran pajak tersebut. Ini yang menyebabkan kemudian beberapa penulis memutuskan untuk ‘berhenti menulis’, akibat tekanan kewajiban pajak yang besar.

Baca juga: Panduan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh Pribadi) 

Penggunaan NPPN

Pajak penulis sendiri sebenarnya, menurut peraturan yang berlaku, dapat menggunakan Norma Penghitungan Pendapatan Netto. Norma ini memungkinkan penulis mendapat ‘keringanan’ tarif pajak, sehingga tidak harus membayarkan pajak dengan nilai yang terlalu besar. Penggunaan NPPN sendiri bisa dilakukan dengan beberapa syarat.

Wajib pajak, dalam hal ini penulis, harus melakukan pencatatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-4/PJ/2009. Penulis wajib memberitahukan mengenai penggunaan NPPN kepada Direktur Jenderal Pajak, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak.

Besarnya NPPN untuk penulis (berdasarkan PER-4/PJ/2015 untuk Kegiatan pekerja Seni KLU: 90002) adalah sebesar  50% dari penghasilan bruto, baik honorarium atau royalti yang diterima dari penerbit. Penghasilan bruto yang didapatkan meliputi semua penghasilan, termasuk royalti dari penerbit dan royalti dari hak cipta bidang kesusastraan yang dimiliki penulis.

Pajak yang diperkirakan akan terutang dalam satu tahun pajak, dilunasi dimuka oleh penulis melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain (baik penerbit atau pihak yang bersangkutan yang lain) atau dibayar oleh penulis sendiri. Atas penghasilan dari royalti akan dipotong PPh Pasal 23 sebagai pelunasan PPh dalam tahun berjalan yang dapat dikreditkan terhadap PPh terutang.

Kontradiksi NPPN

Idealnya penggunaan NPPN untuk pajak penulis tentu akan banyak meringankan beban pajak penulis. Namun pada kenyataannya, penggunaan NPPN tidak selalu berjalan dengan mulus. Pada beberapa kasus, dimana penulis menggunakan NPPN sebagai dasar penghitungan pajak, laporannya justru ditolak oleh kantor pajak yang bersangkutan.

Alasan yang digunakan adalah bahwa penggunaan NPPN untuk menghitung pajak hanya bisa dilakukan untuk pendapatan non-royalti atau pendapatan yang bersifat aktif. Kembali lagi, pendapatan utama penulis yang memasarkan bukunya lewat penerbit dan distributor tentu adalah pada royalti, yang pada konteks ini berarti merupakan pendapatan aktif penulis.

Tafsir yang belum dapat disepakati ini menjadi permasalahan utama yang dihadapi penulis. Agaknya, pemerintah melalui Dirjen Pajak harus membuat kajian mendalam mengenai hal ini karena idealnya pengenaan pajak harus berlangsung secara adil dan sesuai dengan porsi. Tidak semua pelaporan menggunakan NPPN ditolak, namun hal ini terjadi pada beberapa kasus yang juga tidak boleh dilupakan.

Pada akhirnya, pemberlakuan pajak harus memiliki nilai keadilan untuk setiap objek dan subjek pajak. Sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kajian demi kajian harus terus dilakukan agar permasalahan seperti ini bisa diselesaikan. Penulis, sebagai profesi, memiliki peran besar dalam memberikan asupan literasi bagi masyarakat luas dan hendaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Pajak penulis, penghitungan dan permasalahannya memang belum dapat dikatakan selesai. Tidak sedikit penulis yang kemudian memilih menerbitkan dan memasarkan bukunya secara independen agar terhindar dari pengenaan pajak yang besar dan dapat menggunakan NPPN sebagai dasar penghitungan pajaknya. Untuk Anda yang berprofesi sebagai penulis, Anda bisa mempercepat proses pengurusan administrasi perpajakan Anda melalui Klikpajak. Dengan fitur yang lengkap dan proses yang cepat, setiap pajak dapat diselesaikan dengan waktu yang singkat serta terjamin validitasnya karena merupakan mitra resmi DJP.

Kategori : Edukasi

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak