Daftar Isi
4 min read

Serba-Serbi Aturan Pajak Startup yang Harus Anda Pahami

Tayang 03 Nov 2018
Last updated 19 Juli 2024
Serba-Serbi Aturan Pajak Startup yang Harus Anda Pahami

Pengenaan tarif pajak sangat beragam sesuai dengan transaksi yang dilakukan. Pemerintah berencana menyasar pada pajak startup dengan menyusun regulasi perpajakan karena melihat ekosistem bisnis digital ini terbilang semakin subur. Pendapatan dari bisnis startup sendiri turut menyumbang besar bagi pembiayaan kas negara.

Startup atau disebut bisnis rintisan membutuhkan perlakuan pajak khusus agar dapat berkembang. Pengenaan pajak  yang ideal baru dikenakan setelah perusahaan startup berdiri 5 tahun atau setelah perusahaan membukukan pendapatan. Situasi dan kondisi perusahaan juga menjadi pertimbangan aturan pajak yang akan dikenakan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan aturan pengenaan pajak startup sudah sesuai dengan tujuan pengenaan pajak yaitu untuk mendorong perusahaan semakin berkembang dan maju di era digital saat ini. Otoritas pajak memberikan intensif bagi perusahaan startup, dengan pengenaan tarif pajak yang lebih murah. Tidak hanya startup, pelaku usaha kecil juga diperlakukan aturan pajak yang sama.

Serba-Serbi Aturan Pajak Startup

Cukup banyak founder atau pelaku bisnis startup di Indonesia yang tidak mengenal soal aturan pajak karena latar belakangnya hanya di dunia teknologi. Perusahaan startup yang memiliki penghasilan di bawah Rp4,8 Miliar per tahun tidak dikenakan pajak, atau dikategorikan sebagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini bertujuan untuk menjaga perusahaan kecil agar terus berkembang.

Startup memang dirintis dari kecil dengan tidak dituntut harus berbadan hukum dan dikenai pajak. Namun jauh kedepannya, para pelaku bisnis startup harus membuat Badan hukum seperti Perseroan terbatas (PT) untuk dapat berinvestasi.

Berikut ini adalah beberapa hal terkait aturan pajak yang harus dipahami oleh penggiat startup di Indonesia.

1.     Gunakan Rekening Bisnis

Alasan sebagian besar masyarakat yang menggunakan rekening pribadi untuk kepentingan usaha adalah untuk menghindari pengenaan pajak. Tindakan seperti ini justru menjadi masalah baru apabila diketahui petugas pajak. Petugas pajak meminta bank memeriksa transaksi pegiat startup dan tetap dikenakan pajak.

Tidak mendaftar Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) agar terhindar kewajiban pajak bukan solusi terbaik. Anda tetap membutuhkan NPWP terutama ketika akan membeli aset bergerak atau tidak bergerak.

2.     Model Bisnis Startup Sudah Dikenali

Dirjen Pajak telah mengenali berbagai macam startup di Indonesia yang umumnya tidak diketahui masyarakat. Selain itu, Dirjen Pajak juga menetapkan pajak yang dikenakan bisnis startup tersebut. Pengenaan pajak bisnis startup tidak ada bedanya dengan bisnis konvensional. Pajak yang akan dipikul oleh startup adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

3.     Startup yang Merugi dikenai Pajak penghasilan (PPh) Besar

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu pajak yang harus dibayar startup. Setiap startup yang berpenghasilan di bawah Rp4,8 Miliar juga dapat memilih tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Namun tetap dikenakan PPh Final sebesar 0,5% dari pendapatan brutonya.

Apabila diamati lagi, PPh tentu memberatkan kebanyakan startup karena pengenaan pajaknya dikenakan dari penghasilan kotor. Solusinya, startup yang masih merugi diberi pilihan untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dengan status PKP, akan dikenakan PPh 25% dari pendapatan bersih dan tidak perlu membayar sepersen pun ketika merugi.

4.     Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Saat startup di Indonesia menjadi PKP untuk menghindari PPh ketika merugi juga bukan solusi ideal. Karena dengan status PKP, otomatis akan dikenakan kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN memang tidak sepenuhnya merugikan. Anda bisa menerima kembali selisih PPN yang Anda bayarkan dengan PPN yang Anda terima dari konsumen. Pengenaan PPN kepada pelanggan pastinya akan dikeluhkan karena harga yang diterapkan menjadi lebih tinggi.

Startup beromzet di bawah Rp4,8 Miliar sebenarnya sudah diberi kemurahan untuk bebas dari pembayaran PPN. Namun konsekuensinya, startup tetap harus membayar PPh sebesar 0,5% dari penghasilan kotor.

5.     Perpajakan bagi Layanan Startup Gratis

Pengenaan pajak startup akan dikenakan apabila mendapat pemasukan dari pihak lain. Jika startup masih memberi pelayanan gratis, tetap diharuskan membayar pajak. Petugas pajak akan mengenakan pajak sebesar 10% dari biaya perawatan server yang dikeluarkan startup.

Semua aturan ini memang terkesan kurang pas diterapkan bagi beberapa pengusaha startup. Solusinya, Anda dapat bergabung dengan asosiasi startup untuk lebih mudah menyampaikan aspirasi perpajakan khususnya kepada Pemerintah. 

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
WhatsApp Hubungi Kami