Franchise merupakan sistem bisnis dan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan jasa milik Badan Usaha yang terbukti sukses dan dimanfaatkan oleh pihak lain (franchisee) dengan membayar sejumlah biaya awal di muka berdasarkan perjanjian tertentu.
Pelaku usaha franchise juga tetap dikenakan pajak usaha franchise yang berlaku sesuai ketentuan di Indonesia.
Dewasa ini, bisnis usaha franchise atau waralaba berkembang pesat dan digandrungi banyak pelaku bisnis di Indonesia.
Franchise tidak hanya menjamur di perkotaan saja, melainkan telah merambah hingga pelosok desa. Peluang usaha franchise dirasa lebih menawarkan kepastian mengenai hasil atau outcome-nya.
Usaha ini berkembang pesat karena kepraktisan pelayanan kepada konsumen dengan harga relatif murah dan simbol gaya hidup modern.
Tulisan ini berisi bahasan umum mengenai usaha franchise dan pajak-pajak yang dikenakan atas usaha franchise.
Alangkah baiknya, jika Anda ingin memulai usaha franchise atau sebagai franchisor muda, silakan berkonsultasi dengan ahli pajak atau konsultan pajak yang mumpuni.
Kriteria Usaha Franchise
Suatu usaha yang dijalankan termasuk franchise, akan terus terjaga eksistensinya apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Memiliki ciri khas usaha.
- Hasil yang diperoleh menguntungkan.
- Standar tertulis atas penawaran pelayanan barang dan jasa.
- Mudah menjalankan operasionalnya.
- Dukungan berkesinambungan.
- Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) telah terdaftar.
Perkembangan usaha franchise yang makin signifikan dari waktu ke waktu, dengan melihat cepatnya perputaran uang didalamnya, tidak diragukan lagi bahwa bisnis ini menghasilkan omzet yang menjanjikan.
Dengan kata lain, omzet yang diraup dari usaha franchise ini mengindikasikan besarnya potensi pendapatan negara berhubung dengan pengenaan pajak atas usaha franchise ini.
Penghasilan dari Usaha Franchise
Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha franchise dalam beberapa bentuk berikut:
- Biaya franchise awal (initial franchise fee).
- Biaya franchise terus-menerus (continuing franchise fee).
- Kenaikan harga produk.
Aspek Kewajiban Perpajakan Franchise
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dalam usaha franchise, bagi pengusaha yang melakukan kegiatan usahanya menghasilkan barang dan atau jasa meliputi penyerahan, pemanfaatan, impor-ekspor barang terkena PPN di dalam daerah pabean, maka Anda akan dikenakan tarif pajak PPN yang berlaku. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
Subjek PPN
Dalam konteks ini, subjek PPN adalah pengusaha franchise yang melakukan transaksi jual beli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean.
Objek PPN
- Jasa pendidikan.
- Jasa keagamaan.
- Jasa asuransi.
- Jasa keuangan.
- Jasa perhotelan.
- Jasa kesenian dan hiburan.
- Jasa pelayanan kesehatan medis.
- Jasa pelayanan sosial.
- Jasa penyediaan tempat parkir.
- Jasa boga dan katering.
2. Pajak Penghasilan (PPh) Badan
Pajak yang akan dikenakan saat memulai usaha franchise adalah Pajak penghasilan (PPh) Badan.
Objek PPh adalah “penghasilan” yaitu segala sesuatu yang menambah kemampuan ekonomis dan kekayaan subjek pajak yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk:
- Dividen.
- Bunga (dikenakan PPh Pasal 23/26).
- Royalti (dikenakan tarif 15% PPh Pasal 23).
- Laba Usaha (dikenakan tarif 20% PPh Pasal 26).
- Premi asuransi.
- Imbalan usaha: gaji, upah, honorarium, komisi, uang pensiun, dan bonus.
- Hadiah (dikenakan tarif PPh Pasal 17).
Hal yang Dikecualikan Sebagai Objek PPh
- Warisan.
- Bantuan termasuk zakat atau hibah yang tidak berhubungan dengan usaha.
Perlakuan PPh
- Initial franchise fee dan penjualan peralatan (PPh 26).
- Persewaan peralatan (PPh 23).
- Penggunaan peralatan yang tergolong royalti (PPh 26).
- Penggunaan peralatan yang tergolong penghasilan dari usaha (PPh 26).
- Imbalan jasa teknik (PPh 23).
Demikian beberapa ulasan mengenai pajak usaha franchise yang wajib dipenuhi bagi para pelaku bisnisnya. Taati pajak usaha franchise yang berlaku untuk kelancaran bisnis Anda agar terhindar dari sanksi perpajakan.
Faktor Penting dalam Bisnis Franchise (Waralaba)
1. Modal Awal dan Royalti yang Cukup Tinggi
Modal awal dan franchise fee sangat mempengaruhi laba bisnis waralaba, terutama yang sudah memiliki skala nasional atau internasional.
Sebagai contoh, apabila Anda ingin membuka waralaba fast food terkenal, Anda harus memiliki modal kurang lebih Rp4,5 Miliar sampai dengan Rp11,4 Miliar.
Jumlah tersebut digunakan untuk misalnya sewa maupun membeli tanah dan bangunan, ditambah lagi biaya royalti sekitar Rp450 Juta untuk memegang hak waralaba selama 20 tahun, dan bisa diperpanjang setelah masanya habis.
Selain itu ada juga franchise fee yang harus disetor setiap tahunnya sebesar 12,5% dari omzetnya ke pemilik waralaba. Jadi sebesar apapun omzetnya, Anda akan selalu terikat dengan peraturan ini.
2. Biaya Bahan Baku yang Mahal
Kebanyakan bisnis waralaba biasanya mengharuskan pemilik lisensi untuk membeli bahan baku dari supplier yang telah ditunjuk oleh merek waralaba tersebut. Harga yang ditetapkan seringkali lebih tinggi dari harga pasaran, yakni sekitar 5-10%.
Anda tidak diperkenankan untuk mengambil bahan baku selain dari supplier tersebut. Bukan tidak mungkin, kontrak Anda akan diputus di tengah jalan, sehingga Anda tidak bisa lagi berbisnis menggunakan merek waralaba tersebut.
3. Minimnya Kontrol Lokasi
Beberapa waralaba memiliki kebijakan untuk tidak membuka terlalu banyak gerai di suatu kota.
Hal ini dilakukan untuk menghindari persaingan antara waralaba yang sama, sehingga tidak menurunkan omzet yang didapatkan. Namun, masih banyak waralaba yang mengabaikan faktor ini.
Tidak mengherankan apabila dalam wilayah yang berdekatan terdapat beberapa gerai waralaba dengan merek yang sama.
Ini merupakan kerugian yang luar biasa bagi pemegang lisensi waralaba, karena setiap muncul satu waralaba dengan merek yang sama di lokasi yang berdekatan, maka omzet yang didapat bisa turun hingga setengahnya.
4. Kurang Kreatif
Suatu waralaba biasanya mengharuskan adanya keseragaman. Dari mulai dekorasi toko, papan reklame, produk yang ditawarkan, sampai seragam yang digunakan pelayan harus sama persis. Meski tidak ada yang salah, hal ini dapat mematikan tingkat kreativitas Anda.
Banyak waralaba yang memiliki kesan itu-itu saja, sehingga banyak konsumen yang akhirnya merasa bosan. Anda tidak akan bisa berbuat banyak dalam hal ini, karena adanya kebijakan dari pusat yang mengaturnya.
5. Pemilik Waralaba Kurang Mengenal Daerah Baru
Sebagai orang yang akan memulai bisnis waralaba, biasanya Anda akan diminta untuk menyiapkan lokasi yang akan digunakan sebagai tempat menjalankan bisnis waralaba.
Sekilas memang terlihat tidak ada masalah, namun Anda harus menemukan lokasi yang benar-benar tepat untuk membuka bisnis waralaba agar keuntungan yang didapat bisa maksimal.
Masalahnya, pemilik waralaba tidak bisa membantu banyak dalam hal ini. Oleh karena itu, Anda harus melakukan riset terlebih dahulu.
Pentingnya Pengelolaan Pajak Perusahaan Waralaba
Setelah melihat penjelasan di atas, menjalankan perusahaan waralaba tidak semudah kelihatannya. Selain faktor-faktor tersebut, Anda juga harus memahami bagaimana pengelolaan pajak perusahaan waralaba agar bisnis Anda bisa semakin berkembang dan tidak terhalang oleh urusan perpajakan.
Banyak pelaku bisnis waralaba yang tidak memahami hak dan kewajiban perpajakannya. Sehingga, meskipun bisnisnya bisa berjalan dengan lancar, mereka harus menanggung akibat yang muncul karena tidak melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan benar.
Akibat yang dimaksud misalnya, harus membayar denda pajak yang tidak sedikit. Hal ini tentu akan mengurangi keuntungan yang didapat, atau bahkan bisa menyebabkan kerugian bagi bisnis waralaba Anda.
Oleh sebab itu, sangat penting bagi Anda untuk mengetahui apa saja kewajiban perpajakan bagi bisnis waralaba. Adapun kewajiban tersebut meliputi:
- Pendaftaran NPWP dan/atau NPPKP
- Pembayaran dan pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan PPh
Adapun jenis-jenis pajak yang harus dibayarkan adalah sebagai berikut:
- Pajak Pertambahan Nilai 10%
- Pajak Penghasilan (PPh) Badan, yang terdiri atas:
- Dividen.
- Bunga (dikenakan PPh Pasal 23/26).
- Royalti (dikenakan tarif 15% PPh Pasal 23).
- Laba usaha (dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20%).
- Premi asuransi.
- Imbalan usaha: gaji, upah, honorarium, komisi, uang pensiun, dan bonus.
- Hadiah (dikenakan tarif PPh Pasal 17).